Jakarta, KPonline – Redaksi koranperdjoeangan.com menerima surat elektronik dari Frans Okoseray untuk menerbitkan surat terbuka dari pekerja PT Freeport Indonesia, Sabtu (7/10/2017). Surat terbuka ini ditujukan kepada Presiden RI dan pejabat terkait, yang isinya sebagai berikut:
Kepada Yth :
Bapak Ir.H.Joko Widodo – Presiden Republik Indonesia
Bapak Drs.H.Muhammad Jusuf Kalla – Wakil Presiden Republik Indonesia
Bapak Jenderal TNI (HOR) (Purn.) Luhut Binsar Panjaitan – Menko Kemaritiman
Bapak Ignasius Jonan – Menteri ESDM
Ibu Sri Mulyani Indrawati, S.E., M.Sc., Ph.D – Menteri Keuangan
Ibu Rini Mariani Soemarno Soewandi – Menteri BUMN
Di_Jakarta
Bapak Presiden, Bapak Wakil Presiden, Bapak Menko Kemaritiman, Bapak Menteri ESDM, Ibu Menteri Keuangan dan Ibu Menteri BUMN yang kami hormati,
Pertama – tama kita panjatkan puji dan syukur kepada Allah pencipta langit dan bumi, atas pekenaan-Nya, sehingga kita masih diberikan nafas kehidupan dan doa kami agar Allah selalu memberikan kesehatan yang baik dan kekuatan untuk bapak Presiden dan Wakil Presiden serta Kementerian ( Kabinet Kerja ) dalam kehidupan sehari-hari memimpin dan mengatur bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini .
Dalam aksi mogok kerja yang dilakukan oleh pekerja di PT Freeport Indonesia , perusahaan Privatisasi dan Kontraktor/Sub-Kontraktor perihal tuntutan perlakuan adil dari pimpinan perusahaan tanpa diskriminatif dalam program efisiensi akibat dari negosiasi peralihan Kontrak Karya menjadi IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus).
PT Freeport Indonesia (PTFI) yang kembali memulai produksi konsentrat tembaga pada Selasa (21/3/2017), seiring beroperasinya PT Smelting di Gresik, Jawa Timur, hanya mampu memproduksi konsentrat 40% dari produksi normal sesuai dengan kapasitas PT Smelting di Gresik. Sebelumnya, produksi konsentrat terpaksa dihentikan semenjak 10 Februari 2017.
Produksi Freeport belum bisa berjalan normal. Pasalnya, 60% produksi untuk diekspor ke luar negeri masih menunggu hasil negosiasi dengan pemerintah. Freeport masih ingin tetap berstatus Kontrak Karya, sedangkan pemerintah masih bersikukuh merubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) atas dasar untuk meningkatkan pendapatan negara.
Freeport menyatakan apabila kondisi tersebut terus berlanjut, investasi pun akan terus ditekan hingga hampir 50%. Dengan kata lain, belanja barang dalam negeri dan jumlah kontraktor akan terus dikurangi termasuk pekerja PTFI, Privatisasi, Kontraktor/Sub-Kontraktor dan sudah terjadi saat ini.
Sebagian besar konsentrat tembaga PTFI yang ditujukan untuk pasar luar negeri. Setidaknya ada enam negara yang selama ini mendapat pasokan konsentrat tembaga dari PTFI, yakni Spanyol 2%, Korea Selatan 3%, China 10%, India 26%, Filipina 7%, dan Jepang 15%.
Persoalan utama yang menjadi dasar bagi pekerja memilih mogok kerja antara lain kebijakan manajemen Freeport merumahkan (furlough) ribuan karyawan sejak akhir Februari tanpa perundingan secara formal dengan serikat pekerja PUK SPKEP SPSI PTFI sesuai dengan acuan pada Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Nomor SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004.
Serikat Pekerja PUK SPKEP SPSI PTFI yang beranggotakan 9000 pekerja dari total 12.300 pekerja/karyawan PTFI telah mengirimkan surat permintaan berunding secara bipartit guna menyepakati dan mendapatkan solusi yang terbaik antara kedua belah pihak terkait program efisiensi yang dilakukan sambil menunggu proses negosiasi IUPK yang sedang dilakukan oleh Freeport dengan Pemerintah. Namun surat permintaan perundingan tersebut tidak diterima oleh senior manajemen Freeport dengan alasan bahwa perusahaan tidak sedang melakukan PHK (pemutusan hubungan kerja).
Hingga saat ini 8.300 pekerja (PTFI, Privatisasi, Kontraktor/Sub-Kontraktor) yang melakukan aksi mogok kerja telah dianggap mengundurkan diri dan telah dilakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak oleh perusahaan.
Alasan PTFI mengacu pada hukum dan peraturan yang mengatur hal-hal tersebut, serta Perjanjian Kerja Bersama antara Serikat Pekerja dan Perusahaan, sedangkan sebaliknya PTFI tidak menerima permintaan perundingan formal secara bipartit dengan PUK SPKEP SPSI PTFI sebagaimana yang di atur dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Nomor SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004 yang di minta oleh Serikat Pekerja.
