Omnibus Law; Kepentingan Siapa?

Jakarta, KPonline – Dalam dua hari ini, 13-14 Januari, KSPI mengadakan pertemuan di Training Center FSPMI, Puncak. Membahas isu omnibus law dari berbagai sisi.

Sejak awal, sikap kita tegas: menolak!

Dalam kaitan dengan itu, di pertemuan ini, kita menyusun narasi atas sikap kita. Ketika diminta untuk memberi pengantar diskusi, saya menyampaikan beberapa pokok pikiran, berikut:

1. Pasca pertemuan Presiden dengan kalangan pengusaha, muncul pernyataan pemerintah bermaksud melakukan revisi UU 13/2003. Bahkan Menaker saat itu, Hanif Dhakiri, sempat menyebut UU 13/2003 kaku seperti kanebo kering. Dia ingin UU yang lebih fleksibel.

2. Fleksibilitas tenaga kerja berarti mudah rekrut dan mudah PHK. Penggunaan outsourcing dan buruh kontrak yang diperluas. Ini adalah bentuk “perbudakan gaya baru”.

3. Omnibus Law tidak hanya isu ketenagakerjaan. Tetapi juga menyangkut isu HAM, pertanahan, lingkungan, perpajakan, dsb.

4. Sesuai slogan “bergerak dari pabrik ke publik”, kita tidak hanya menyuarakan isu ketenagakerjaan. Tetapi juga ikut mengkritisi isu-isu yang lain dalam omnibus law.

5. Dalam Omnibus Law Perpajakan, bisa kita lihat pengusaha (investasi) dimudahkan. Giliran mengenai hak-hak buruh justru dikebiri. Tidak adil.

6. Hampir bersamaan dengan omnibus law diumumkan, ada pernyataan dari Bank Dunia terkait peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia yang stagnan. Juga terkait dengan upah minimum yang menghambat investasi. Apakah ada kaitan antara Bank Dunia dan lahirnya omnibus law? Seolah-olah omnibus law dibuat agar peringkat investasi membaik.

7. Dalam buku “Menyelamatkan Industri Semen Indonesia” yang ditulis Tim FSPISI dan KSPI diungkap bagaimana permasalahan di industri semen, baja, dan tekstil yang makin terpuruk. Justru disebabkan karena lebih mementingkan investasi asing daripada memproteksi apa yang sudah ada di dalam negeri. Apakah kesalahan serupa akan terulang kembali dalam omnibus law?

8. Penyusunan Omnibus Law tidak melibatkan pekerja. Bahkan didominasi dan diketuai oleh kalangan pengusaha. Wajar jika kita menduga, secara sistematis ia disusun untuk melemahkan buruh dan mempreteli hak-haknya.

9. Klaster ketenagakerjaan dan 10 klaster yang lain bukan cara efektif untuk memikat imvestor. Sebab berdasar survei World Economic Forum, faktor ketenagakerjaan bukan penghambat utama investasi.

10. Pemerintah mengklaim tingkat pengangguran saat ini dalam posisi yang terendah. Lalu untuk apa dan siapa omnibus law cipta lapangan kerja dibuat?