Idris Idham: Bekerja Sejak Tahun 1994, Saya Tidak Pernah Melakukan Kesalahan

Jakarta, KPonline – Ketua Umum FSP Farkes Reformasi yang juga pekerja RSIJ Pondok Kopi, Idris Idham kecewa dengan kebijakan managemen yang melakukan PHK terhadapnya. Idris merasa alasan PHK terhadap dirinya terkesan dicari-cari.

“Saya sudah bekerja di RSIJ Pondok Kopi sejak tahun 1994. Selama itu kondite kerja saya baik dan tidak pernah ada permasalahan. Baru pada tahun 2017, ketika saya menjabat Ketua Umum FSP Farkes Reformasi, absensi saya diungkit,” kata Idris dalam Konferensi Pers KSPI yang digelar di LBH Jakarta, Senin (10/9/2018).

Bacaan Lainnya

Kinerja baik Idris terbukti, ketika ia diangkat menjadi pejabat di rumah sakit yang merupakan badan amal Muhammadiyah tersebut. “Saya pernah diangkat menjadi Assisten Manager,” ujarnya.

Namun demikian, ketika serikat pekerja membela buruh outsourcing di lingkungan RSIJ Pondok Kopi, ia dipanggil direksi. Intinya direksi kecewa karena serikat membela buruh outsourcing menjadi karyawan tetap.

Tak lama setelah itu, jabatan Idris yang semula pejabat diturunkan menjadi pelaksana. Idris menduga, penurunan jabatan ini ada kaitan dengan perjuangannya menolak outsourcing.

Sebagai ketua umum, Idris memang sering meninggalkan pekerjaan karena urusan serikat pekerja. Dia pernah meminta bantuan Presiden KSPI Said Iqbal, Sekretaris Jenderal KSPI Ramidi, dan Deputi Presiden KSPI Muhamad Rusdi untuk berbicara mengenai dispensasi untuk kegiatan serikat pekerja dengan direksi.

Tentang hal ini, Idris pernah mendengar, jika ia akan diberikan dispensasi khusus untuk menjalankan serikat pekerja, asalkan tidak lagi mempermasalahkan outsourcing di lingkungan RSIJ Pondok Kopi. Tetapi Idris menolak. Dia tidak mau mengkhianati perjuangan serikat.

Selain outsourcing, bulan Maret 2017, serikat memperjuangkan kekurangan pesangon 5 orang pekerja RSIJ Pondok Kopi yang memasuki usia pensiun. Kekurangannya bervariasi, antara 10 hingga 80 juta.

Lagi-lagi serikat pekerja melawan. Bahkan membawa kasus ini hingga ke Disnaker, yang akhirnya perusahaan membayarkan kekurangan pesangon kelima buruh yang pensiun.

November – Desember, ada oknum direksi yang diduga mengambil obat dengan cara tidak prosedural. Menurut Idris, yang diambil adalah obat kuat, kurang lebih 112 butir.

“Dugaan penyewengan ini dilaporkan oleh teman kita di farmasi kepada PUK. Karena menilai hal ini tidak benar, serikat melaporkan hal ini ke PP Muhammadiyah di Jogja dan Jakarta,” kata Idris.

Apa yang terjadi? Orang yang melaporkan dipanggil dan dikatakan akan di PHK. Serikat melakukan pembelaan melakukan aksi menggunakan pita hitam sebagai bentuk protes.

Perjuangan serikat yang masif itulah, diduga menjadi alasan yang sesungguhnya untuk melakukan PHK terhadap Idris. Karena itu dicari-cari kesalahan, dan yang paling mudah adalah tentang absen.

Karena absensi yang dinilai buruk, RSIJ Pondok Kopi memberikan SP 3 terhadap Idris Idham sebanyak dua kali. Yakni pada bulan Desember 2017 dan April 2018.

Namun demikian, Idris menolak jika absensi dijadikan alasan untuk melakukan PHK terhadap dirinya. Sebab, kata Idris, dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) disebutkan, jika pekerja mendapatkan SP3 terkait kehadiran, maka sanksinya adalah turun golongan.

Pasal 19 PKB ayat (1) point e.5 berbunyi, “Mendapatkan surat peringatan 3 (tiga) 2 (dua) kali karena presensi selama kurun waktu 6 bulan sejak diterimanya surat peringatan, dikenakan sanksi penurunan golongan 1 tingkat selama 1 (satu) tahun dan tidak mengurangi masa kerja.”

“Kenapa saya di PHK? Jelas ini wanprestasi,” ujar Idris.

“Atas dasar hal-hal tersebut di atas, saya menduga PHK terhadap diri saya adalah upaya untuk menghalang-halangi kegiatan serikat pekerja untuk melakukan pembelaan terhadap anggotanya,” pungkasnya.

Pos terkait