Ini Alasan Buruh Tuntut Kenaikan Upah 50 Dollar

Tuntutan KSPI terkait upah minimum 2018 sebesar 50 dollar. Sementara tahun 2019, KSPI hanya menuntut 20 - 25 persen.

Jakarta, KPonline – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menuntut kenaikan upah minimum tahun 2018 sebesar USD 50, atau lebih kurang Rp 675.000 (kurs Rp13.500 per USD).

Kenaikan upah minimum sebesar USD 50 ini penting dilakukan, agar upah pekerja menjadi layak. Ketika upah buruh layak, maka daya beli makin meningkat. Ketika daya beli meningkat, dengan sendiri akan tercipta pertumbuhan ekonomi.

Bacaan Lainnya

Tidak hanya di Indonesia, tuntuan kenaikan upah USD 50 ini merupakan perjuangan buruh se-Asia Pacific. Perjuangan ini, oleh KSPI, dinamakan: Kampanye Upah + 50.

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, kampanye upah + 50 disuarakan, karena upah murah saat ini tidak relevan lagi dengan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, sehingga daya beli menurun dan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor.

Sebagai contoh, akibat kenaikan harga listrik, daya beli buruh turun. Sebelum harga listrik naik buruh hanya membayar listrik sebesar 200 ribu. Sekarang setelah kenaikan listrik, buruh harus membayar 300 ribu. 100 ribu lebih mahal dari harga biasanya. Pada saat yang sama, upah buruh tidak ada kenaikan. Akibatkan, 100 ribu yang biasanya bisa digunakan untuk konsumsi atau membeli barang yang lain, harus digunakan untuk membayar listrik. Dengan kata lain, daya beli buruh turun 100 ribu.

Oleh karena itu, kenaikan upah sebesar Rp675.000 dilakukan agar upah pekerja menjadi layak dan daya beli buruh semakin meningkat yang akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi.

Selain mengkampanyekan kenaikan upah 2018, aksi buruh juga menuntut dicabutnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan.

KSPI mengkritisi, dulu janjinya PP 78/2015 untuk mencegah tidak ada PHK. Tetapi buktinya gelombang PHK terus terjadi. Data KSPI menunjukkan, dalam 3 bulan terakhir, kurang lebih 50 ribu pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja.

Massa aksi membentangkan tututan yang berbunyi ‘Kampanye Upah +50’ dalam aksi memperingati Hari Kerja Layak Internasional.

Kenaikan Upah Tergerus Inflansi

Kenaikan Upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2017 yang ditetapkan sebesar Rp3.355.750 per bulan (25%), dinilai belum bisa berdampak pada kenaikan daya beli masyarakat secara signifikan. Hal ini terlihat, pertumbuhan konsumsi pada kuartal kedua tahun ini masih berada di bawah 5%.

Berdasarkan catatan BPS, konsumsi pada kuartal II-2017 hanya tumbuh sebesar 4,95%. BPS memang mencatat terjadi perbaikan konsumsi masyarakat dibandingkan kuartal pertama tahun ini yang hanya mencapai 4,94%.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan, kenaikan UMP ini masih belum mampu mendorong daya beli masyarakat secara signifikan. Salah satu penyebabnya adalah cukup tingginya inflasi yang pada 2017 dibandingkan pada 2016.

“Memang UMP tahun 2017 ini rata-rata naiknya 8,25%. Tapi UMP yang naik seharusnya diiringi penurunan inflasi. Inflasi 2017 ini diprediksi sampai akhir tahun tembus 4,5% lebih disebabkan oleh administered price, kenaikan listrik,” ujarnya.

Bhima melanjutkan masyarakat belum dapat mengejar laju inflasi meskipun adanya kenaikan UMP. Untuk itu, inflasi pun harus terus ditekan meskipun saat ini pemerintah telah berhasil menekan angka inflasi dibandingkan periode pemerintahan sebelumnya.

“Pendapatan masyarakat tidak bisa mengejar laju inflasi yang disebabkan oleh administered price,” ujarnya.

Itulah sebabnya, kenaikan upah +50 penting dilakukan, agar kenaikan upah buruh mampu mengejar laju inflansi.

Upah Buruh Indonesia Terendah di ASEAN

Sebagaimana dijelaskan di atas, selain melakukan kampanye upah + 50, buruh juga menuntut agar pemerintah mencabut PP 78/2015. Karena kebijakan ini dianggap menerapkan upah murah pada buruh.

Bagi KSPI, kenaikan upah yang lebih tinggi dilakukan untuk mengejar ketertinggalan upah Indonesiea dibanding negara tetangga di ASEAN.

Berdasarkan buruh trend ketenagakerjaan yang dirilis ILO tahun 2015, upah rata-rata per bulan di Indonesia hanya US$ 174. Angka ini berada di bawah Vietnam US$ 181 per bulan, Malaysia US$ 506 per bulan, Filipina US$ 206 per bulan dan Thailand US$ 357 per bulan.

Sementara itu, berdasarkan data yang dilansir merdeka.com, upah buruh di ASEAN (tahun 2016) adalah sebagai berikut:

Singapura: USD 2.951 atau Rp 35,8 juta

Brunei: USD 1.339 atau Rp 16,26 juta

Malaysia: USD 979,2 atau Rp 11,87 juta

Thailand: USD 520,2 atau Rp 6,31 juta

Myanmar: USD 367,6 atau Rp 4,5 juta

Filipina: USD 351,88 atau Rp 4,3 juta

Vietnam: USD 305,16 atau Rp 3,7 juta

Indonesia: Rp 3,67 juta

Kamboja: USD 207,47 atau Rp 2,52 juta

Laos: USD 175 atau Rp 2,12 juta.

Berdasarkan data-data ini, wajar jika buruh Indonesia menuntut kenaikan upah sebesar USD 50.

Pos terkait