Negara Abai memberikan Perlindungan Hukum Kepada Kaum Buruh

Oleh: Anto Bangun – Sekretaris PC SPPK FSPMI Labuhanbatu

“Buruh bukan beban negara seperti mereka para pejabat di negeri ini, para pegawai negeri sipil dan seluruh anggota DPR, dimana gaji dan tunjangan hidupnya sudah dijamin oleh negara melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)”.

Dalam satu perusahaan terdapat dua unsur yang memiliki peranan yang sama guna menghasilkan produksi, posisi pengusaha sebagai pemilik modal dan Buruh sebagai penghasil produksi.

Tanpa Buruh proses produksi tidak akan berjalan, demikian sebaliknya, simbiosis mutualisma seperti hubungan lebah dan bunga, lebah berkepentingan kepada madu yang terdapat pada bunga, sedangkan bunga berkepentingan kepada benang sari yang terdapat pada kaki- kaki lebah, seperti inilah sejatinya hubungan antara Buruh dengan pengusaha, berbeda kepentingan tetapi saling membutuhkan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa posisi pengusaha dan posisi Buruh disatu perusahaan adalah sama, sederajat, selevel, Buruh tidak lebih rendah dari pengusaha dan pengusaha tidak lebih tinggi posisinya dibandingkan dengan Buruh.

Tetapi pada fakta kenyataannya, selalu saja para pengusaha yang rakus dan serakah merasa posisinya lebih diatas dari Buruh, bertindak arogan, semena-mena, kejam sadis, menghalalkan segala cara, seperti melakukan pelanggaran hukum, Hak Asasi Manusia (HAM) demi mencapai tujuannya mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dan kelangsungan usahanya, tanpa pernah melihat dan menyadari bahwa Buruh juga memiliki tanggung jawab moral kepada kelangsungan, pertumbuhan dan perkembanga perusahaan tempatnya bekerja, agar Buruh tersebut bisa tetap bekerja mencari nafkah demi kelangsungan hidup dirinya beserta keluarganya.

Tidak ada satu orang Buruh pun yang menginginkan dan menghendaki perusahaan tempatnya bekerja bangkrut kemudian tutup, bangkrut dan tutupnya perusahaan bukan karena tidak produktifnya Buruhnya, tetapi lebih disebabkan buruknya sistim management pengelolaannya, seperti banyaknya utang, froud dan produksi bertumpuk tidak laku dijual akibat daya beli masyarakat yang rendah imbas dari kebijakan upah murah.

Didalam menjalankan usahanya para pengusaha rakus dan serakah ini, menerapkan prinsip ekonomi kapitalis Dengan modal sekecil-kecilnya harus mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.

Prinsip sesat tersebut terus berlangsung secara masif, padahal prinsip ekonomi sesat ini mustahil untuk bisa diterapkan bila dilakukan tanpa kecurangan, tetapi para pengusaha rakus dan serakah ini tetap memegang teguh prinsip tersebut, sehingga tidak mengherankan dibeberapa perusahaan sering kita temui demi mencapai tujuannya managemen melakukan tindakan ekstrim melakukan pemangkasan harga pokok produksi (HPP) hingga sekecil mungkin, sasaran pemangkasan adalah pada biaya tenaga kerja, sebab unsur HPP yang paling tinggi adalah biaya tenaga kerja.

Dampak langsung dari pemangkasan HPP ini adalah pengurangan jumlah tenaga kerja, dan caranya biasanya kepada Buruh ditawarkan untuk Putus Hubungan Kerja (PHK) atas permintaan sendiri dengan kompensasi pesangon yang tidak sesuai, mencari-cari kesalahan Buruh agar bisa di PHK tanpa pesangon.

Untuk memuluskan kebijakan perusahaan mengurangi tenaga kerja ini biasanya mereka akan menggunakan jasa dari pengurus serikat pekerja yang ada diperusahaan tersebut guna mengintimidasi Buruh melalui bujuk rayu dan lainnya.

Penggunaan jasa pengurus serikat pekerja ini sangat mungkin terjadi, sebab tidak semuanya pengurus serikat pekerja memiliki integritas sebagai pejuang Buruh, sebagian diantaranya bisa saja kapasitasnya, sebagai pecundang, penikmat, pemanfaat dan penghianat Buruh.

