Inilah Titik Pangkal Menghangatnya Isu Revisi UU Ketenagakerjaan

Jakarta, KPonline – Wacana untuk melakukan revisi terhadap Undang-Undang Ketenagakerjaan sebenarnya bukan hal yang baru. Sejak beberapa tahun lalu, undang-undang ini sudah diusulkan untuk direvisi. Namun kalangan buruh menolak, karena revisi terindikasi untuk mengurangi hak-hak pekerja.

Isu revisi kembali menguat pasca pertemuan antara kalangan pengusaha dan Presiden Jokowi. Terlebih ketika Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menyampaikan pernyataan yang fenomenal: “UU dan regulasi naker (tenaga kerja) kita ini kaku seperti kanebo kering.”

Bacaan Lainnya

13 Juni 2019: Bertemu Presiden, Pengusaha Minta Revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan

Inilah awalnya. Kalangan pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) serta Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengubah sejumlah poin yang ada di Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta pengusaha tak sungkan menyampaikan curahan hati alias curhat bila ada kebijakan atau aturan pemerintah yang perlu diubah karena mempersulit bisnis mereka. Bahkan, bila ada usulan kebijakan dari dunia usaha, Jokowi mengaku siap menampungnya.

Merespon usulan pengusaha, Kementerian Ketenagakerjaan mengaku sudah melakukan kajian untuk merevisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Hanif mengatakan pihaknya akan mendiskusikan revisi UU Ketenagakerjaan kepada seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) dalam waktu dekat. Tujuannya, kata dia, revisi yang dilakukan bisa membuat iklim ketenagakerjaan lebih positif di dalam negeri.

24 Juni 2019: Presiden Joko Widodo Panggil Sejumlah Menteri ke Istana Kepresidenan Bahasa Revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan

Tidak lama berselang, Presiden memanggil sejumlah menteri untuk membahas mengenai Undang Undang Ketenagakerjaan pada, Senin (24/6).

Beberapa menteri yang hadir antara lain Menteri Kordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, dan Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo.

Dalam pertemuan tersebut, Pemerintah membuka ruang untuk mengakomodasi masukan-masukan dunia usaha terhadap Undang-undang (UU) Ketenagakerjaan demi menarik investasi ke tanah air.

Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan, upaya membuka ruang merevisi UU tersebut karena beleid yang sekarang terbilang kaku.

“UU dan regulasi naker (tenaga kerja) kita ini kaku seperti kanebo kering,” kata Hanif di Komplek Istana, Jakarta Pusat, Senin (24/6/2019).

Kaku yang dimaksud Hanif, aturan ketenagakerjaan yang berlaku karena telah banyak beberapa pasal yang diuji materi. “Jadi bahwa UU itu memang sudah banyak bolong-bolong memang iya, karena sudah banyak pasal yang di-judicial review. Kalau nggak salah mungkin sudah 32 kali, kalau nggak keliru. Judicial review,” jelas dia.

Serikat Buruh Menolak

Menanggapi rencana revisi itu, sejauh ini serikat buruh menyatakan penolakan. Terlebih usulan revisi disampaikan oleh kalangan pengusaha yang dinilai merugikan hak-hak buruh.

Buruh di Jawa Timur bahkan sudah turun ke jalan untuk melakukan unjuk rasa menolak revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Pos terkait