Info Terbaru, Revisi PP Nomor 78 Tahun 2015 Sedang Dibahas. Kemana Arahnya?

Aksi buruh menolak upah murah dan menuntut PP No 78 Tahun 2015 dicabut.

Jakarta, KPonline – Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (PP 78/2015) merupakan kebijakan yang secara konsisten dilawan oleh buruh Indonesia. Kita masih ingat, perlawanan keras terhadap PP 78/2015 pernah dilakukan melalui aksi unjuk rasa besar-besaran di depan Istana Negara. Saat itu, massa aksi dibubarkan paksa oleh aparat keamanan. Pembubaran paksa yang disertai dengan kekerasan itu menyebabkan beberapa orang terluka dan 26 aktifis dijadikan tersangka.

Tidak berhenti sampai di situ, kaum buruh bahkan melakukan pemogokan nasional. Longmarch jalan kaki Bandung – Jakarta dan Lampung – Jakarta untuk menyuarakan penolakan terhadap PP 78/2015 juga dilakukan.

Bacaan Lainnya

Pendek kata, hampir dalam setiap kesempatan, buruh selalu menyuarakan agat PP 78/2015 dicabut. Salah satunya menjadi isu utama May Day 2019 yang diusung oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).

Titik terang atas tuntutan buruh untuk mencabut PP 78/2015 muncul, ketika menjelang 1 Mei 2019 yang lalu, Presiden Jokowi bertemu dengan sejumlah pimpinan serikat pekerja. Presiden KSPI Said Iqbal, dalam pertemuan yang diselenggarakan di Istana Bogor itu kembali meminta agar pemerintah mencabut PP 78/2015.

Saat itu, presiden menyatakan setuju. Ia berkomitmen akan melakukan revisi terhadap PP 78/2015.

Bagaimana tindak lanjut dari komitmen presiden yang hendak mencabut PP 78/2015? Rabu (8/5/2019), Direktur Pengupahan Kemenaker Andriani mengungkapkan pihaknya telah berdiskusi dengan pihak-pihak terkait baik dari pekerja maupun pengusaha.

Menurutnya, masing-masing pihak telah memiliki pandangan dan pendapat terkait permasalahan pengupahan serta permasalahan ketenagakerjaan secara umum. Namun demikian, Kemenaker masih membutuhkan diskusi lebih dalam untuk menelurkan revisi PP Pengupahan.

“Tinggal bagaimana kami akan diskusi seperti apa alternatif yang lebih baik. Ini masih perlu banyak diskusi, masukan dari berbagai pihak untuk memperkaya bahan,” ujarnya.

Meski pembahasan telah dimulai, ia masih belum memiliki prediksi kapan revisi PP Pengupahan selesai. Ia juga belum bisa memastikan lamanya proses revisi regulasi tersebut. Andriani hanya berujar seluruh pihak terkait sangat insentif membahas pembaharuan regulasi yang sudah berlaku sejak 2015 itu.

Revisi PP 78/2015 Harus Segera Diselesaikan

Kita mengapresiasi langkah pemerintah yang menyatakan sudah mulai membahasan perihal revisi PP 78/2015. Namun demikian, kita juga hendak mengingatkan, agar pembahasan dilakukan secara transparan. Jangan sampai mengulangi kembali kelahiran PP 78/2015 yang terkesan sembunyi-sembunyi, yang bahkan LKS Tripartit Nasional pun tidak tahu menahu karena tidak dilibatkan.

Transparansi ini penting, untuk memastikan tidak ada pihak tertentu yang membajak PP 78/2015 demi kepentingan kelompoknya. Pihak tertentu yang saya maksud adalah mereka yang mengingkinkan upah buruh di Indonesia tetap murah dengan dalih adanya kepastian hukum demi kepentingan investasi.

Untuk memastikan agar upah buruh di Indonesia tidak terus menerus murah, KSPI memberikan tiga masukan. Pertama, mekanisme penetapan upah minimum harus dilakukan melalui perundingan. Dengan demikian, serikat pekerja memiliki ruang untuk menyampaikan berapa nilai upah yang benar-benar layak. Kedua, komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang saat ini hanya 60 item, kualitas dan kuantintasnya dinaikkan menjadi 84 item. Sedangkan yang ketiga, upah minimum sektoral diberlakukan di semua daerah. Upah sektoral adalah upah yang didasarkan pada jenis pekerjaan tertentu, yang nilainya di atas upah minimum.

Hal yang lain, salah satu kritik paling krusial dari serikat pekerja adalah adalah formulasi kenaikan upah minimum dalam Pasal 44 ayat 2 yang menyebutkan, kenaikan upah minimum didasarkan pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Terkait dengan hal itu, dalam beberapa bulan ke depan, kita sudah akan kembali membahas kenaikan upah tahun 2020. Karena itu, penting bagi kita untuk memastikan revisi PP 78/2015 sudah selesai sebelum pembahasan upah minimum tahun depan dilakukan. Dengan demikian, upah minimum yang diberlakukan tahun 2020 nanti tidak lagi ditentukan secara sepihak hanya berdasarkan pada inflansi dan pertumbuhan ekonomi.

Pos terkait