Nekat Membawa Nikmat

Mojokerto, KPonline – Dunia kerja ternyata tak seindah yang dibayangkan seperti ketika masa-sama di sekolah. Masa-masa penuh suka cita, canda tawa, langit yang selalu menampilkan warna merah jambu. Sementara di tempat kerja, yang kualami justru sebaliknya. Dibentak, dimaki-maki apabila ada pekerjaan yang kurang sesuai.

Umumnya masyarakat memandang bekerja di sebuah perusahaan merupakan kebanggaan tersendiri. Padahal menurutku, itu adalah sebuah selubung yang menutupi kebenaran. Kebenaran akan nasib suatu kaum. Kaum buruh Indonesia.

Bacaan Lainnya

Apa yang aku rasakan hingga sejauh ini, nyatanya banyak kaum buruh hidup miskin. Berada di lorong-lorong penderitaan. Bahkan dicengkeram penindasan maupun penistaan sebagai manusia yang bermartabat mulia. Kaum buruh sebagai bagian dari elemen masyarakat, selalu memunculkan berbagai dinamika.

Setelah puluhan tahun bekerja, tanpa sengaja aku mengenal serikat pekerja. Sebuah organisasi dari kaum buruh yang bisa menjembatani, membantu, dan memperjuangkan perbaikan nasib para buruh.

Perkenalanku dan keikut sertaanku itupun tidak terlepas karena ketua serikat pekerja di perusahaan tempatku bekerja, bekerja di bagian yang sama denganku. Komunikasi dan informasi dengannya, sedikit demi sedikit memasuki pemikiranku. Hingga mampu membuka kesadaran dan pemahamanku.

Secercah harapan mulai tumbuh dan menghapus kekhawatiranku. Khawatir akan masa depan diriku dan keluargaku, khawatir akan segala bentuk penindasan dan tidak terpenuhinya segala hak-hakku sebagai buruh. Serikat pekerja yang telah lama berdiri di perusahaan kertas ini ternyata memberikanku pelajaran berharga tentang bagaimana menjadi buruh yang terdidik, bermartabat, dan tentu saja, lebih manusiawi.

Pada awalnya dalam serikat pekerja ini aku cuma menjadi seorang anggota. Sekedar mengikuti saja tanpa pernah sekalipun terjun dalam kegiatan organisasi di serikat pekerja. Karena belum pernah mengalami sendiri masalah serius dalam hubungan kerja, jadi aku masih enggan aktif. Apalagi saya akrab dengan ketua. Semacam menggantungkan nasib pada dia.

Memang sudah sering aku mengikuti berbagai organisasi. Namun serikat pekerja adalah sebuah organisasi yang berbeda. Dalam organisasi serikat pekerja dibutuhkan peran aktif, konsistensi, serta dinamika yang lebih rumit. Belum lagi mekanisme dan peraturan yang kompleks. Mendengar saja rasanya sudah mules dan membosankan.

Dunia terus berputar, demikian juga perusahaan maupun organisasi. Dan petaka pun benar benar terjadi.

Sebanyak 600 orang buruh di perusahaanku pekerja tiba-tiba di PHK sepihak oleh perusahaan dengan alasan efisiensi. Mereka dipaksa menandatangani sebuah perjanjian yang tentu saja dengan sedikit ancaman. Puluhan tahun mereka telah mengabdi kepada perusahaan, namun tidak dianggap dan malah diabaikan. Sebuah peralihan status dari pekerja tetap menjadi pekerja kontrak dalam tempo hanya 1 hari dan 1 lembar surat perjanjian kerja.

Wajah-wajah mereka terlihat muram, pucat, dan sedih. Banyak buruh perempuan dan laki-laki paruh baya tertunduk lesu. Seusia mereka, sudah tidak lagi mempunyai kesempatan kerja bersaing ditempat lain, tidak jelas masa depan keluarganya dan tidak tau harus berbuat apa.

Dalam titik ini, mereka mengadu ke serikat pekerja.

Tanpa disangka tanggapan pengurus serikat pekerja membuat kondisi semakin panas membara dan menyulut amarah sesama pekerja. Seperti api yang disiram bensin. Bukannya memberikan pembelaan, para pengurus malah sepakat memberikan pembenaran atas tindakan perusahaan.

Apa lacur, nasi sudah menjadi bubur. Ya…, bubur kertas yang panas. Sepanas bara.

Hancur sudah kepercayaan kepada serikat pekerja. Hancur sudah tali persaudaraan diantara kita. Terbayang wajah ibu-ibu yang menyuapi anaknya, bapak-bapak yang terpekur meratapi nasibnya. Tidak adan pendapatan, tidak ada perlindungan, tidak ada jaminan dan tidak ada yang peduli. Inikah rakyat yang dilindungi dan diayomi negara untuk sejahtera?

