Bekasi, KPonline – Buruh di Indonesia menegaskan bahwa mereka tidak akan melakukan demo jika tidak ada kesewenang-wenangan pengusaha yang merugikan mereka.
Ketegasan pemerintah daerah yang membidangi ketenagakerjaan juga dipertanyakan, karena diduga tidak sejalan dengan pemerintah pusat.
Dalam beberapa tahun terakhir, buruh di Indonesia telah menghadapi berbagai tantangan berat, termasuk PHK massal, upah murah, dan aturan yang merugikan. Oleh karena itu, buruh berharap agar pemerintah dapat lebih serius dalam menangani masalah ketenagakerjaan dan membuat kebijakan yang lebih berpihak kepada pekerja.
Tak kunjung selesainya permasalahan di PT.Yamaha Music Manufacturing Asia hingga saat ini menjadi bukti kesewenang-wenangan pengusaha melalui oknum tak mengindahkan anjuran permintaan pemerintah untuk mempekerjakan kembali ketua dan sekretaris PUK SPEE FSPMI PT.YMMA.
Bahkan demo buruh di depan PT. YMMA, Kawasan Industri MM2100, Cikarang Barat, Bekasi, dituding bisa memicu hengkangnya perusahaan ke luar negri.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Elektronik Elektrik Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPEE FSPMI), Abdul Bais, menyebut bahwa aksi buruh di PT Yamaha Music menimbulkan kerugian miliaran rupiah dan mengancam hengkangnya investor ke Vietnam atau Thailand adalah tidak benar.
“Aksi yang dilakukan buruh adalah bentuk perjuangan menuntut hak normatif, bukan tindakan yang merugikan investasi,” tegas Bais.
“Jangan dibalik logika masalahnya. Yang membuat investor lari bukan karena buruh bersuara, tetapi karena ada persoalan ketenagakerjaan yang dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian,” kata Bais dikitip dari khatulistiwanews, Senin (23/6/2025).
FSPMI menegaskan bahwa aksi lanjutan di PT Yamaha Music dilakukan karena adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ketua dan sekretaris serikat pekerja di perusahaan tersebut. Buruh menuntut agar PHK tersebut dibatalkan dan para pengurus dipekerjakan kembali.
“Justru jika persoalan ini tidak diselesaikan, iklim usaha akan semakin tidak sehat. Kami ingin investasi yang berkelanjutan dan berkeadilan, bukan investasi yang membiarkan buruh diperlakukan semena-mena,” lanjut Bais. (Yanto