JKN dan Sinergi Pelayanan Kesehatan pada Rakyat

Jakarta, KPonline – Tahun 2017 merupakan tahun ke 4 (empat) pelaksana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebagai mana tercantum pada pasal 6 UU 24 tahun 2011 tentang BPJS, dimana BPJS Kesehatan diamanatkan menjadi penyelengara program negara tersebut agar dapat memberikan manfaat jaminan kesehatan dasar pada peserta. Roadmap yang disusun oleh DJSN mengamanatkan agar cakupan kepesertaan JKN pada tahun 2019 bisa mencakup seluruh rakyat Indonesia atau dalam istilahnya Universal Health Coverage (UHC) 2019 dimana paling tidak 95 % penduduk Indonesia bisa dilindungi oleh JKN dengan menjadi peserta aktif BPJS Kesehatan yang membayarkan iuran setiap bulannya secara tertib.

Sampai desember 2016 , sejumlah 2.068 rumah sakit dan klinik utama, baik rumah sakit milik pemerintah ataupun swasta dan sejumlah 20.708 fasilitas kesehatan tingkat pertama (puskesmas dan klinik) serta 3.094 fasilitas pendukung (apotek dan optik) telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan untuk memberikan pelayanan pada peserta JKN yang jumlahnya 171.939.254 jiwa atau kira kira 67 % dari jumlah penduduk Indonesia.

Bacaan Lainnya

Ada 4 (empat) hal utama yang harus dipahami oleh peserta JKN dan Fasilitas Kesehatan dalam administrasi program JKN agar bisa berlangsung sukses dan bisa terus memberikan pelayanan kesehatan yang optimal dan terjangkau.

Pertama adalah rujukan berjenjang ,terdapat 3 (tiga) peraturan tentang rujukan berjenjang yaitu Permenkes no. 1 tahun 2012, pasal 29 Perpres no. 12 tahun 2013 tentang JKN dan pasal 15 Permenkes No. 71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan dalam. Dalam Perpres No. 12 tahun 2013 dijelaskan bahwa peserta BPJS kesehatan harus memperoleh pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) tempat peserta terdaftar, namun hal tersebut tidak berlaku jika peserta di luar kota ataupun dalam keadaan gawat darurat. Dalam hal peserta memerlukan perawatan tingkat lanjutan maka FKTP harus merujuk ke fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL) dengan sistem rujukan yang diatur pada pasal 15 Permenkes No. 71 tahun 2013 yang menerangkan bahwa pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat menerima rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama dan pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat menerima rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua dan tingkat pertama kecuali pada keadaan gawat darurat, kekhususan permasalahan kesehatan pasien, pertimbangan geografis, dan pertimbangan ketersediaan fasilitas. Apabila FKRTL yang diwakili oleh dokter spesialis/ sub-spesialis memberikan surat keterangan bahwa pasien masih memerlukan perawatan di FKRTL tersebut maka untuk kunjungan selanjutnya pasien dapat langsung datang ke FKRTL dengan membawa surat keterangan tersebut. Namun apabila dokter spesialis ataupun sub-spesialis memberikan surat keterangan rujuk balik maka untuk perawatan selanjutnya pasien langsung ke FKTP.

Kedua adalah sistem pembayaran di FKRTL, sistem pembayaran JKN oleh BPJS kesehatan kepada FKTP dan FKRTL diatur dalam pasal 39 Perpres No. 12 tahun 2013, yang telah dirubah menjadi Perppres no 28 tahun 2016 BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada FKTP dengan berdasarkan kapitasi atas dasar jumlah jumlah peserta yang terdaftar di FKTP dan sistem pembayaran oleh BPJS kesehatan kepada FKRTL berdasarkan cara Indonesian’s Case Base Group (INA-CBG’s) di mana besaran kapitasi dan INA-CBG’s akan ditinjau oleh menteri sekurang-kurangnya tiap 2 (dua) tahun sekali.

