Kerasnya Pagar Kebijakan Rumah Sakit

Ambulance PKC Kebon Jeruk menjemput pasien an.Virgi dilokasi lapak penampungan pemulung. Jl. Sinan kelurahan Srengseng Kembangan Jakarta Barat..

Bogor, KPonline – Di rumah kediaman Supangat, sudah 3 hari ini Joni tergeletak lemas karena demam tinggi. Padahal dia sudah berobat ke klinik 24 jam yang ada di wilayah Cibinong. Saat ini obat-obatan yang dia dapat dari klinik sudah habis, akan tetapi demam tinggi dan lemah tubuhnya belum juga pulih.

Melihat kondisi adiknya yang belum juga membaik, selepas Isya’ sang kakak membawa Joni ke salah satu rumah sakit yang berada di daerah Ciluar, Bogor. Dengan menggunakan jaminan kesehatan dari BPJS Kesehatan yang Joni peroleh dari tempat kerjanya disalah satu pabrik didaerah Citeureup, Bogor.

“Silahkan ke pendaftaran Rawat Inap BPJS di ruangan depan ya Pak,” pinta salah seorang perawat IGD ke Supangat, sambil memapah Joni naik ke tempat tidur perawatan IGD.

Supangat segera mengisi formulir yang disediakan oleh bagian pendaftaran tersebut.

“Yang dirasakan apa Mas?” terdengar dokter jaga melakukan observasi sebelum diambil sample darah untuk di cek di laboratorium.

“Hasil cek laboratorium kira-kira 30 menitan ya Pak,” kata salah seorang suster kepada Supangat.

Nampak waktu di jam dinding ruang IGD menunjukkan pukul 20.30 WIB. Saat itu pula Arief Rahman salah seorang relawan Jamkeswatch Bogor muncul, yang sejak tadi sore diminta untuk membantu advokasi BPJS via telephone.

“Gimana kondisi pasien? Sudah ada penanganan belum dari dokter jaga IGD?” Tanya Arief kepada Supangat, sambil memperhatikan kondisi Joni yang masih lemas di tempat tidur IGD.

“Sudah di cek oleh dokter jaga baru saja. Sudah diambil darahnya juga buat dicek di laboratorium. Sekarang tinggal tunggu hasil laboratorium,” jelas Supangat.

Setelah beberapa menit, terdengar panggilan dokter jaga IGD agar keluarga pasien mendapat keterangan tentang hasil cek laboratorium.

“Hasil lab menunjukkan trombositnya seratus dua puluh ribu pak, sedangkan normalnya dikisaran diatas seratus lima puluh ribu,“ jelas dokter jaga ke Supangat.

“Berarti positif demam berdarah ya Dok? Harus rawat inap ya Dok?” Sela Supangat menanggapi penjelasan dokter tersebut.

“Kalau saya menyarankan dirawat inap, walaupun ada beberapa rumah sakit yang tidak akan menyarankan untuk dirawat inap dengan nilai segitu,” tutur dokter jaga.

“Prosedur rawat inap menggunakan BPJS Kesehatan seperti apa Dok?” Tanya Supangat dengan harapan agar adiknya bisa langsung masuk kamar perawatan.

“Maaf Pak, kalau mau dirawat di sini, sedang tidak ada dokter penyakit dalam. Dokternya sedang cuti, artinya pasien harus dirujuk ke Rumah Sakit lainnya Pak ” jelas dokter.

“Kita cari sama-sama ya Pak. Nanti kita coba hubungi RSUD dan rumah sakit-rumah sakit yang ada di seputaran Bogor,” jelas dokter jaga lebih lanjut.

“Gimana ini Bang? Loh kok harus dirujuk ke rumah sakit lain segala? Kan bisa dirawat disini?” Tanya Supangat kepada Arif di sela-sela waktu menunggu konfirmasi rumah sakit rujukan.

