Bogor, KPonline – “Gua mao jualan jengkol nanti. Jangan diliat dagangannya atau katanya untungnya kecil. Kita maen partai besar. Biar kata cuman untung seribu perak, klo 5 kwintal berapa. Kalo satu ton? Udah berapa duit?” ujar Bejo di saat bincang-bincang malam, disela-sela istirahat shift malam yang cukup melelahkan.
Selain beratnya pekerjaan, lelah pikiran membuat kami hampir gila untuk memikirkannya terus menerus. 5 hari lagi akan ada pengumuman secara resmi penutupan pabrik. Dengan segala upaya dan semangat yang tersisa, seluruh karyawan tetap terus berkarya, menghasilkan produk-produk terbaik. Gila. Iya memang gila. Sudah tahu pabrik mau tutup, tapi semangat kami dalam bekerja tak pernah mengendur sedikit pun. Selangkah pun tidak. Karena kami yakin, ada secercah cahaya di ujung sana. Ada manis yang akan kami reguk bersama, jika kami terus berkarya memberikan terbaik.
Beberapa orang kawan tertawa seraya membelalakan mata. Karena bagaimana mungkin, jengkol yang bau dan katanya makruh sebagian orang itu, dapat menjanjikan keuntungan. Ya, beberapa orang kawan memang sudah memikirkan sejak dini, apa yang akan dilakukan jika ter-PHK nanti. Sebagian lagi masih pusing dengan urusan hutang dan pinjaman koperasi. Sebagian lagi, entah apa yang mereka pikirkan.
Usaha dagang atau usaha jasa setelah ter-PHK mungkin salah dua jalan yang mesti ditempuh oleh buruh-buruh yang terputus hubungan kerjanya. Investasi yang menjanjikan atau membangun usaha bersama atau membangun koperasi secara bersama-sama, mungkin juga bisa menjadi alternatif pilihan. Yang penting, halal! Kalau pun hanya sedikit memberikan keuntungan, setidaknya anak-anak dan istri dirumah, tidak kelaparan.
Jengkol mungkin bau. Tapi bisa saja akan berubah menjadi wangi, tatkala dirinya berubah menjadi laba. Keuntungan dalam berniaga dalam bentuk lembaran-lembaran uang, sepertinya akan sebanding dengan bau menyengat dari jengkol. Apa yang menurut oleh sebagian orang “menjijikan”, bisa saja menjadi “berkah” bagi sebagian lainnya. (RDW)