KSPI : 4 Hal Persoalan Buruh Saat ini

Jakarta, KPonline – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan ribuan buruh lainnya menggelar unjuk rasa, untuk memaksa DPR RI mengadakan Legislatif Review dan membatalkan Undang-undang No.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pada Senin 9 November 2020 didepan gerbang MPR/DPR.

“Hari ini KSPI melakukan aksi di DPR, dalam memperjuangkan agar Undang-undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dibatalkan oleh DPR melalui Legislatif Review, untuk mereview pembahasan Undang-undang ini. Karena undang-undang ini telah merugikan kaum buruh. Terbukti dari awal pembahasan hingga disahkannya undang-undang ini terus mendapatkan protes dari kaum buruh.” tutur Muhammad Rusdi Ketua Harian KSPI saat ditemui awak media seusai pertemuan dengan wakil ketua DPR RI serta fraksi dan jajarannya di halaman gedung DPR RI. 

Setidaknya ada 4 (empat) hal utama yang dipersoalkan oleh KSPI, yaitu :

1. Terkait dengan hal pelatihan lembaga kerja di perusahaan. Menurut Muhammad Rusdi hal ini sebagai pintu masuk bagi perusahaan untuk mewujudkan yang disebut perbudakan modern. Pelatihan kerja melalui lembaga pelatihan kerja yang ada didalam perusahaan, diduga kuat hanya akan memperpanjang masalah pekerja magang, yang sering kali dieksploitasi dan hak-haknya yang dikebiri.

2. Tentang penghapusan Upah Minimum

3. Hilangnya kalimat-kalimat atau pasal-pasal terkait dengan perlindungan terhadap outsourching dan pekerja kontrak. Dan hilangnya batasan jenis pekerjaan dan hilangnya batasan waktu sehingga bisa dipastikan semua jenis pekerjaan bisa di-outsorchingkan.

4. Berkurangnya pesangon dari maksimum 32 menjadi 25 dan faktanya hanya 19 kali upah.

Keempat hal ini adalah upaya untuk menjadikan Undang-undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini sebagai upaya untuk menerapkan Flexibelity Labour Market. Yaitu buruh yang mudah untuk direkrut, upah murah, mudah di-phk, dan tanpa jaminan sosial. “Hal ini jelas akan menghancurkan masa depan buruh dan masa depan anak-anak bangsa,” jelas Rusdi. (Fajar Nur Ikhsan- Fauzi Septianto/Editor : RDW/Foto : Fajar Nur Ikhsan)