Tarif INA-CBG’s adalah besaran pembayaran klaim pada FKRTL atas dasar paket layanan yang didasarkan pada pengelompokan diagnosis penyakit dimana paket layanan yang dimaksud di sini meliputi seluruh pelayanan termasuk konsultasi dokter, akomodasi, tindakan, pemeriksaan penunjang, alat kesehatan, obat, darah dan pelayanan lain yang termasuk adalam paket INA-CBG’s yang diatur dalam PMK No. 28 tahun 2014 Bab V poin A.7 tentang Pedoman Pelaksanaan Program JKN, dalam PMK tersebut disebutkan pula bahwa FKTP dan FKRTL mempunyai larangan untuk menarik iur biaya kepada peserta selama mendapatkan pelayanan sesuai dengan haknya. Larangan menarik iur biaya dalam hal adanya kebutuhan obat lain di luar formularium nasional yang tidak boleh dibebankan kepada peserta.

Ketiga adalah pelayanan di luar paket INA-CBG’s, terdapat beberapa pelayanan yang berada diluar paket INA-CBG’s di antaranya adalah alat kesehatan di luar paket INA-CBG’s, obat di luar paket INA-CBG’s, pelayanan CAPD, dan pelayanan ambulan. Alat kesehatan di luar paket INA-CBG’s akan dibayar dengan klaim tersendiri yang ditetapkan oleh menteri. Beberapa alat kesehatan yang berada di luar paket INA-CBG’s adalah kaca mata, alat bantu dengar, protesa alat gerak, protesa gigi, korset tulang belakang, collar neck, dan kruk dengan tarif klaim dan ketentuan masing-masing. Pelayanan lainnya di luar paket INA-CBG’s adalah obat-obatan tertentu di luar paket INA-CBG’s yaitu obat-obat penyakit kronis non-stabil, obat kemoterapi dan top up pelayanan hemophilia.

Keempat adalah pengajuan klaim dan pembayaran ,fasilitas kesehatan mengajukan klaim setiap bulannya secara regular paling lambat tanggal 10 ( sepuluh )bulan berikutnya, kecuali kapitasi tidak perlu diajukan klaim oleh fasilitas kesehatan. Klaim yang telah diajukan fasilitas kesehatan selanjutnya akan dilakukan verifikasi oleh verifikator BPJS Kesehatan yang tujuannya untuk menguji kebenaran administrasi pertanggungjawaban pelayanan yang telah dilaksanakan oleh fasilitas kesehatan. Setelah berkas klaim lengkap diterima , menurut Permenkes No. 71 tahun 2013 dan PMK No.28 tahun 2014 BPJS Kesehatan wajib melakukan pembayaran klaim paling lambat 15 (lima belas) hari kerja.

Dengan melihat sinergi yang penting antara BPJS Kesehatan dan Fasilitas Kesehatan dalam memberikan pelayanan pada peserta maka perlu dilakukan komunkasi secara intensif khususnya terkait dengan standar tariff pelayanan JKN yang sudah mengalami 5 (lima) kali perubahan mulai dari PMK 59/2015 jadi PMK 12/2016 dirubah jadi PMK 52 /2016 dirubah jadi PMK 64/2016 dan terakhir dirubah menjadi PMK 4 /2017 dimana intinya adalah sesuai dengan tujuan agar faskes bisa terus berjalan dengan baik dari segi keuangan dan terus bisa meningkatkan pelayanan pada para peserta sehingga bila pelayanan bisa baik maka rakyat yang belum ikut dalam program JKN bisa segera mendaftar jadi peserta selagi masih sehat agar bila mendapatkan perlindungan kesehatan bila satu saat megalami sakit.

Hal yang lebih penting adalah tetap menjalani hidup sehat agar bisa beraktivitas secara baik dan bisa menolong peserta yang sakit melalui iuran bulanan. Bila hal ini disadari oleh seluruh rakyat Indonesia dengan ikut bergotong royong dalam mendanai JKN maka diharapkan pada saatnya nanti bangsa Indonesia dapat produktif dan bermartabat .

Wallahualam

Oleh: Roni Febrianto
Penulis adalah Dewan Pengawas BPJS Kesehatan

Pos terkait