Tindak lanjut yang dilakukan oleh pengusaha untuk memperkecil HPP, melakukan rekrutmen tenagakerja baru dengan hubungan kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau yang lajim dikenal dengan istilah Pekerja Kontrak, menambah target beban kerja dan waktu kerja tanpa kompensasi upah kerja lembur.

Kondisi Buruh yang hampir seluruhnya tidak mengerti dan memahami regulasi tentang ketenagakerjaan sangat menguntungka n pengusaha, sehingga walaupun kebijakan yang dilakukannya sarat dengan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia, hampir tidak ada yang melakukan perlawanan, kalaupun ada hanya sebagian dari Serikat Pekerja yang keberadaannya memang untuk tujuan membela dan melindungi kepentingan kaum Buruh, salah satunya Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia ( FSPMI) yang hingga sekarang tetap komitmen berjalan digaris perjuangan Buruh.

Lantas bagaimana peran negara untuk memberikan perlindungan hukum kepada kaum Buruh.

Peran negara untuk memberikan perlindungan hukum kepada kaum Buruh hampir dipastikan nihil, hal ini dapat dilihat berdasarkan fakta – fakata sebagai berikut.

Untuk menjamin hubungan antara Buruh dengan pengusaha disatu perusahaan berjalan harmonis, dinamis dan berkeadilan, pemerintah membentuk satu sistim dengan nama Sistim Hubungan Industrial.

Hubungan Industrial adalah hubungan antara semua pihak yang berhubungan atau berkepentingan atas proses produksi barang atau jasa di suatu perusahaan.

Alat atau sarana kelengkapan hubungan industrial berjumlah delapan jenis yakni, Serikat Buruh, Organisasi pengusaha, Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit, Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit, Peraturan Perusahaan (PP) Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Peraturan perundang-undangan dan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI) atau yang biasa dikenal Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI).

Dengan adanya sistim hubungan industrial ini, seharusnya pengusaha dapat menghormatinya tidak bertindak sewenang- wenang dengan melakukan pelanggaran hukum dan HAM, setiap perubahan yang akan dilakukan oleh pengusaha yang tujuannya untuk peningkatan kinerja perusahaan, pertumbuhan dan kelangsungan perusahaan, wajib terlebih dahulu dibicarakan, diakukan evaluasi, analisa dampak, dengan serikat pekerja, sebab ada wadahnya yakni Lembaga Kerjasama Bipartit (LKS Bipartit)

Misalnya perusahaan melakukan restrukrisasi dengan memerger / menggabungkan dua perusahaan atau lebih menjadi satu perusahaan, hal ini semestinya wajib terlebih dahulu dilakukan analisa dan kajian secara komprehensip bersama – sama dengan serikat pekerja, utamanya terkait dengan tujuan restrukrisasi dan implementasi Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dimasa transisi, dan dimasa yang akan datang, sebab tujuan perusahaan melakukan restrukrisasi erat hubungannya kepada perusahaan melakukan efisiensi, dan efisiensi sendiri tidak bisa dipisahkan kepada biaya produksi yang tidak lain tujuannya memperkecil harga pokok produksi (HPP) dimana unsur tertinggi HPP adalah biaya dan tunjangan tenaga kerja yang secara otomatis hubungannya kepada Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dimana pada PKB terdapat dua hak Buruh yang melekat, yakni hak normatif dan hak yang diperjanjikan, sementara kita ketahui antara dua hak ini yang tidak bisa diganggu gugat adalah hak normatif yang mrupakan mandatori dari Undang- Undang, sedangkan hak yang diperjanjikan kapan saja bisa diubah, diperkecil nilainya atau dihapuskan dengan alasan ovelapping (tumpah tindih pembayaran) adau alasan lain dengan dalih perusahaan tidak mampu bayar.

Tetapi pada kenyataannya setiap perubahan yang dilakukan oleh perusahaan hampir tidak pernah dibicarakan dengan serikat pekerjanya, apakah sudah ada deal- deal dengan pengurus serikat pekerjanya atau kemungkinan pengurus serikat pekerjanya tidak mengerti, tidak memahami regulasi, sehingga hanya bisa bungkam.

Kembali kepada peran negara untuk memberikan perlindungan kepada kaum Buruh, dimana dalam sistim hubungan industrial, pemerintah posisinya sebgai penengah, dengan empat fungsinya, yang terdiri dari, Memberikan Pelayanan, Menetapkan Kebijakan, Melakukan Pengawasan dan Melakukan penindakan kepada semua pengusaha yang melakukan pelanggaran hukum.

