Jika Ada yang Berkata Upah Indonesia Sudah Tinggi

Jakarta, KPonline – Ada yang bertanya. Mengapa buruh selalu berteriak upah murah? Padahal tidak sedikit yang memiliki mobil, motor, dan rumah yang mewah.

Sebagian yang lain mengatakan, lebih baik kerja yang rajin. Nanti kalau kerjanya rajin, pengusaha pasti akan memberikan tambahan bonus.

Tentu saja, saya tidak akan melarang jika ada yang beranggapan upah di Indonesia saat ini sudah sedemikian tinggi. Termasuk jika yang beranggapan seperti itu adalah buruh. Orang yang hidup dari upah.

Toh ketika perjuangan serikat buruh agar upah naik berhasil, tidak ada tuh yang bilang, “Upah saya tidak usah naik. Cukup sekian saja.” Atau, “Kenaikan upah saya buat serikat saja. Saya nggak mau naik upah gara-gara perjuangan serikat.”

Jika mau jujur mengakui, kenaikan upah minimum hingga bisa sampai pada titik ini adalah buah dari perjuangan serikat buruh. Terutama periode 2012 – 2014, ketika saat itu kaum buruh melakukan pemogokan nasional dan penutupan jalan tol yang berhasil mendorong kebaikan upah relatif besar. Hingga kemudian rezim Jokowi membatasi kenaikan upah melalui PP 78/2015.

Jika saja tidak ada perjuangan serikat buruh, niscaya upah buruh Indonesia tidak setinggi saat ini.

“Buruh sudah banyak yang membeli mobil, motor, dan rumah. Upah tidak lagi murah,” kata mereka.

Baiklah. Apa yang salah jika buruh bisa membeli mobil, motor, dan rumah? Tidak ada yang salah. Hak yang wajar. Toh mereka bekerja.

Masalahnya, berapa banyak buruh yang bisa memiliki kesempatan membeli barang-barang mahal itu? Berapa jam ia harus lembur, melakukan penghematan, kerja sampingan, dan hutang sana-sini untuk memenuhi kebutuhan hidup?

Jujurlah pada diri sendiri. Dengan upah minimum di Indonesia yang rata-rata tidak lebih dari 2 juta, jauh lebih banyak buruh yang belum sejahtera. Tinggal di kontrakan, berdesakan di lingkungan kumuh, dan tentu saja, tidak mampu membeli rumah maupun mobil.

Jika harus membeli motor, itu pun karena terpaksa. Sebab tidak adanya transportasi publik yang memadai ke tempat kerja. Daripada ongkos membengkak, mereka bela-belain kredit motor.

Agar adil, bandingkan upah Indonesia dengan negara-negara lain (lihat tabel). Tidak usah dengan Jepang dan Australia, kejauhan. Dengan Filipina, Malaysia, dan Vietnam pun kita kalah. Apalagi Thailand dan Singapura.

Rajin dan berdedikasi pada perusahaan adalah kewajiban buruh. Tetapi jangan salah, upah adalah hak.

Nilai lebih dari barang dan jasa merupakan buah dari tangan terampil para pekerja. Maka menuntut hak atas upah yang adil dan layak tidak sama dengan pengemis.

Kesadaran buruh atas haknya justru menjadi bukti buruh yang bermartabat. Buruh yang sadar bahwa ia adalah manusia, yang harus dihargai selayaknya manusia.

Tidak sedikit yang mengabdi dengan sepenuh hati, tapi seumur-umur statusnya karyawan kontrak. Tak sedikit yang upahnya murah, bahkan di bawah upah minimum.

Jika masih ada yang mengatakan upah Indonesia sudah tinggi, baiklah, semoga yang mengatakan itu upahnya segitu-gitu saja. Tidak naik. Tetapi kami akan terus berjuang agar upah Indonesia layak. Minimal setara dengan Sungapura.