Mempertanyakan Efektivitas Kucuran Dana Stimulus

Jakarta, KPonline – Tentu saja, kita menyambut baik pemberian dana stimulus. Baik yang sudah maupun akan digelontorkan oleh pemerintah. Namun demikian, kita berharap agar pemberian stimulus tersebut bisa efektif. Tidak seperti menebar garam di laut. Mubazir.

Apalagi, sejauh ini pemerintah sudah mengeluarkan anggaran sebesar Rp 158,2 triliun, yang terdiri dari stimulus pertama sebesar Rp 10,3 triliun, stimulus kedua Rp 22,9 triliun, dan pelebaran defisit 0,8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau sekitar Rp 125 triliun.

Paket stimulus pertama diberikan pada 25 Februari 2020. Saat itu belum ditemukan kasus Covid-19 di Indonesia. Pemerintah saat itu mengeluarkan stimulus ekonomi, dengan fokus ke dalam sektor ekonomi yang menangani lalu lintas orang. Baik sektor pariwisata, akomodasi dan transportasi.

Seiring dengan kasus di Indonesia, pemerintah kemudian kembali mengkaji stimulus ekonomi sekiranya dibutuhkan oleh pengusaha, market dan lain sebagainya. Maka, pada 13 Maret 2020 diumumkan kembali stimulus kedua. Terdapat delapan kebijakan terdiri dari empat sektor fiskal atau pajak. Sisanya untuk non fiskal seperti percepatan lalu lintas barang logistik atau barang yang dibutuhkan.

Sampai di sini, saya menilai; dampak dari kucuran dana untuk stimulus yang sudah digelontorkan belum dirasakan masyarakat. Terbukti dengan daya beli yang terus turun dan ancaman PHK terhadap buruh yang semakin nyata. Adanya PHK besar-besaran, membuktikan perekonomian kita sedang goyah.

Itulah mengapa, saya meminta agar pemberian insentif atau stimulus tidak hanya diberikan kepada kalangan pengusaha atau dunia industri. Tetapi juga memberikan bantuan berupa dana secara tunai masyarakat kecil untuk menopang daya beli. Salah satunya, adalah memberikan subsidi kepada masyarakat kecil, seperti driver online, pedagang kaki lima, dan sebagainya.

Hingga akhirnya, Presiden Joko Widodo mengumumkan akan penambahan alokasi belanja dan pembiayaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 sebesar Rp 405,1 triliun untuk menangani wabah virus corona (covid-19). Alokasi dana tersebut diterbitkan dalam Perppu Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan.

Tentu saja, kita berharap agar pemberian insentif ini akan efektif dan tepat sasaran.

Adapun rinciannya, sebesar Rp 75 triliun untuk bidang kesehatan. Dana ini akan digunakan untuk perlindungan tenaga kesehatan, terutama pembelian APD dan pembelian alat-alat kesehatan yang dibutuhkan sesuai standar yang ditetapkan Kementerian Kesehatan.

Kemudian peningkatan kapasitas dan kemampuan 132 rumah sakit rujukan bagi penanganan pasien Covid-19, termasuk Wisma Atlet. Pemberin insentif dokter, untuk spesialis sebesaar Rp 15 juta per bulan, dokter umum Rp 10 juta, perawat Rp 7,5 juta, dan tenaga kesehatan lainnya sebesar Rp 5 juta. Juga santunan kematian tenaga medis sebesar Rp 300 juta.

Sebesar Rp 110 triliun untuk jaring pengaman sosial (Social Safety Net) yang mencakup penambahan anggaran kartu sembako yang nilainya naik 30 persen, dari Rp 150 ribu menjadi Rp 200 ribu dan akan diberikan selama 9 bulan.

Kemudian Kartu Prakerja yang anggarannya dinaikkan dari Rp 10 triliun menjadi Rp 20 triliun. Subsidi listrik untuk 450 va akan digratiskan selama 3 bulan dan untuk pelanggan 900 va akan dikenakan diskon 50 persen

Pemerintah juga akan mencadangkan Rp 25 triliun untuk pemenuhan kebutuhan pokok serta operasi pasar dan logistik. Terakhir, Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus KUR.