Jakarta, KPonline – Menindaklanjuti adanya isu beberapa regulasi dan kebijakan BPJS Kesehatan yang bergulir, Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Jamkeswatch melakukan rapat internal di Kantor DPP FSPMI yang beralamat di Jalan raya Pondok Gede No.11, RT. 1/RW.2, kampung Dukuh, kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur, Rabu (22/2/2023).
Dalam rapat tersebut membahas bagaimana langkah Jamkeswatch kedepan selaku lembaga sosial yang bertindak sebagai pemantau jaminan kesehatan yang ada di Indonesia. Adanya RUU kesehatan, pemberlakuan Kelas Rawat Inap Standart (KRIS), berikut pemadaman beberapa kepesertaan BPJS dalam segmentasi PBI APBD/APBN, DPN Jamkeswatch akan segera melakukan audiensi dengan instansi terkait.
Rapat yang dibuka tepat pukul 13.05 WIB itu dibuka langsung oleh Direktur Eksekutif Jamkeswatch Daryus. Dimana beberapa pengurus DPN Jamkeswatch yang hadir menyampaikan masukan agar segera melakukan pertemuan audiensi dengan instansi kementrian, seperti Kementrian Kesehatan, Kementrian Sosial, Disdukcapil, BPJS Kesehatan, serta Komisi IX DPR RI.
Saat dikonfirmasi Media Perdjoeangan, Direktur Eksekutif Jamkeswatch Daryus menuturkan pasca rapat akan dilakukan kesepakatan di setiap pengurus DPN yang hadir.
“Adanya RUU Kesehatan ini tentunya salah satu beban kami bersama tim dalam menyikapinya. Perlunya audiensi dengan beberapa instansi akan segera dijadwalkan mengingat pentingnya agenda tersebut. Masukan dari setiap daerah tentunya kita tunggu sesuai fakta, data aktualnya seperti apa,” ucap Daryus.
Lebih lanjut Daryus menuturkan akan segera melayangkan surat untuk mengadakan audiensi dengan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) membahas perihal Kelas Rawat Inap Standart (KRIS).
“Pertemuan nanti tanggal 9 Maret 2023 dengan DJSN tentunya akan membahas perihal KRIS yang sudah ramai diberitakan. Setelah itu tanggal 16 Maret 2023 DPN akan segera lakukan audensi dengan Kementrian Sosial (Kemensos) perihal banyaknya peserta BPJS Kesehatan dalam segmentasi PBI yang di Non aktifkan berikut korban PHK yang seharusnya bisa jadi peserta PBI APBD/APBN,” urai Daryus tegas.
Di tempat yang sama Deputi Direktur Hukum dan Advokasi Anggaran Budi Lahmudi SH mengungkapkan pentingnya kembali membedah beberapa regulasi termasuk RUU Kesehatan yang lagi dibahas.
“Rakyat butuh jaminan kesehatan sebagai pelayanan publik yang bisa diakses dengan mudah, dan ramah bukan suatu RUU Kesehatan. Jika RUU Kesehatan mengatur peran posisi BPJS Kesehatan berada di bawah kementrian lembaga tersebut khawatir tidak lagi ada independensinya,” kata Budi dalam rapat DPN Jamkeswatch.
Budi Lahmudi khawatir, BPJS Kesehatan lebih mengutamakan untung tetapi di satu sisi mengabaikan kesejahteraan peserta itu sendiri.
“Pembentukan RUU yang terkesan dilakukan tergesa-gesa, padahal jelas banyak penolakan di berbagai kalangan. Masih banyak lagi regulasi regulasi lainnya yang dirasa merugikan masyarakat sebagai peserta itu sendiri. Jelas ini mengebiri konstitusi yang yang ada, karena saat ini yang dibutuhkan itu bukan suatu RUU yang baru, tetapi peran serta negara dalam memberikan jaminan sosial nasional kepada seluruh rakyat indonesia,” pungkas Budi.
Adanya Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional (BPJS) Kesehatan belum sepenuhnya maksimal dirasakan oleh rakyat. Namun pemerintah sendiri malah membuat kembali sebuah Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan.
Apabila benar ini tujuan pemerintah dengan dikeluarkannya RUU Kesehatan maka tidak menutup kemungkinan DPN Jamkeswatch akan meminta FSPMI sebagai organisasi induk untuk mengeluarkan intruksi melakukan aksi ujuk rasa besar-besaran di setiap kabupaten/kota di seluruh Indonesia untuk menolak RUU tersebut.
Penulis : Jhole
Foto : Jhole