Surabaya, KPonline – Audiensi KSPI Jawa Timur dengan perwakilan Pemprov Jatim yang berlangsung saat aksi 810 di Gedung Negara Grahadi beberapa hari yang lalu, turut membuahkan sebuah catatan kecil yang cukup menohok bagi warga Jawa Timur.
Hal itu terjadi ketika Sekretaris KSPI Jawa Timur, Jazuli, memaparkan seluruh hasil kunjungannya beberapa waktu yang lalu ke Istana Negara – Jakarta, kepada perwakilan peserta yang hadir dalam audiensi saat itu, terkait dampak negatif kebijakan PP 78 tahun 2015 kepada rakyat Jawa Timur.
Dalam kesempatan tersebut, pria yang juga masuk dalam anggota team 12 yang dibentuk langsung oleh Gubernur untuk menangani permasalahan disparitas di Jawa Timur ini, menjelaskan bahwa saat berada di Istana Negara, team 12 secara langsung ditemui oleh staff kepresidenan, Moeldoko.
Baca juga: Presiden Jokowi Isyaratkan Kecewa Terhadap PP 78/2015, Buruh Desak Menaker Mundur
Didalam pertemuan tersebut, Jazuli secara gamblang menceritakan dampak negatif atas adanya kebijakan PP 78 tahun 2015, yang intinya telah mengakibatkan disparitas/kesenjangan upah tiap tahunnya, antara wilayah ring 1 dengan lainnya, yang semakin tahun semakin bertambah lebar.
Hal itu tidak lain disebabkan oleh rumusan penghitungan upah yang saat ini menggunakan PP 78/2015, dinilai telah menghilangkan salah satu unsur yang sangat penting bagi terciptanya upah yang relevan di tiap-tiap daerah, yakni survey Komponen Hidup Layak (KHL).
Dan Moeldoko selaku orang yang ditunjuk oleh presiden Jokowi, untuk menemui team 12 pun merasa kaget dan tidak menyangka, bahwa kebijakan tersebut telah merugikan masyarakat.
“Staff presiden pun saat kita berikan penjelasan terkait dampak regulasi PP 78/2015, tak percaya jika kebijakan ini merugikan masyarakat.” Ujar Jazuli, saat memberikan penjelasan kepada seluruh peserta audiensi saat itu.
Baca juga: Buruh Minta PP 78/2015 Dicabut, Bukan Menerbitkan Perpres 20/2018
Menurut, Jazuli, sebenarnya presiden Jokowi pun juga merasa resah dengan kebijakan ini (PP 78/2015), dimana hal ini telah mengakibatkan teejadinya disparitas upah antar daerah menjadi sangat tinggi.
Orang nomer 1 di Republik Indonesia ini pun, bahkan mencontohkan antara UMK Solo dengan DKI Jakarta yang berbeda jauh. Hal ini disampaikan oleh beliau melalui Kementerian Ketenagakerjaan RI, saat audiensi dengan Tim 12 beberapa waktu lalu.
Dan saat ditanya oleh team 12, apakah pemerintah pusat juga selalu mengintervensi pemerintah daerah, jika dalam suatu wilayah, berani menggunakan rumusan upah diluar PP 78/2015, ternyata jawabnya pun di luar dugaan.
“Ternyata, pemerintah pusat tidak pernah mengintervensi pemerintah daerah, dan mempersilahkan jika ada suatu wilayah di Indonesia, yang memakai rumusan penghitungan upah dengan menggunakan survey KHL sebagaimana di atur PP 78/2015.” Ujar Jazuli, saat menjelaskan hasil pertemuan team 12 dengan Kementerian Ketenagakerjaan RI.
Baca juga: Pilih Pemimpin Yang Berani Tolak PP 78
“Penghitungan upah bukan hanya terpaku berdasarkan pada pengkalian UMK tahun berjalan dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi saja, terlebih lagi bila hasil survey diketahui lebih tinggi daripada hasil pengkalian tersebut, maka hal itu juga harus di pertimbangkan dan dijalankan.” Lanjut Jazuli.
“Dan pada prinsipnya pemerintah daerah memiliki hak otonom untuk mengatur kebijakan terkait kesejahteraan masyarakat, terutama masalah ketenagakerjaan, hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 18 B ayat (1) UUD 1945 jo UU No. 32 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.” Tambah Jazuli.
Hal ini sekaligus mementahkan stigma yang beredar selama ini di pemerintahan provinsi Jawa Timur, yang dimana Gubernur Jawa Timur, selaku pemegang kebijakan utama terkait upah, yang selalu merasa tidak memiliki keberanian untuk menetapkan upah diluar rumusan PP 78/2015, karena takut dapat sanksi dari pemerintah pusat.
Dengan adanya penjelasan dari Kementrian Ketenagakerjaan melalui team 12 seperti diatas tadi, diharapkan Gubernur Jawa Timur, Soekarwo ataupun Gubernur yang telah terpilih nanti di Jawa Timur, kedepannya berani melakukan gebrakan terkait penetapan UMK Jatim dengan tetap memperhatikan survey Komponen Hidup Layak (KHL) di tiap daerah masing-masing. (Bobby)
Baca juga: Catatan Akhir Tahun 2017: PP 78/2015 Terbukti Makin Memiskinkan