Inilah Sikap FSPMI Kota Semarang Terhadap Hasil Rapat Pleno Dewan Pengupahan dalam Penentuan Upah Minimum Tahun 2022

Semarang, KPonline – Seperti yang sudah diduga sebelumnya bahwa Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Ketenagakerjaan No. B-M/383/HI.0100/XI/2021 tanggal 9 November 2021perihal penyampaian data perekonomian dan ketenagakerjaan dalam penetapan upah minimum tahun 2022 akan digunakan oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang dalam Rapat Pleno Dewan Pengupahan Kota Semarang pada hari Selasa (16/11/2021) di Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang benar-benar terjadi.

Dalam hal ini Pemerintah melalui Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang bersikukuh untuk menggunakan PP36 tahun 2021 sebagai dasar penentuan upah minimum kota Semarang tahun 2022, dimana usulan yang diajukan oleh Dewan Pengupahan Kota dari unsur Pemerintah dan Apindo dalam Berita Acara Rapat Pleno Dewan Pengupahan Kota Semarang adalah sebesar Rp. 2.835.021,29 atau hanya mengalami kenaikan sebesar 0,89% dari UMK tahun 2021 atau jika dinominalkan adalah sebesar Rp. 24.996,29.

Menanggapi hal tersebut Luqmanul Hakim selaku Sekretaris Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (DPW FSPMI) Jawa Tengah menyatakan kekecewaannya terhadap sikap dari pemerintah.

“Kami kecewa dengan sikap pemerintah yang sampai detik ini tetap bersikukuh dan memaksakan untuk memakai regulasi PP36 yang mana dalam PP 36 tersebut jelas-jelas mendegradasi tentang kesejahteraan kaum pekerja”, ucapnya.

Disamping itu dirinya juga memberikan apresiasi kepada anggota Dewan Pengupahan dari unsur Serikat Pekerja baik dari perwakilan SPSI, KSPN dan Kahutindo yang menghadiri Rapat Pleno semuanya menolak untuk menggunakan PP36 sebagai formulasi dalam penetapan upah minimum di tahun 2022.

“Kemudian untuk semua anggota Dewan Pengupahan dari unsur SP / SB kami mengucapkan terima kasih karena semuanya menolak menggunakan perhitungan penetapan upah tahun 2022 menggunakan regulasi PP36 dan sepakat memasukkan regulasi atau formulasi pengupahan yang harus kita kawal bersama untuk direkomendasikan ke walikota dalam mengambil kebijakan untuk direkomendasikan ke gubernur”, tuturnya lagi.

“Dimana formulasi tersebut sesuai dengan perhitungan yaitu sesuai dengan survey KHL pada saat ini ditambah dengan kebutuhan di masa pandemi dan formulasi tersebut tercantum dalam Berita Acara seperti yang kita harapkan dan ini perlu kita kawal dan konsep formulasi tentang pengupahan dari kawan-kawan serikat pekerja itu disampaikan kepada Walikota Semarang dan harapannya itu menjadikan overfly ataupun referensi bagi walikota untuk mengambil kebijakan dalam merekomendasikan UMK di Kota Semarang ke Gubernur Jawa Tengah”, lanjutnya kemudian.

Senada dengan Luqman, Pratomo Hadinata selaku anggota Dewan Pengupahan Kota dari unsur SP/SB perwakilan dari FSPMI juga menyatakan kekecewaannya terhadap sikap pemerintah.

“PP36 jelas tidak melayakkan kehidupan buruh, akan tetapi memiskinkan buruh secara sistematis dan juga tidak mencakup kebutuhan buruh sesuai dengan kehidupannya dengan tidak terakomodirnya kebutuhan hidup buat masa pandemi”, ucapnya disela-sela pengawalan rapat Pleno Dewan Pengupahan Kota Semarang.

Seperti yang pernah diberitakan sebelumnya bahwa anggota Dewan Pengupahan dari unsur KSPI baik dari tingkatan Nasional, Provinsi maupun Kota / Kabupaten tidak diperkenankan menghadiri Rapat Pleno Dewan Pengupahan sesuai dengan instruksi dari Presiden KSPI sebagai penolakan terhadap Omnibus Law termasuk PP turunannya. (sup)