Jamkewatch Kritisi Permensos 92/2021 Yang Menghapus 9 Juta Penerimaan Bantuan Iuran

Jakarta, KPonline – Relawan Jamkeswatch atau relawan pengawas jaminan kesehatan dibawah naungan FSPMI KSPI terus melakukan pengawasan terhadap berlangsungnya Jaminan Kesehatan Nasioanal (JKN). Baik itu bersifat regulasi maupun pelayanan di Rumah Sakit.

Belum lama ini terbit Permensos no 92/HUK/2021 yangg isinya menonaktifkan 9 juta peserta Penerimaan Bantuan Iuran Kartu Indonesia Sehat (PBI KIS) APBN.

Bacaan Lainnya

“Kami melihat perlu adanya kritik sosial dan juga sebagai fungsi kontrol masyarakat terhadap regulasi yang menurut pandangan kami sangat merugikan rakyat kecil sebagai peserta BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI) APBN, karena di tengah masa sulit akibat pendemi Covid 19 ini banyak pekerja yang di PHK, pekerja kontrak maupun outsourching yang tidak diperpanjang, pedagang yang gulung tikar dan banyak lagi yang mengakibatkan peserta KIS APBN yang dinonaktifkan melalui Permensos ini tidak mampu lagi untuk pindah menjadi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) atau yang lebih dikenal sebagai peserta Mandiri.” ulas salah satu direktur Jamkeswatch Nasional, Daryus pada selasa (19/10).

“Seharusnya pemerintah lewat Kememsos mencari solusi yang terbaik bukan malah tiba tiba langsung menonaktifkan para peserta Kis APBN seperti sekarang ini ” lanjutnya.

“Akurasi data kemiskinan sangat dibutuhkan dalam rangka mendukung pengentasan masyarakat dari kemiskinan, berbicara konteks validasi dan akurasi data kemiskinan, paling tidak sistem pembaruan data harus dilaksanakan secara periodik.” kata Daryus mengurai lebih jelas.

Bahkan menurutnya, dalam Undang-undang No. 13 tahun 2011 tentang penanganan fakir miskin mengamanatkan verifikasi dan validasi dikecualikan secara periodik yang telah diatur apabila terjadi situasi dan kondisi tertentu yang baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi seseorang menjadi fakir miskin seperti pandemi yang saat ini sedang melanda Indonesia. Tentu bukan sekedar dari segi jangka waktu verifikasi dan validasi saja tapi mestinya dari segi penilaian kriteria kemiskinan dapat menyesuaikan.

Dalam keterkaitannya dengan keputusan Mensos no.92/HUK/2021 yang mendasar pada pemutakhiran dan pemadanan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sehingga dihapusnya 9 juta penerima bantuan iuran ( PBI ) Daryus berpendapat sebaiknya indikator kemiskinan pun menyesuaikan dengan kondisi saat ini agar relevan disusun lewat kesepakatan bersama para stakeholder.

“Pemutakhiran dan pemadanan data terpadu kesejahteraan sosial ( DTKS ) merupakan keputusan penting yang diambil pemerintah, apalagi dalam bidang kesehatan, penonaktifan kepesertaan PBI jaminan kesehatan sekitar 9 juta peserta tersebut perlu menimbang dan memperhatikan kesehatan masyarakat yang sedang membutuhkan penanganan intensif dan rutin sehingga dapat mengurangi resiko dan tidak membahayakan nyawa rakyatnya sendiri.” paparnya.

Daryus juga menyampaikan, faktor yang menjadi penghambat senada dengan yang dikatakan oleh anggota Komisi VIII DPR RI Surahman Hidayat yang mengungkapkan, ” permasalahan dalam pemutakhiran Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) adalah belum memadainya
anggaran yang dialokasikan untuk menjalankan kegiatan verifikasi dan validasi (verivali)
data kemiskinan. Anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan verivali DTKS yaitu seringkali tidak memasukkan perhitungan medan dan jarak tempat tinggal penerima manfaat, serta keterbatasan frekuensi angkutan umum menuju tempat tinggal penerima manfaat. Hal ini menggambarkan rentannya sistem pendataan tersebut.

Menimbang sangat signifikannya manfaat PBI jaminan kesehatan maka partisipasi masyarakat dari unsur terkait seperti melalui forum konsultasi publik (FKP) perlu dilakukan. Dimana masyarakat miskin diberi kesempatan untuk ikut memeriksa daftar awal sasaran penerima manfaat program. Pendekatan yang dikenal dengan ’public opinion atau uji publik ini perlu diperluas sampai dengan proses penetapan sasaran, sebagai bagian dari fungsi kontrol. Sehingga dalam konteks partisipasi, maka pelibatan masyarakat tidak sekedar hanya menjadi responden, tetapi bagaimana dapat terlibat sejak dalam proses sosialisasi pendataan, pembentukan tim pendataan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi akhir hasil pendataan.

‘Dalam hal ini Jamkeswatch tidak hanya sekedar mengkritisi, tapi juga siap terjun langsung ke masyarakat membantu mewujudkan pendataan yang partisipatif, transparan, akuntabel untuk menjadikan JKN yang lebih baik lagi karena bagi kami sehat adalah hak rakyat.” pungkas Daryus saat ditemui Media Perdjoeangan di Jakarta (19/10).

(Dir/Jim).

Pos terkait