Indonesia Darurat PHK, KSPI: Pemerintah Gagal Sejahterakan Buruh

Jakarta, KPonline – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan Indonesia saat ini berada dalam kondisi darurat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). PHK besar-besaran di mana-mana, sekarang adalah darurat PHK. Jadi tidak benar kalau dikatakan pertumbuhan industri tumbuh tinggi.

Demikian disampaikan Said Iqbal dalam aksi Hari Kerja Layak Internasional yang diikuti ribuan pekerja yang tergabung dalam KSPI, Sabtu (7/10/2017).

Bacaan Lainnya

Said Iqbal menjelaskan, dalam beberapa bulan terakhir terjadi PHK di berbagai sektor termasuk sektor pertambangan dan keramik, dengan dirumahkannya 8.100 orang pekerja Freeport, 300-an pekerja Smelting di Gresik, Indoferro kurang lebih 1.000 orang. Industri keramik di Bogor, Karawang dan Bekasi juga banyak melakukan PHK terhadap buruh-buruhnya. Mereka terpaksa tutup karena mahalnya harga gas industri.

Selain itu, sekitar 5.000 lebih buruh di sektor garmen mengalami PHK dan 10 ribu lainnya terancam PHK.

Di sektor industri telekomunikasi, ratusan orang sudah mengalami PHK dan bahkan 1.000 orang pekerja tengah terancam PHK. Termasuk juga industri transportasi, retail, kesehatan, serta jalan tol.

Buruh menyuarakan isu darurat PHK dalam Hari Kerja Layak Internasional, Sabtu (7/10/2017).

Daya Beli Buruh Turun

Adapun menyebab PHK tersebut, kata Said Iqbal, adalah upah murah, daya beli buruh dan masyarakat yang menurun. PHK di mana-mana adalah suatu cerminan pada hari ini pemerintah belum mampu menyejahterakan kaum buruh.

Menurutnya, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla telah gagal menyejahterakan buruh sebagaimana janjinya sebelum terpilih.

“PHK di mana-mana adalah cerminan pada hari ini pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla telah gagal menyejahterakan kaum buruh dan memberikan kerja yang layak,” ujar Said Iqbal.

Said Iqbal menilai, Presiden Joko Widodo juga telah keliru menyebut daya beli masyarakat meningkat saat berpidato di KADIN. Saat itu, Presiden Joko Widodo menuding isu soal turunnya daya beli masyarakat sengaja digulirkan oleh lawan politik untuk menghambat elektabilitasnya di Pemilu Presiden mendatang. Dia mencontohkan isu penurunan daya beli masyarakat yang belakangan ini berhembus. Padahal, menurut dia, kenyataan yang ada hanyalah pergeseran dunia usaha offline menuju online.

“Ada isu daya beli turun. Itu siapa yang ngomong? Oh orang politik. Tidak apa-apa. Memang tugasnya seperti itu buat isu 2019,” kata Jokowi di Ritz Carlton Kuningan, Selasa (3/10).

Namun demikian, Said Iqbal membantah penurunan daya beli masyarakat lebih banyak disebabkan pergeseran pola belanja dari offline menjadi online. Pergeseran pasar dari offline ke online justru tak berpengaruh signifikan terhadap daya beli masyarakat. Justru yang terjadi adalah, perubahan ke arah online menimbulkan kerugian dan terjadinya PHK besar-besaran.

“Shifting ke online itu justru menyerap tenaga kerja sedikit dan menutup lapangan kerja besar-besaran. Akibat terjadinya pergeseran ke online itu lebih fatal,” Said Iqbal.

Ancaman PHK juga melanda industri telekomunikasi.

Tidak Ada Politisasi

Iqbal menyatakan tidak ada yang mempolitisasi terkait isu daya beli. Justru sebaliknya, Presiden Joko Widodo sedang berpolitik terhadap rakyat saat melontarkan pernyataan tersebut.

KSPI berpendapat sebaliknya, penurunan daya beli masyarakat sekarang terjadi akibat upah murah yang menyebabkan daya beli serta konsumsi menurun, bukan sekadar pergeseran pasar.

“Ada shifting memang dari offline ke online, tapi enggak signifikan, masyarakat kelas bawah tetap saja daya belinya turun. Karena faktanya rakyat terbebani, listrik mahal dan harga-harga semakin meningkat,” ujarnya.

Pos terkait