Mengungkap Rahasia Gagasan Besar FSPMI

Jakarta, KPonline – Apa sesungguhnya yang menjadi gagasan besar FSPMI? Untuk menjawab ini, kita bisa melihat lambang FSPMI yang pertama.

Logo FSPMI yang pertama dibuat oleh Endang Thamrin. Dalam prosesnya, Endang Thamrin melakukan sholat hajat terlebih dahulu ketika akan mendesain logo tersebut. Ia melakukan perenungan dan kemudian diputuskan.

Bacaan Lainnya

Sketsa logo SPMI dibuat di rumahnya, Bandung. Menggunakan pensil yang dipinjam dari cucunya.

Sempat ada perdebatan, mengapa lambangnya adalah bola dunia? Karena ini mirip seperti logo Nahdlatul Ulama. Kebetulan, Endang Thamrin adalah seorang NU. Namun setelah dijelaskan makna bola dunia dengan gambar pulau-pulau Indonesia, akhirnya logo tersebut disetujui.

Hal lain yang sempat menjadi perdebatan adalah jumlah mata rantai yang melingkari bola dunia. Sempat diusulkan, jumlah mata rantainya adalah 99 (sembilan puluh sembilan). Ini menggambarkan asmaul husna. Tetapi ketika dicoba digambar, logo tersebut menjadi besar.

Kemudian jumlah mata rantai diusulkan berjumlah 45 (empat puluh lima), sesuai tahun kemerdekaan Indonesia. Tetapi Endang Thamrin tidak setuju. Menurutnya, yang tepat adalah berjumlah 46 (empat puluh enam). Mengapa? Sebab, tahun 45 ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, dalam mukadimah Undang-Undang Dasar menyebutkan “mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia”.

Jadi tahun 45 baru mengantarkan ke depan pintu gerbang kemerdekaan. Karena itu, jumlah rantai yang melingkar di bola dunia yang menjadi logo FSPMI berjumlah 46. Sambil bercanda Endang Thamrin mengatakan, tahun 46 sudah masuk ke dalam pintu gerbang kemerdekaan.

Apa arti logo tersebut?

Bola Dunia Dengan Gambar Pulau-Pulau di Indonesia

Ini mengandung harapan, pada suatu hari nanti FSPMI akan menjadi organisasi serikat pekerja yang besar dan mendunia – dimulai dari Indonesia. Lebih dari harapan, ini adalah cita-cita dalam pendirian FSPMI.

Mimpi itu kemudian berhasil diwujudkan.

FSPMI diterima sebagai anggota International Metal Worker`s Federation (kemudian menjadi IndustriALL Global Union) dalam kongres-nya di Sydney, Australia, pada tahun 2001. Dengan diterima sebagai anggota International Metal Worker`s Federation, FSPMI bukan saja sebagai serikat pekerja berskala nasional. Tetapi juga internasional.

Selain itu, gerakan FSPMI yang cukup militan, juga menjadi rule model gerakan serikat pekerja di dunia. Tahun 2013, Said Iqbal (Presiden FSPMI periode 2006 – 2011, 2011 – 2016, dan 2016 – 2021) mendapat penghargaan De Febe Elizabeth Velasquez Trade Union Award dari Belanda sebagai tokoh pembela HAM dan hak-hak pekerja.

Tidak berhenti sampai di situ, Said Iqbal yang juga merupakan Presiden KSPI juga terpilih sebagai pengurus pusat (Baru-baru ini, Iqbal juga dilantik sebagai Governing Body International Labour Office (ILO).

Semua itu membuktikan, dari Indonesia, FSPMI berhasil menjadi serikat pekerja yang disegani di kancah internasional.

Bintang Warna Kuning di Atas Bola Dunia

Ini adalah cita-cita, pada suatu saat nanti FSPMI akan memasuki massa kejayaan. Tumbuh dan berkembang sebagai organisasi serikat pekerja yang kuat dan bermartabat.

Bintang juga dimaknai sebagai Ketuhanan Yang Maha Esa. Itulah sebabnya, FSPMI memaknai perjuangan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pekerja dan keluarganya adalah bagian dari ibadah.

Itulah rahasianya, kader-kader FSPMI bekerja dengan penuh kesungguhan untuk membesarkan organisasi. Sejak di awal berdirinya, hampir setiap hari aktivis FSPMI berkeliling untuk melakukan perekrutan anggota baru, bahkan hingga larut malam. Padahal saat itu organisasi belum bisa membiayai operasional. Tetapi mereka rela menggunakan dana pribadi untuk membesarkan organisasi.

Padi dan Kapas

Ini menggambarkan cita-cita, bahwa perjuangan FSPMI akan membawa kesejahteraan dan keadilan sosial bagi pekerja dan keluarganya.

Hal ini diwujudkan dengan perjuangan yang tidak kenal lelah. Perjuangan upah layak yang dilakukan FSPMI, misalnya, berhasil mencatatkan capaian penting.

