Badai PHK Mengintai Industri Telekomunikasi. Ini Faktanya?

Jakarta, KPonline – Sekretaris Jenderal Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia Sabda Pranawa Djati mengaku sebanyak 40 orang pekerja di-PHK. Saat ini, dan kurang lebih 300 pegawai lainnya sedang dalam proses selanjutnya.

“Betul di Indosat dan di Xl Axiata sedang ada ancaman PHK massal dengan jenis pekerjaan yang jadi target PHK adalah bagian IT & Network,” kat Sabda.

Bacaan Lainnya

Sabda menambahkan, keberadaan TKA di dalam lingkungan pekerjaan saat ini semakin banyak dan di beberapa fungsi sudah masuk hingga level manager. Untuk sektor telekomunikasi, di Indosat Ooredoo dan Xl Axiata, Sabda mengaku banyak didominasi oleh TKA asal India.

Selain itu, sebagai pegawai lokal, pihaknya merasa bahwa profesionalisme yang ditunjukkan tidak seperti yang digembar-gemborkan, seperti lack of culture dan kebijakan lokal yang menimbulkan gesekan dan inefisiensi operasional yang berdampak pada bisnis.

Salah satunya ada pada sektor upah yang dinilai Sabda bahwa TKA dengan jabatan dan job load yang sama mendapatkan upah yang lebih tinggi dibandingkan dengan tenaga kerja lokal.

Sementara itu, di anak perusahaan Indosat, IM2 juga tengah terjadi potensi PHK massal. Sebanyak 70 pekerja, ratusan pekerja kontrak dan outsourching dalam ancaman PHK

“Mereka rata-rata bekerja di bagian, sales, technical support, general supoort, property dan fasility walaupun mereka telah bekerja di atas 5 tahun, alasannya sama restrukturisasi organisasi,” pungkasnya.

Pihak Indosat sendiri menilai bahwa isu yang dihembuskan Sektetaris Jenderal Asosiasi Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) Sabda Pranawa Djati tidak benar. Grup Head Corporate Communications Indosat Ooredoo, Deva Rachman juga menjelaskan bahwa alasan restrukturisasi organisasi dan efisiensi yang disebutkan Sabda sebagai penyebab PHK juga tidak benar.‎

Deva menegaskan, manajemen Indosat Ooredoo saat ini sedang menjalankan strategi perusahaan untuk kembali ke bisnis inti (core business) yang berdampak pada perubahan struktur organisasi. ‎

Langkah ini dipilih lantaran manajemen dan pegawai Indosat Ooredoo berkomitmen dalam menjaga performa perusahaan guna memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan bisnis di seluruh Indonesia.

“Indosat Ooredoo juga selalu mengedepankan praktek Good Corporate Governance, yakni menaati peraturan yang berlaku dalam menjalankan bisnisnya. Kalaupun ada perubahan kebijakan perusahaan, akan kita sampaikan terbuka,” pungkasnya.

Namun demikian, apa yang disampaikan Deva Rachman dibantah kembali oleh Ketua Serikat Pekerja Indosat, Azwani Dadeh. Azwani membenarkan bahwa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal terjadi pada perusahaan plat merah itu.

Menurut Azwani, berdasarkan dari Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 150/2000 Pasal 1 Butir 5 menyebutkan apabila terjadi PHK lebih dari 10 pekerja dapat dikategorikan sebagai PHK massal.

“Faktanya memang sudah sekitar 40-an pekerja selama 2017 yang telah di-PHK, saya punya datanya,” kata Azwani saat dihubungi, Jumat malam (6/10).

Ia menegaskan bahwa pernyataan dari Sekjen Asosiasi Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) Sabda Pranawa Djati tidak keliru. Dalam pernyataanya, Kamis (5/10) Sabda mengatakan ada 40 pekerja Indosat yang telah di PHK dan 300 orang pekerja lainya akan menyusul.

“Apa yang dikatakan Mas Djati benar, soal 300 orang yang akan terancam di-PHK itukan isu yang berkembang, jika melihat situasinya seperti ini kemungkinan bisa saja,” ujarnya.

40 pekerja yang telah di-PHK itu, lanjut Azwan terdiri dari beberapa pegawai kontrak, dan yang sudah berstatus karyawan tetap. Selain itu, di luar 40 pekerja yang telah di-PHK sebanyak 25 orang tengah menunggu waktu untuk dirumahkan, penyebabnya karna banyak anak perusahaan dari Indosat yang bergerak di sektor e commerce seperti Cipika telah ditutup.

“Ada 25 orang karyawan tetap, ini masih proses kasarnya dianggap tidak diperlukan lagi lah. Dan kabarnya mau dibawa ke Hubungan Industrial,” jelasnya.

