Angkat Isu Bidang Kesehatan, Nuruddin Hidayat Juga Tuntut BPRS Segera Dibentuk

Surabaya, KPonline – Persoalan jaminan sosial dalam pemerintahan wilayah Jawa Timur, selama ini memang masih menjadi salah satu perhatian yang sangat penting bagi KSPI Jawa Timur.

Hal itu disebabkan oleh sikap pemerintah provinsi Jawa Timur, yang hingga saat ini belum mau untuk merespon positif, segala tuntutan maupun aspirasi yang dibawa KSPI Jawa Timur.

Bacaan Lainnya

Yang salah satunya adalah, mengintegrasikan program Jamkesda tingkat provinsi,nya Jatim, kedalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN-KIS) melalui BPJS Kesehatan selaku operator penyelenggara jaminan sosial, sesuai arahan regulasi Inpres No. 8 tahun 2017 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program JKN.

Yang dimana hal itu dilakukan, bertujuan agar seluruh rakyat Jawa Timur yang hingga saat ini belum terdaftar/tercover sebagai peserta JKN-KIS, baik Mandiri, PBI Daerah maupun PBI Nasional, bisa terdaftar di kategori PBI Provinsi, yang tentunya dengan biaya dan anggaran yang dialokasikan dari program Jamkesda Provinsi tersebut.

Nuruddin Hidayat, selaku perwakilan DPW FSPMI Jawa Timur, dalam agenda audiensi saat aksi 8/10, beberapa hari yang lalu pun turut angkat bicara.

“Jika boleh jujur ya Pak, program jaminan kesehatan yang di canangkan Pakde Karwo, hingga saat ini banyak ‘mbreset,e’ alias belum banyak yang terwujud, salah satunya terkait cakupan semesta atau Universal Health Coverage (UHC), kapan seluruh warga Jawa Timur terdaftar di kepesertaan BPJS Kesehatan?.” Ujar Nurrudin Hidayat.

Di sisi lain, seiring semakin bertambah banyaknya rumah sakit yang ada di Provinsi Jawa Timur, dan agar kedepannya juga berguna bagi pengawasan dan peningkatan pelayanan pasien di setiap rumah sakit, maka Gubernur Jawa Timur, Soekarwo, seharusnya sudah membentuk Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) tingkat provinsi.

“Se-Indonesia, hanya di Jawa Timurlah yang tidak mempunyai BPRS, padahal jika mengacu Pasal 23 PP No. 49 tahun 2013 tentang BPRS, dimana Provinsi Jawa Timur yang sudah memiliki lebih dari 10 rumah sakit, semestinya Gubernur Jatim sudah harus membentuk BPRS.” Ujar Nurrudin.

Selain kedua hal diatas, Nurrudin Hidayat juga sempat berpesan kepada Kadisnaker Provinsi Jawa Timur, Himawan, yang pada saat audiensi beliau juga hadir.

Nurrudin mengatakan Disnaker selaku badan yang membidangi ketenagakerjaan di Jatim, dihimbau agar segera menekan para pemberi kerja yang secara nyata-nyata, belum mendaftarkan para pekerja/buruhnya di program BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan, dan jika melanggar sudah ada sanksi bagi pemberi kerja, yakni pidana 8 (delapan) tahun, dan denda 1 milyar.

Dalam regulasi pun jelas mengatakan, tenggat/batas waktu terakhir agar seluruh pekerja (100%) bisa di daftarkan di program BPJS Kesehatan oleh pemberi kerjanya, yakni sejak tanggal 1 Januari 2015, kemarin. Sedangkan 1 Januari 2016 adalah batas waktu akhir, untuk supaya setiap pemberi kerja, mendaftarkan seluruh pekerja/buruhnya kedalam program BPJS Ketenagakerjaan.

“Saya harap, Disnaker Provinsi Jawa Timur bisa segera memprogres permasalahan tersebut, mengingat batas deadline terakhir sudah lewat 3 tahun berjalan, karena jika tidak diperhatikan, maka buruh/pekerja lah yang nanti menjadi korban.” Tambah Nurrudin.

Harapannya, terkait permasalahan jaminan sosial yang ada di Jawa Timur, pemprov bisa segera merealisasikan hal ini, karena jaminan sosial di bidang kesehatan adalah salah satu faktor penting, agar di Jawa Timur, tercipta masyarakat yang sehat dan sejahtera.

(Bobby – Surabaya)

Pos terkait