Sejak akhir tahun 1999, FSPMI mulai berfikir untuk berjuang mewujudkan upah minimum sektoral. Upah minimum sektoral adalah upah berdasarkan klasifikasi jenis industri, yang nilainya lebih tinggi dari upah minimum kabupaten/kota.

Pada awalnya, kebijakan ini mendapat kritik dari beberapa kalangan. Menurut mereka, FSPMI egois dan hanya mementingkan sektornya sendiri. Perjuangan upah sektoral dianggap memecah belah gerakan serikat buruh.

“Sama-sama buruh, mengapa upah minimumnya berbeda?” Ini argumentasi mereka.

Tentu saja, semua kritik yang disampaikan menjadi bahan pertimbangan dalam membuat keputusan. Meskipun demikian, sebagai organisasi yang independen, FSPMI juga memiliki dasar argumentasi yang kuat ketika memutuskan untuk memperjuangkan upah sektoral.

Faktanya, kemampuan setiap jenis industri berbeda-beda. Resiko kerja, skill yang diperlukan, modal, serta produk yang dihasilkan juga berbeda. Oleh karena itu, ketika kemudian upahnya berbeda, itu adalah hal yang wajar. Ini bukan diskriminasi. Justru menjadi diskriminatif, jika semuanya dibuat sama rata.

Setelah memperjuangkan upah sektoral selama kurang lebih 2 tahun, akhirnya FSPMI berhasil menorehkan sejarah. Untuk pertama kalinya, diberlakukan upah jenis industri. Memang, tidak menggunakan nama upah minimum sektoral. Selisihnya pun masih kecil, hanya seribu rupiah. Meskipun demikian, kita menganggap ini sebagai kemenangan.

Pada tahun-tahun berikutnya, kita berhasil memperjuangkan upah minimum sektoral yang besarnya mencapai 5 hingga 15% diatas upah minimum. Ratusan ribu buruh menikmati upah minimum sektoral, yang nilainya diatas upah minimum. Hingga kemudian, keberhasilan Bekasi memperjuangkan upah minimum sektoral diikuti oleh daerah-daerah lain.

Sebelumnya, upah minimum di daerah-daerah selalu mengacu pada DKI Jakarta. Seperti menjadi semacam keharusan, bahwa upah minimum di Bekasi, tidak boleh lebih tinggi dari Ibu Kota Negara. Tidak hanya Bekasi. Beberapa daerah penyangga ibu kota seperti Bogor, Depok, Karawang dan Tangerang, ketika itu upahnya tidak lebih tinggi dari DKI Jakarta.

Kita menganggap ketentuan ini tidak ada dasarnya. Karena itu, kita menetapkan target bahwa upah Bekasi harus lebih tinggi dari upah DKI Jakarta. Mitos bahwa upah di daerah penyangga tidak boleh lebih tinggi dari DKI Jakarta harus diakhiri.

Atas dasar itu, kita mengumpulkan data. Mengadakan survey pasar sendiri untuk menandingi hasil survey yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan Kabupaten Bekasi. Lobby kepada pejabat terkait kita lakukan. Puncaknya, setiap Dewan Pengupahan melakukan rapat untuk menentukan upah minimum, buruh-buruh FSPMI Melakukan pengawalan. Awalnya hanya 10 orang. Kemudian bertambah menjadi ratusan hingga ribuan orang.

Lagi-lagi, kemenangan kita dapatkan. Kini upah tidak harus mengacu pada DKI Jakarta. Bekasi dan Karawang, misalnya, mendapatkan upah yang lebih tinggi dari DKI Jakarta.

Setelah upah DKI Jakarta berhasil kita lampaui, kita mencari tantangan yang lain. Menetapkan target baru yang lebih tinggi. Jangan takut menetapkan target. Jangan lelah untuk mewujudkan harapan menjadi kenyataan. Dengan adanya target yang ditetapkan, selagi kita masih memiliki harapan, kita akan selalu tertantang untuk melangkah dan bergerak lebih maju.

Memperjuangkan kenaikan upah adalah soal pilihan. Ketika memilih diam, kita bisa diam. Sampaikan saja ke anggota, upah adalah kebijakan pemerintah. Kita tinggal menunggu berapa besarnya upah yang akan ditetapkan tahun depan. Percayakan pada wakil kita yang ada di Dewan Pengupahan. Tetapi kita tidak melakukan itu. Kita harus keluar dari zona nyaman. Membuat tantangan dan memperjuangkan capaian baru.

Sebelumnya, banyak orang berasumsi bahwa upah minimum harus seratus persen kebutuhan hidup layak. Lagi-lagi kita mematahkan mitos itu dan upah minimum Bekasi, berhasil melampaui 100% KHL. Kita berhasil membuka mata banyak orang, bahwa kebutuhan hidup layak bukanlah satu-satunya indikator untuk menentukan nilai upah minimum.

Setelah upah melampaui nilai KHL, kita merubah target. Kualitas dan kuantitas KHL harus kita perjuangkan untuk dirubah. Untuk memperjuangkan perubahan item KHL, kita melakukan survey kebutuhan riil pekerja. Kita tidak asal bicara. Tidak asal menuntut.