Kamprettt! Aku geram sekali.

Para buruh yang relatif masih muda-muda mulai bergerak. Resah melihat kenyataan. Mereka adalah sosok yang mempunyai jiwa sosial, semangat membaja dan tentu saja nekat.

Kami yang sepaham dan sependeritaan dengan serta merta menarik diri dari keanggotaan serikat pekerja. Dengan bermodal kenekatan, keberanian dan rasa kebersamaan, kami akan membangun sebuah serikat pekerja yang baru. Yang bisa memberikan perlindungan, pengayoman dan tentu saja kebersamaan.

Aku yang pada mulanya tidak sebegitu paham, tidak sebegitu antusias dan tidak sebegitu aktif, setelah melihat kenyataan yang ada, seakan terdorong oleh kekuatan besar untuk ikut serta dan memberikan sumbangsih.

Setelah mencari kesana kemari, bertemulah dengan sebuah serikat pekerja yang terkenal tegas dan solid serta penuh kebersamaan. Kami memilihnya. Kami semua menyepakatinya. Tanpa menunggu waktu lama, pergerakan kembali dilakukan.

Serikat pekerja yang kami pilih adalah, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI).

Namun lagi-lagi, antek-antek perusahaaan berhasil mengendus dan tanpa babibu lagi langsung melakukan PHK sepihak kepada ketua terpilih di serikat pekerja yang baru yang belum didaftarkan ke dinas tenaga kerja. Dengan alasan yang sama, efisiensi.

Bukannya berhenti, meskipun ketua yang terpilih secara aklamasi itu di PHK. Kami tetap bergerak dan semakin berani menampilkan diri. Karena kami yakin, kebaikan tak harus selalu disembunyikan. Dengan restu perangkat organisasi kami berdiri mengibarkan bendera perjuangan. Perusahaan geger. Merasa kecolongan.

Intimidasi dan diskriminasi tidak akan membuat kami mundur. Sekali layar terkembang, pantang surut kebelakang. Pilihan kami adalah konsekuensi, namun tujuan kami adalah kebaikan bersama.

Sudah 2 tahun berjalan semenjak kami mendirikan serikat pekerja yang baru, banyak hal telah berubah dan diperbaiki. Keteguhan dan ketangguhan kami terus diuji, tapi kami akan terus bertahan dan berjuang karena kami tidak sendiri.

Pagi itu ditemani secangkir kopi, aku masih duduk di serambi rumahku yang tak kunjung aku perbaiki. Sedikit bocor, bekas sisa gerimis semalam selalu mewarnai dinding kusam. Masih terbayang mereka yang dulu besimpuh sambil tersedu saat menerima uang pesangon yang tak seberapa, terbayang mereka yang meratap di dekat dipan rumah sakit yang tidak mampu membayar biaya pengobatannya.

Matahri makin tinggi. Sebuah sepeda motor mendekat dan diparkir dihalaman rumahku. Sesosok tubuh kecil, cekatan dan berkulit sawo matang datang menyapaku. Dia adalah ketua serikat pekerjaku. Kami ada janji dengan menajemen untuk diskusi dan advokasi kasus salah satu anggota. Sambil mengeluarkan berkas-berkas dari tasnya, aku memperhatikan gerak geriknya. Dia mungkin yang paling nekat diantara kami. Nekat berjuang untuk rekan yang terkadang tidak dikenal dan tidak tahu terima kasih.

Tetapi kenekatan kami membawa nikmat. Meskipun bukan hanya kami yang menikmati.

Untuk kalian rekan-rekan seperjuangan. Jangan pernah lelah dan jangan pernah takut sebab kebaikan selalu diberi ruang dan kesempatan.

Tentang Penulis:
Ipang Sugiasmoro. Lahir di Magetan tanggal 8 Februari 1981. Penulis adalah pekerja dan anggota serikat pekerja di sebuah perusahaan kertas di Mojokerto, Jawa Timur.

==========
Tulisan ini merupakan hasil praktek pelatihan menulis yang diselenggarakan PUK SPAMK FSPMI PT SAI di Mojokerto. Jika organisasi (PUK/PC/KC) di wilayah anda membutuhkan jasa pelatihan menulis, hubungi redaksi KPonline pada email: koranperdjoeangan@gmail.com. Kami akan dengan senang hati untuk berbagi dan belajar bersama. Baca juga tulisan menarik lainnya dari Peserta Pelatihan Menulis.

Pos terkait