KSPI Minta Pemerintah Tarik RUU Omnibus Law, Fokus COVID-19 dan Merosotnya Rupiah

Jakarta,KPonline – KSPI menilai pemerintah terkesan memaksakan setiap kebijakan ekonomi yang pada dasarnya mementingkan kepentingan para pengusaha dan konglomerat sekalipun tidak memihak rakyak pada umumnya dengan dalih demi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih baik dibanding periode pemerintahan sebelumnya. Hal itu di sampaikan Vice Presiden FSPMI/KSPI Iswan Abdullah

Kepada media Iswan mengatakan semua kebijakan ekonomi yang pro investasi dan pengusaha tersebut nyatanya tak menyelesaikan permasalahan fundamental ekonomi Indonesia yang realisasinya pertumbuhan ekonomi hanya sekitar 5% bahkan tahun ini kata menteri keuangan bisa anjlok 0 %.

Bacaan Lainnya

“Target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan oleh Pemerintah tidak akan tercapai oleh karena pemerintah terlalu fokus mementingkan sisi investasi dengan berbagai kebijakan ekonomi” Ungkapnya

“Tetapi secara bersamaan kebijakan yang telah diambil tersebut menghajar daya beli masyarakat yang nota bene menurunkan konsumsi rumah tangga yang selama ini sebagai faktor pembentuk pertumbuhan ekonomi terbesar dari total pembentuk pertumbuhan ekonomi, sebagai gambaran Konsumsi Rumah tangga di masa pemerintahan SBY berkisar 62%-65% dan pemerintahan Jokowi turun menjadi sekitar 51%-57% sementara sumbangsih investasi dengan berbagai kebijakan ekonomi yang telah diberikan hanya sebesar 31%-33%.”

“Kini dihebohkan lagi dengan kebijakan RUU Omnibus Law yang nuansanya sama dengan berbagai kebijakan ekonomi sebelumnya yang pro investasi dan pengusaha bahkan RUU Omnibus Law lebih Liberal, Kapitalis, Neolib, Brutal dan ekslopitatif bagi tenaga kerja Indonesia.”

Paling tidak sudah ada beberapa kebijakan ekonomi yang telah digelontorkan Pemerintahan Jokowi untuk tujuan investasi bagi pengusaha demi memacu pertumbuhan ekonomi tetapi realisasinya gagal bahkan kondisi ekonomi Indonesia terkini bisa menuju resesi ekonomi kalau pemerintah tidak hati dan bisa memberikan jalan keluarnya.

Menurut Iswan Kebijakan ekonomi Pemerintah Jokowi yang gagal meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang telah diambil adalah:

Pertama, Liberalisasi harga jual BBM dan sehingga diikuti kenaikan harga hampir semua kebutuhan hidup pada bulan oktober tahun 2014.

Kedua, 16 Paket kebijakan ekonomi mulai tahun 2014 sebagai insentif bagi dunia usaha dan investasi.

Ketiga, Kebijakan “Tax Amnesty” pengampunan pajak bagi para konglomerat terutama bagi yang memarkir pundi pundi uangnya di luar negeri.

Keempat, RUU Omnibus Law, berdasar analisis dan kajian beberapa sumber yang tak bisa disebutkan bahwa RUU OMNI BUS LAW ditumpangi penumpang gelap para pengusaha tambang dan Pengusaha Kelapa Sawit yang lahan konsesinya sudah mulai habis serta pengusaha hitam serakah (Greedy) dengan menumpangkan akal bulus kepentingannya dalam RUU Omni Bus Law Cipta Kerja yang kalau kita analisis secara mendalam maka seolah olah untuk cipta lapangan kerja padahal sesungguhnya sangat kapitalis, liberal, neolib dan serakah serta brutal dan eksploitatif terhadap pekerja Indonesia dengan meniadakan perlindungan dan menurunkan kesejahteraan yang sudah didapatkan oleh pekerja/buruh Indonesia selama ini.

“Daripada Bahas RUU Omnibus Law lebih baik fokus menangani pandemi Virus Corona dan biar kondisi ekonomi tidak tambah terpuruk akibat instabilitas gerakan perlawanan penolakan RUU Omni Bus law sehingga pasar merespon negatif

Pos terkait