Kualitas dan kuantitas kebutuhan hidup layak memang dirubah. Meskipun masih jauh dari tuntutan kita. Tetapi setidaknya kita membuktikan, perjuangan yang kita lakukan tidak bertepuk sebelah tangan.

Dalam perjalanannya, FSPMI mempelopori mogok nasional pada tanggal 3 Oktober 2012. Aksi mogok nasional ini terjadi di 21 Kabupaten dan 80 kawasan industri dengan melibatkan 2 juta buruh. Pemogokan ini kemudian dikenal sebagai Mogok Nasional Jilid 1.

Mogok Nasional 3 Oktober 2012, bukan hanya simbol protes terhadap negara yang tidak peduli terhadap kesejahteraan buruh Indonesia. Namun juga berhasil meningkatkan kepercayaan diri kaum buruh Indonesia. Keberhasilan mogok nasional menjadi pertanda, bahwa ketika para pekerja bersatu dan berjuang bersama dalam jumlah yang besar dalam satu payung bernama Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) adalah pilihan tepat.

Berkat  perjuangan kaum buruh, upah naik cukup signifikan. Antara 40 hingga 60 persen. Bahkan di beberapa daerah, mencapai 80 persen.

Akhirnya semua orang terbuka. Prsiden RI, DPR RI, kalangan civil society lainnya, baik nasional maupun internasional mempercayai adanya perubahan dalam gerakan buruh Indonesia. Pekerja Indonesia sudah berhasil mengkonsolidasikan dirinya untuk terus melangkah mewujudkan kesejahteraan pekerja, dan menjadi mitra strategis negara.

Selanjutnya tentang outsourcing.

Satu hal yang paling fenomenal dari perjuangan melawan outsourcing adalah grebek pabrik. Awalnya, grebek pabrik terinspirasi dari perjuangan buruh-buruh outsourcing di perusahaan Hero. Ketika itu, Hero bergabung dengan FSPMI.

Sebelum grebek pabrik dilakukan, kita sudah banyak melakukan diskusi. Hampir semua orang berpedoman pada undang-undang, bahwa outsourcing tidak bisa dilakukan di bagian produksi. Tetapi ketika perusahaan menggunakan outsourcing di bagian produksi, apa yang bisa kita perbuat? Pertanyaan ini tidak bisa dijawab. Pada akhirnya kita hanya bisa menyalahkan regulasi yang tidak tegas, penegakan hukum lemah, dan mencari kambing hitam dengan menyebut adanya persengkokolan beberapa pihak terkait.

Dengan grebek pabrik, para buruh bersolidaritas antara pabrik, antar kawasan, bahkan antar serikat. Kebersamaan dan kekuatan buruh yang sesungguhnya mewujud dalam grebek pabrik ini. Dampaknya, di Bekasi, puluhan ribu buruh outsourcing diangkat menjadi karyawan tetap.

Tergabung dalam Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS), FSPMI berhasil memperjuangkan jaminan sosial untuk seluruh rakyat. Ini adalah tonggak penting, yang memungkinkan seluruh rakyat memiliki jaminan kesehatan dan para pekerja memiliki jaminan pensiun.

Rantai

Ini menggambar, bahwa perjuangan FSPMI akan menyatukan seluruh kaum pekerja, membentuk sebuah gerakan yang kuat dan mandiri.

Dengan persatuan antar pekerja, perjuangan mewujudkan kesejahteraan semakin mudah dilakukan. FSPMI memperkenalkan konsep solidaritas sejak tahun 2001-an, ketika terjadi mogok kerja di Sony.

Saat itu buruh-buruh dari perusahaan lain datang ke pabrik Sony untuk memberikan dukungan terhadap mogok kerja yang dilakukan oleh Sony. Inilah untuk pertamakalinya, setidaknya di FSPMI, solidaritas antar pabrik dilakukan.

Ketika kasus Honda Prospek Motor, solidaritas dilakukan antar kawasan, antar daerah. Dalam sidang di PTUN Jakarta terkait dengan kasus di perusahaan ini, massa solidaritas datang dari Serang, Cilegon, Tangerang, Bogor, Bekasi, dan lain sebagainya.

Dalam perkembangannya, FSPMI tidak hanya mengorganisir pekerja di sektor metal. Keanggotaan FSPMI semakin luas dengan masuknya Serikat Pekerja Aneka Industri sebagai salah satu Serikat Pekerja Anggota FSPMI.

Bergabungnya pekerja non metal di FSPMI dimungkinkan, adalah untuk memperkuat solidaritas antar pekerja. Buruh yang bekerja di sektor metal bisa jadi sudah relatif lebih baik dibandingkan dengan sektor-sektor yang lain. Oleh karena itu, bergabungnya hampir semua sektor industri dalam wadah FSPMI akan memperkuat gerakan serikat pekerja.

FSPMI juga tergabung dan ikut membentuk Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), yang dideklarasikan pada tanggal 1 Februari 2003. KSPI merupakan Konfederasi Serikat Pekerja pertama yang didirikan dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

Pos terkait