Dalam kapasitasnya sebagai penengah maka sudah sepantasnya pemerintah bersikap netral tidak melakukan keberpihakan, sehingga penegakan supremasi hukum dibidang ketenagakerjaan di negeri ini bisa berwujud nyata sebagaimana harapan semua kaum Buruh dinegeri ini, _*Kalau pengusaha itu bersalah tindaklah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, jangan dilindungi karena alasan balas budi, sebab ada indikasi dugaan pengusaha sering beri upeti bulanan berkedok dana koordinasi*

Akibat dari tidak netralnya pemerintah maka kemudian Supremasi Hukum dibidang ketenagakerjaan tidak lagi bisa tegak, tetapi jungkir balik.

Dan para penegak hukum mestinya sadar diri, sebab gaji dan tunjangan yang anda peroleh setiap bulannya hingga nanti tua renta sebagian dari tetesan keringatnya kaum Buruh.

Indikasi lain pemerintah lebih melindungi kepentingan pengusaha (pemilik modal) dapat terlihat pada kesulitan kaum Buruh untuk mendapatkan akses perlindungan hukum, baik bidang hukum pidana, perdata dan administrasi (Perselisihan Hubungan Industrial (PHI), proses hukum yang berbelit-belit, rumit dan membutuhkan banyak biaya.

Bukti lain adanya indikasi dugaan pemerintah berkomplot dengan pengusaha tidak memberikan perlindungan hukum kepada kaum buruh terlihat nyata pada kasus-kasus ketenagakerjaan, baik pidana dan administrasi /Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) seperti dibawah ini.

PIDANA KETENAGAKERJAAN

Bidang Pidana ketenagakerjaan berhubungan erat kepada fungsi pemerintah dibidang pengawasan dan penindakan, untuk melemahkan bidang pidana ketenagakerjaan yang berhubungan kepada fungsi pemerintah melakukan pengawasan dan penindakan, pemerintah sengaja menempatkan personil yang terdiri dari Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan (PPK) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) pegawai bidang administrasi, hanya 10 orang untuk satu kantor Unit Pelayanan Teknis ( UPT) yang membawahi 5(lima) daerah Kabupaten Kota, seperti UPT.Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi Sumatera Utara Wilayah -IV, yang membawahi Kabupaten Asahan, Kotamadya Tanjung Balai, Labuhanbatu Utara, Labuhanbatu dan Labuhanbatu Selatan dan dilima wilayah kabupaten kota tersebut terdapat ratusan mungkin ribuan perusahaan dengan jumlah tenaga kerja mencapai ratusan ribu orang.

Dengan jumlah personil penegak hukum ketenagakerjaan yang sangat minim maka dapat dipastikan setiap laporan kejahatan ketenagakerjaan tidak akan terproses dengan maksimal dan optimal, yang akhirnya kasus tersimpan rapi dalam peti mayat.

Pelaporan kejahatan ketenagakerjaan juga tidak bisa dilakukan di Polsek dan Polres terdekat dengan tempat tinggal Buruh, harus ke Polda, padahal antara Polri yang di Polsek dengan yang di Polda memiliki kompetensi yang sama dalam kapasitasnya sebagai penegak hukum, dan sama – sama tunduk kepada Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian serta kepada semua Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (PERKAP)

Dapat dibayangkan berapa besar biaya yang akan dikeluarkan oleh seorang Buruh rendahan yang domisilinya diperbatasan provinsi Sumatera Utara dengan Provinsi Riau guna mendapatkan perlindungan hukum.

BIDANG HUKUM ADMINISTRASI, (Perselisihan Hubungan Industrial)

Bidang hukum administrasi yang berhubungan erat kepada fungsi pemerintah membuat kebijakan dan memberikan pelayanan, Buruh dipaksa untuk membuat gugatan di Pengadilan Negeri Provinsi, sementara kita ketahui bahwa untuk perkara gugatan Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) tidak cukup sekali sidang bisa berkali-kali sidang baru putus.

Sudah dapat dihitung berapa jumlah biaya yang harus dikeluarkan oleh seorang Buruh rendahan yang domisilinya jauh dari ibukota provinsi hanya untuk mendapatkan keadilan dan perlindungan hukum.

