Inilah Tuntutan Buruh Jatim Kenapa Menggelar Aksi 19/11

Pasuruan, KPonline – Serikat Pekerja/Serikat Buruh se-Jawa Timur yang tergabung dalam Aliansi Serikat Pekerja/Serikat Buruh Jawa Timur berencana melakukan aksi demonstrasi besar-besaran hari ini Kamis, (19/11/2020).

Hasil rapat koordinasi minggu lalu bersama rekan-rekan aktivis buruh setidaknya sudah ada 15 Federasi dan Konfederasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh se Jawa Timur dengan estimasi massa sebanyak 10.000 orang yang akan melakukan aksi demonstrasi di Kantor Gubernur Jawa Timur. 15 Konfederasi dan Federasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh tersebut terdiri dari : KSPSI, KSPI, FSP LEM SPSI, FSP KEP SPSI, FSP RTMM SPSI, FSP KAHUT SPSI, FSP KEP KSPI, FSPMI KSPI, FSP PPMI KSPI, FSP FARKES Rev. KSPI, FSP KAHUTINDO, FSP PRODUKTIVA, SPN, SARBUMUSI, dan FSP FARKES SPSI.

Bacaan Lainnya

Aksi demonstrasi ini bertujuan untuk mengawal penetapan UMK Jatim tahun 2021. Sebagaimana regulasi yang ada bahwa penetapan UMK tahun 2021 di Jawa Timur selambat-lambatnya pada tanggal 20 November 2020.

Buruh/Pekerja mendesak Gubernur Khofifah agar dalam melakukan penetapan UMK tahun 2021 harus mempertimbangkan kebutuhan selama pandemi. Semisal adanya biaya hidup tambahan untuk membeli masker, hand sanitizer, multivitamin, kuota internet untuk anak sekolah secara online, dll. Kebutuhan-kebutuh tersebut setelah kami survei harga maka ketemu nilai sebesar Rp. 600.000,-.

Kenaikan upah harus dapat meningkatkan daya beli guna mendongkrak pertumbuhan ekonomi yang sedang lesu akibat pandemi. Sehingga kenikan upah tidak hanya sekedar nominalnya saja yang bertambah. Maka apabila kenaikan UMK tahun 2021 nanti persentasenya disamakan dengan kanaikan UMP tahun 2021 yang hanya sebesar 5,65%, maka kenaikan UMK khususnya di Ring 1 Jawa Timur rata-rata hanya sebesar Rp. 237.000,-, maka nominal ini hanyalah penyesuaian upah, bukan peningkatan daya beli.

Meski ada Surat Edaran Menaker nomor : M/11/HK.04/X/2020 yang menghendaki tidak ada kenaikan upah minimum, namun Gubernur dalam menetapkan UMK maupun UMSK tidak hanya memperhatikan yuridis formal (SE Menaker) semata, melainkan harus memperhatikan fakta empiris di lapangan. Maka Gubernur Khofifah sepatutnya mengabaikan SE Menaker tersebut, karena tidak ada sejarahnya seorang Kepala Daerah diberikan sanksi oleh Pemerintah Pusat karena mensejahterakan rakyatnya.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dengan ini kami menuntut Gubernur Jawa Timur untuk :

1. Mengabaikan SE Menaker nomor : M/11/HK.04/X/2020 yang mengehendaki tidak ada kenaikan upah minimum pada tahun 2021, sebagaimana yang telah dilakukan Gubernur Khofifah pada saat penetapan upah minimum provinsi (UMP) Jawa Timur tahun 2021.

2. Menaikkan upah minimum kabupaten/kota (UMK) di masing-masing daerah sebesar Rp600.000,-.

3. Menetapkan upah minimum kabupaten/kota (UMK) dan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) secara bersamaan, selambat-lambatnya tanggal 20 November 2020.

4. Merekomendasikan kepada Pemerintah Pusat c.q. Menteri Ketenagakerjaan RI agar merevisi Permenaker No. 18 tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

5. Perkecil disparitas upah minimum di Jawa Timur.

Selain tuntutan kenaikan upah, demonstrasi kali ini juga tetap menyuarakan penolakan terhadap Omnibus Law UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Selain penolakan dengan aksi-aksi demonstrasi, pimpinan ditingkat nasional juga telah melakukan gugatan hukum judicial review di Mahkamah Konstitusi.

(Dede Faisal RA)

Pos terkait