Kasus Gagal Bayar Bumiputera, Komisi IV DPRD Batam Pertanyaan Peranan OJK

M. Mustofa - Komisi IV DPRD Kota Batam

Batam,KPonline – Hingga kini Permasalahan nasabah Asuransi Jiwa Bersama atau AJB Bumi Putera belum juga menemui titik terang.

Sejumlah nasabah masih berjuang untuk menuntut pembayaran polis yang sudah jatuh tempo

Bacaan Lainnya

Dalam Rapat Dengar Pendapat di DPRD Batam, Anggota komisi IV DPRD kota Batam Mochamat Mustofa mengatakan bahwa kasus gagal bayar polis asuransi Bumiputera di sinyalir karena mereka tidak punya uang pada saat ini.

” Kalau ada (uangnya) seharusnya kasus ini tidak terjadi. ” Ungkapnya

Mustofa juga meminta pihak OJK melaporkan kepada nasabah AJB Bumiputera investasi mana saja yang gagal sehingga menyebabkan Bumiputera tidak bisa membayar polis nasabahnya yang jatuh tempo.

Ia juga heran kenapa OJK memberikan ijin kepada perusahaan di bawah Bumiputera untuk menjual polis lagi padahal Bumiputera sendiri sudah di bekukan.

“Ada apa OJK dan Bumiputera?” Tanyanya kepada Perwakilan OJK Batam dan kepala kantor Wilayah Bumiputera Batam yang hadir di ruangan tersebut.

Seperti di ketahui Kasus gagal bayar nasabah AJB Bumiputera sudah terjadi sejak tahun 2018.

Diperkirakan ada ratusan klaim polis yang tidak dapat dibayarkan AJB Bumiputera 1912. Nilai klaim beragam nilai dan bahkan mencapai ratusan juta rupiah per polis.

Catatan redaksi AJB Bumiputera tercatat memiliki utang klaim hingga Rp 12 Triliun pada akhir 2020. Sementara pembayaran klaim pada tahun lalu, baru senilai Rp 500 Juta.

Para nasabah gagal bayar AJB Bumiputera 1912 pun sudah beberapa kali melakukan aksi demonstrasi di Kantor Cabang Nagoya, juga di Kantor OJK Kepri, tetapi tidak membuahkan hasil.

Badan Perlindungan Konsumen Nasional atau BPKN mengkritisi berbagai kasus gagal bayar pada berbagai perusahaan asuransi besar. Ini diyakini akan merusak imej keseluruhan industri asuransi dan menjadi runtuh.

Krisis likuiditas yang terjadi di Jiwasraya, AJB Bumiputera 1912, dan Asuransi Kresna Life adalah kasus sektor keuangan yang menjadi sorotan publik dan sangat merugikan konsumen.

Sementara Pemerintah dalam Perpres No.50/2017 tentang Strategi Nasional Perlindungan Konsumen, sudah menetapkan sektor keuangan sebagai salah satu sektor prioritasnya.

Konsumen memiliki hak atas perlindungan untuk klaim asuransi dari penanggung (perusahaan asuransi). Dalam Pasal 4 huruf d, e, h UUPK jo. Pasal 1 butir 1 UU No.40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dan kewajiban bagi penanggung (perusahaan asuransi) memenuhi apa yang menjadi hak konsumen (Pasal 7 huruf a, f, g UUPK). Dimana UU Perlindungan Konsumen atau UUPK adalah payung hukum dalam perlindungan konsumen

(Ete)

 

 

 

Pos terkait