“Ah, yang seperti ini mah sudah biasa di rumah sakit ini. Padahal kalau tidak ada dokter penyakit dalam, padahal kan bisa konsultasi via telephone. Lihat aja, habis ini pasti dikendalakan masalah mobil ambulance buat bawa pasien ke RS rujukannya. Sudah biasa disini Bang kayak gini,” ungkap Arief dengan nada dan intonasi yang agak naik.

Sekira pukul 23.00 WIB, terkonfirmasi bahwa salah satu Rumah Sakit milik Pemerintah di Bogor yang bisa dirujuk untuk pasien. Karena memang sesuai info dari kawan-kawan Jamkeswatch Bogor yang kala ini sedang berkumpul di Cibinong, menyatakan seluruh kamar di RSUD penuh.

“Tuh lihat, kamar sudah full di RSUD, sedangkan kalau di Rumah Sakit yang lain, pasien dengan nilai trombosit segitu tidak akan di rawat inap,” ungkap Arief Rachman seraya memperlihatkan percakapan di grup Whatsapp Jamkeswatch Bogor.

Dan tiba-tiba, “Bapak, tolong ke bagian kasir ya Pak. Buat pembayaran Ambulance,“ pinta suster bagian IGD sambil memberikan selembar kwitansi kepada Supangat untuk permintaan pengadaan mobil ambulance.

“Untuk permintaan mobil ambulance tidak di tanggung oleh BPJS ya Pak, jadi Bapak harus membayar Rp 450.000,“ ungkap kasir.

Alangkah kaget bukan kepalang Supangat, “Sebentar, sebentar Mbak, bukannya apapun yang sudah direkomendasikan oleh dokter, ditanggung oleh BPJS Kesehatan semuanya?” Tanya Supangat yang didampingi Arief.

“Maaf Pak, saya hanya menjalankan apa yang sudah menjadi peraturan rumah sakit ini, bahwa untuk mengantar rujukan BPJS Kesehatan yang menggunakan mobil ambulance diberlakukan biaya tersendiri ” bela sang kasir.

“Bener nih Mas, saya pastikan lagi ya, apakah rumah sakit ini memberlakukan biaya untuk mobil ambulance untuk membawa pasien rujukan BPJS Kesehatan ? Saya juga mau hubungi pihak management rumah sakit ini ya Mas,“ tegas Arief Rachman dengan nada sedikit mengancam.

“Sebentar Pak, ini saya sudah menghubungi pimpinan saya. Menurut beliau dikenakan tarif Rp 4.000 per kilometer dan Rp 50.000 untuk bahan bakar, jadi kalau dari sini ke rumah sakit milik Pemerintah yang ada di Bogor, kurang lebih 8 km, tinggal dikali aja Pak, 8 km x Rp 4000 = Rp 32.000 ditambah Rp 50.000, jadi semua hanya Rp 82.000 Pak,” penjelasan kasir.

“Loh, jadi yang berlaku yang mana Mas? Tadi katanya kita harus bayar Rp. 450.000. Sekarang kita disuruh bayar Rp. 82.000? Pokoknya mobil ambulance ditanggung BPJS. Jangan mencla-mencle gitu mas!” Dengan muka yang berusaha meredam marah Supangat menolak.

“Maaf ya Mas, jangan menyalahkan pihak manapun ya Mas. Kalau besok pagi kejadian ini jadi ‘rame’, karena saya sudah info ke grup Jamkeswatch, dan besok akan saya viralkan melalui media,” Arief mulai geram.

“Oke Pak. Baru saja saya juga sudah komunikasi dengan pimpinan rumah sakit serta dokter jaga IGD, dan Bapak sekarang tinggal tanda tangan di form ini dan setelah itu langsung siap-siap untuk diantar mobil ambulance,” jelas kasir sambil menyerahkan formulir untuk mobil ambulance.

“Tuh kan, apa saya bilang. Di rumah sakit ini mah udah biasa seperti ini. Pasien seolah-olah diombang-ambingkan dengan segala peraturan rumah sakit,” geram Arief Rahman seraya mengajak Supangat untuk mempersiapkan keberangkatan adiknya ke salah satu rumah sakit milik Pemerintah di Bogor. (Pion Kbm ; Arief Rachman)