Padahal di ibukota kabupaten terdapat pengadilan negeri, yang kapasitasnya tidak berbeda dengan pengadilan negeri yang ada diibukota provinsi.

Jarak tempuh dari Labuhanbatu Selatan ke Medan hampir 400 Km, butuh waktu perjalanan 10 Jam, dan biaya yang sangat besar, yakni biaya transport pulang pergi, biaya makan minum diperjalanan dan serta biaya penginapan selama di Medan.

Kalau memang pemerintah peduli dengan Buruh terutama terhadap haknya untuk mendapatkan perlindungan hukum, seharusnya pemerintah mempermudah Buruh mendapatkan akses hukum, pelaporan pidana dapat dilakukan ditingkat Polsek terdekat, sebab antara Polisi yang di Polsek dan di Polda tidak ada bedanya, dan gugatan tidak harus ke Pengadilan Negeri Provinsi tetapi dapat dilakukan di Pengadilan Negeri yang ada di Kabupaten/Kota.

Kemudian untuk Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan (PPK) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) wajib ada dimasing-masing kabupaten/ kota, tidak lagi 10 Pegawai membawahi lima daerah Kabupaten/ Kota.

Equality before the Law

“Setiap orang bersamaan kedudukannya dimuka hukum” dan hal ini sangat jelas dan tegas disebutkan dalam UUD-1945 sebagai konstitusi negara, Piagam Hak Asasi Manusia, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil dan sama dimuka hukum bagi setiap orang adalah bagian dari hak asasi setiap manusia yang harus dihormati.

Ketentuan mengenai setiap orang berhak diperlakukan adil dan sama dimuka hukum tentunya berlaku untuk semua kaum Buruh dinegeri ini, sebab Buruh bukan setan, bukan iblis,bukan siluman, bukan robot besi, juga bukan binatang.

Buruh juga bukan orang- orangan, tetapi Buruh adalah seorang manusia ciptaan dari Tuhan , yang tidak ada bedanya dengan manusia lain dinegeri ini, seperti Presiden, para menteri, anggota DPR, Pegawai Negeri Sipil (PNS), para pengusaha atau para konglomerat, Buruh sebagai manusia berhak untuk mendapatkan haknya atas keadilan dan kesetaraan dimuka hukum, sebaliknya pemerintah bertanggung jawab memberikan kemudahan kepada kaum Buruh untuk mendapatkan akses hukum.

Buruh sebagai manusia didalam menjalani kehidupannya beserta keluarganya tidak pernah membebani negara, Buruh hidup dengan menjual tenaga atau jasanya, istilah No work no pay (tidak bekerja, tidak dibayar) sangat melekat kepada Buruh.

Buruh tidak seperti para pejabat, PNS, anggota DPR, Pejabat lainnya yang jelas dan nyata, gaji dan tunjangan kehidupannya sudah dijamin oleh Negara melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). tidak mengenal istilah _*No work no pay*_ (tidak bekerja, tidak dibayar) sebab banyak kog yang hanya kerja menulis cacing menunggu waktu tanggal gajian atay hanya makan gaji buta

Selain tidak membebani negara, sebaliknya Buruh memiliki jasa atau andil didalam pembangunan perekonomian dinegeri ini, hal ini diwujudkan Buruh dalam peran gandanya, sebagai penghasil produksi dan konsumen produksi itu sendiri.

Buruh penghasil produksi minyak goreng, dan Buruh juga konsumen minyak goreng.

Yang tidak kalah pentingnya, Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dan Kesehatan yang memiliki dana Triliunan Rupiah, sumber keuangannya berasal dari sebahagian Upah puluhan juta kaum Buruh, yang kemudian uang triliunan rupiah tersebut dipergunakan oleh pemerintah untuk membiayai sebagian pembangunan.

Buruh salah satu pilar kekuatan ekonomi sebuah negara dan hal ini adalah sebuah fakta yang tidak bisa dibantah oleh siapapun, dan fakta ini bisa dibuktikan dengan aksi mogok kerja nasional tanpa batas waktu dan tanpa ada penghalang-halangan oleh pemerintah beserta komplotannya.

Ketika Buruh melakukan mogok kerja nasional tanpa batas waktu dan tanpa intimidasi, dipastikan kondisi perekonomian negara lumpuh.