Ini Data Keuangan XL dan Indosat

Lantas bagaimana pengurangan karyawan ini berdampak pada keuangan dua emiten telekomunikasi tersebut?

Dikutip dari bareksa.com, Kamis (5/10/2017), berdasarkan laporan keuangan XL Axiata semester I-2017, tercatat 92 karyawan tetap telah diberhentikan. Maka dari itu, jumlah karyawan operator selular tersebut saat ini menjadi 1.886 dari sebelumnya 1.978. Pada saat yang sama, beban gaji XL pun turun hingga 14,5 persen menjadi Rp518 miliar.

Hal ini diperkirakan sebagai langkah efisiensi dalam menekan beban perusahaan yang naik 2 persen pada periode enam bulan tersebut menjadi Rp10,2 triliun dari sebelumnya Rp9,8 triliun. Tercatat, beban interkoneksi dan beban langsung perusahaan membengkak hingga 58,6 persen menajdi Rp1,3 triliun dari sebelumnya hanya Rp822 miliar, ditopang biaya interkoneksi yang naik 49 persen menjadi Rp710 miliar dari sebelumnya Rp478 miliar.

Kini, adanya pengurangan karyawan tersebut membuat porsi beban gaji dibandingkan seluruh beban perusahaan XL menyusut menjadi 5 persen dari sebelumnya 6 persen

Grafik: Beban Gaji ISAT dan EXCL

Sumber: Laporan Keuangan Perusahaan

Adapun Indosat mencatat ada peningkatan 93 persen pada beban pemutusan kontrak kerja menjadi Rp 18,9 miliar pada Januari-Juni 2017, dibandingkan Rp 9,8 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Selain beban pemutusan kontrak kerja, gaji dan insentif juga meningkat 15,6 persen sehingga hal tersebut ikut mendorong beban gaji Indosat meningkat 10,7 persen menjadi Rp1,16 triliun dari sebelumnya Rp1,05 triliun.

Adapun porsi beban gaji karyawan Indosat setara 9 persen dari seluruh beban perusahaan yang mencapai Rp12,8 triliun.

Dari sisi profitabilitas perusahaan, Indosat lebih unggul jika dibandingkan XL. Laba Indosat pada semester I-2017 naik 83 persen menjadi Rp784 miliar dari sebelumnya Rp428 miliar, terdorong naiknya pendapatan sebesar 8 persen menjadi Rp15 triliun dari sebelumnya Rp13,9 triliun.

Laba bersih XL pada semester pertama tahun ini turun 36 persen menjadi Rp143 miliar dari Rp224 miliar pada periode sama tahun lalu. Selain karena beban yang meningkat, keuntungan dari selisih kurs juga anjlok 89,3 persen dan tersisa Rp41 miliar dari sebelumnya berhasil mengantongi keuntungan Rp375 miliar.

Grafik: Laba Indosat dan XL

Sumber: Laporan Keurangan Perusahaan

ATSI Sebut PHK di industri Telekomnikasi Tak Bisa Dihindari

Ketua Umum Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) Merza Fachys menilai efisiensi di industri teknologi informasi dan telekomunikasi tidak bisa dihindari lagi sebagai konsekuensi dalam proses bisnis yang terus berulang.

“Efisiensi di bisnis telekomunikasi merupakan proses bisnis yang berulang dan suatu tuntutan yang tak bisa dihindari,” ujar Merza di Jakarta, Minggu (7/8/2017), seperti dikutip sejumpah media.

Menurutnya, tren industri teknologi informasi global cenderung mengurangi jumlah pekerja, digantikan teknologi yang makin canggih serta pergeseran preferensi konsumen yang kian dinamis.

Terkait isu tentang adanya efisiensi yang mengarah pada pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri teknologi informasi dan telekomunikasi, Merza menyerahkan hal tersebut pada kebijakan perusahaan.

“Kalau itu (keputusan) masing-masing perusahaan. Sehingga bisa benar-benar diketahui, perlu tidaknya konsolidasi di masa seperti ini,” katanya.

Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara memberi sinyal agar operator telekomunikasi berkonsolidasi. Sebab, kerugian terus diderita oleh operator telekomunikasi, khususnya yang baru bergabung di sektor tersebut.

Secara terpisah, praktisi industri teknologi informasi dan komunikasi (TIK) Hermawan Sutanto menilai efisiensi yang berujung pada PHK di industri TIK bisa dimaklumi, sebab pada dasarnya ranah usaha itu menuntut perubahan secara berkelanjutan. Imbasnya terkadang menimpa tenaga kerja.

Hermawan melihat, efisiensi merupakan cara tersendiri dari pelaku industri, terutama untuk berinvestasi di bidang yang lebih sesuai dengan prediksi di masa depan. Ada tren yang berubah dan waktu perubahannya tak menentu di industri TIK.

Pos terkait