PTFI menyatakan pemberhentian terhadap para peserta pemogokan sudah sesuai dengan prosedur yang semestinya. Sebelum memberhentikan, PTFI telah menghimbau karyawan untuk kembali bekerja, perusahaan menganggap peserta mogok mengundurkan diri karena tetap melakukan pemogokan.
Peserta mogok kerja belum memenuhi panggilan kerja seperti yang dimaksud sebab dalam pertemuan yang dimediasi oleh Pemerintah Kabupaten Mimika pada hari Kamis, 27 April s/d Jumat, 28 April 2017 bertempat di ruang Emas Rimba Papua Hotel (RPH) Timika antara manajemen PTFI dan PUK SPKEP SPSI PTFI yang didampingi PC SPKEP SPSI Kabupaten Mimika dan PP SPKEP SPSI terkait masalah ketenagakerjaan di lingkup PTFI tidak mencapai kesepakatan kedua bela pihak. Hadir dalam pertemuan tersebut, Wakil Bupati Mimika, Asisten II Setda Mimika, Kapolres Mimika, Perwakilan Dandim 1710 Mimika, Dirjen PHI-Jamsos Kemenaker, Kepala Disnakertrans dan PR Mimika, Kabid Hubungan Industrial Disnakertrans dan PR Mimika.
Dalam point tuntutan dari SPKEP SPSI yang disepakati bahwa pekerja yang meninggalkan tempat kerjanya, segera kembali ke tempat kerja masing-masing tanpa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Akan tetapi Perusahaan akan memberikan sanksi pembinaan dan tidak membayarkan upah selama meninggalkan tempat kerja dan penegakkan tindakan disiplin dengan mengacu pada Perjanjian Kerja Bersama (PKB) / Pedoman Hubungan Industrial (PHI) 2015-2017. Dengan catatan tidak membatasi manajemen untuk mengambil tindakan sesuai PKB-PHI 2015-2017. Namun pihak Serikat Pekerja menolak catatan yang diberikan oleh manajemen PTFI, dimana tidak membatasi manajemen untuk mengambil tindakan sesuai PKB-PHI 2015-2017. Apabila Serikat Pekerja menerima catatan tersebut maka akan berdampak negatif terhadap pekerja. Aksi yang terjadi adalah akibat dari program efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan yang dampaknya dari proses negosiasi IUPK. Dan dari penolakan tersebut, sehingga belum ada kesepakatan.
Namun manajemen Freeport setelah pertemuan tersebut yang belum menghasilkan kesepakatan bersama, melakukan pemanggilan kembali kerja kepada peserta mogok kerja. Dalam panggilan atau himbauan yang disampaikan oleh manajemen PTFI, karena pekerja mogok kerja tidak memenuhi panggilan atau himbauan tersebut maka dianggap mengundurkan diri dan perusahaan telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja secara sepihak.
Ribuan peserta mogok kerja (PTFI, Privatisasi, Kontraktor/Sub-Kontraktor) yang di-PHK sepihak oleh perusahaan sedang menunggu proses penyelesaian secara adil dan bijaksana oleh Bapak Presiden dan Wakil Presiden serta Kementerian Pusat terkait sebagai pemegang kuasa tertinggi dalam sistem pemerintahan.
Pertemuan-pertemuan yang sudah dilakukan oleh Serikat Pekerja SPKEP SPSI dengan pemerintah pusat yaitu dengan Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Menteri Tenaga Kerja, Kepala Staf Kepresidenan dan juga dengan pemerintah daerah Kabupaten Mimika dan Provinsi Papua yang difasilitasi oleh DPR Papua belum ada titik temu dan juga telah dilakukan pertemuan dengan DPD RI, Komisi IX DPR RI , serta dengan DPRD Kabupaten Mimika yang baru aktif kerja setelah keluar SK-nya.
Telah kita ketahui bahwa proses negosiasi IUPK yang sedang dilakukan antara Freeport dan Pemerintah belum ada kepastian waktu untuk menghasilkan kesepakatan (Win-Win Negotiation).
Izin ekspor konsentrat Freeport yang akan berakhir pada 10 Oktober 2017 agar Pemerintah Pusat dapat mengingat masalah ketenagakerjaan dalam proses negosiasi. Tragedi kemanusiaan sedang terjadi dan dialami oleh ribuan pekerja yang di-PHK secara sepihak oleh perusahaan dan sangat diharapkan bantuan dari Bapak Presiden,Wakil Presiden serta Menko Kemartiman dan Kementerian terkait agar secepatnya menyelesaikan kisruh masalah PHK peserta mogok kerja (PTFI, Privatisasi, Kontraktor/Sub-Kontraktor) dalam bulan Oktober 2017 dengan permintaan kembalikan ribuan pekerja ke tempat kerja dalam lingkup PT Freeport Indonesia.
Demikian dan atas perhatian bapak Presiden , Wakil Presiden serta Menko Kemaritiman dan Menteri terkait, kami sampaikan banyak terima kasih.
Timika, 07 Oktober 2017.
Salam dan Hormat Kami,
Mewakili ribuan peserta mogok kerja di PT Freeport Indonesia serta Perusahaan Privatisasi dan Kontraktor/Sub-Kontraktor.
TTD,
FRANS BERNHARD OKOSERAY