Luapkan Ekspresi Dengan Demonstrasi, Berikut Penyebab Dibalik Kegaduhan Rezim Jokowi Belakangan ini

Purwakarta, KPonline – Secara umum, regulasi adalah konsep abstrak pengelolaan sistem yang kompleks sesuai dengan seperangkat aturan dan tren. Regulasi ada diberbagai bidang kehidupan masyarakat.

Dalam pemerintahan, regulasi biasanya berbentuk peraturan atau ketentuan perundang-undangan yang didelegasikan dan dirancang oleh para ahli masalah untuk menegakkan peraturan utama;

Bacaan Lainnya

Dengan begitu, fungsi utama regulasi adalah sebagai pengendali atau kontrol bagi setiap tindakan yang dilakukan manusia. Oleh sebab itu, adanya regulasi sangat penting dalam menentukan langkah apa yang hendak diambil.

Selanjutnya adalah Kebijakan. Dimana kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak.

Namun, bagaimana ceritanya bila regulasi dan kebijakan yang seharusnya terbentuk untuk kepentingan hajat hidup orang banyak tidak sesuai ekspektasi.

Pasti, kegaduhan akan terjadi, terlebih saat aspirasi tidak ditanggapi.

Berikut regulasi dan Kebijakan yang bikin kegaduhan di Rezim Jokowi:

1. Omnibuslaw CiptaKerja (Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja).

Seperti diketahui, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibuslaw) disahkan DPR RI dalam rapat paripurna, Senin (5/10/2020).

Dan akibat regulasi tersebut, aksi unjuk rasa (Demonstrasi) berjilid-jilid pun dilakukan kaum buruh atau kelas pekerja. Bahkan, selain kelas pekerja, berbagai elemen masyarakat pun ikut bersuara menolak kebijakan tersebut.

Kaum buruh atau kelas pekerja beranggapan telah terjadi degradasi nilai kesejahteraan di Omnibuslaw CiptaKerja dalam Cluster Ketenagakerjaan dari pada Undang-undang sebelumnya (Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).

Presiden Partai Buruh Said Iqbal di Konsolidasi Ideologi FSPMI di Pusdiklat FSPMI, Cisarua, Bogor pada Kamis, (22/9/2022) mengatakan, bagaimana mungkin Omnibuslaw CiptaKerja bisa dikatakan baik bila isi dalam beberapa pasalnya (Cluster Ketenagakerjaan), terindikasi mengarah kepada outsourcing yang berlaku seumur hidup, karyawan bisa kontrak-dikontrak berulang-ulang, upah UMK bisa iya bisa tidak, dan nilai kenaikannya kecil.

Pribahasa mengatakan “Tak akan ada asap, bila tak ada api. Tak akan ada aksi unjuk rasa (Demonstrasi), bila segala regulasi sesuai ekspektasi”.

2. Kebijakan menaikan harga BBM bersubsidi.

Sabtu, (3/9/2022). Pemerintah resmi menaikkan harga BBM (Bahan Bakar Minyak. Kenaikkan ini terjadi karena pencabutan subsidi yang semula diberikan pemerintah.
Pertalite naik dari Rp 7.650 menjadi Rp 10.000 per liter. Harga Solar dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800 per liter. Sedangkan pertamax yang non-subsidi naik menjadi Rp 14.500 dari sebelumnya Rp 12.500 per liter.

Otomatis, naiknya BBM, efek domino akan terjadi. Mulai dari menurunnya daya beli masyarakat karena naiknya harga-harga. Hingga berujung balada penganggur menjadi topik utama dalam dunia usaha, dimana banyak pekerja atau buruh terPhk, karena pengusaha berdalih efisiensi akibat biaya produksi mendadak melambung tinggi.

“Pelanggan (Pembeli) jadi berkurang (Daya beli menurun), sejak harga-harga komoditi pokok merangsek naik,” ucap Udin, pedagang disalah satu pasar tradisional yang berada di Kabupaten Purwakarta.

Kemudian, Ia pun menjelaskan kepada Media Perdjoeangan pada Minggu, (25/9) bahwa kenaikan harga di pasar, berawal dari ongkos distribusi yang naik.

Bila pemerintah merasa hebat dan paling berkuasa diatas kedaulatan rakyat, tidak peduli dengan DEMO penolakan Omnibuslaw, kenaikan BBM atau garis besarnya tidak peduli dengan penderitaan rakyat.

Bukan tidak mungkin, aksi unjuk rasa bergelombang dan seolah tak ingin berhenti akan disuguhkan oleh berbagai elemen masyarakat diberbagai daerah di wilayah Indonesia.

Pos terkait