Hari Ini e-Toll Diterapkan Seratus Persen, Senjakala Pekerja Jalan Tol di Depan Mata

Jakarta, KPonline – Tanggal 31 Oktober 2017 ini seluruh pengguna jalan tol di seluruh Indonesia sudah melakukan transaksi dengan cara nontunai atau menggunakan kartu elektronik (e-Toll). Salah satu yang menjadi pertanyaan kita adalah, bagaimana nasib karyawan penjaga gerbang tol. Apakah mereka akan diberhentikan setelah digantikan oleh mesin transaksi elektronik?

Vice President Operations Management PT Jasa Marga, Raddy R. Lukman sendiri menegaskan bahwa tidak ada pemutusan hubungan kerja karyawan. Dia menambahkan, Jasa Marga menyiapkan program Alih Profesi sebagai antisipasi terhadap pengurangan karyawan setelah elektronifikasi jalan tol.

Bacaan Lainnya

Menurut Raddy, program alih profesi telah menyediakan lebih dari 900 formasi di kantor pusat Jasa Marga, cabang, dan anak perusahaan. Bahkan, pilihan untuk menjadi pengusaha juga disediakan oleh Jasa Marga.

Pada tahap pertama, pihak Jasa Marga telah memberikan penawaran kepada 557 petugas untuk dialihtugaskan menjadi staf di kantor cabang, pusat, hingga ke anak perusahaan Jasa Marga.

Ia menjelaskan anak perusahaan atau kantor cabang ini dibagi menjadi dua, diantaranya adalah anak usaha yang bergerak di sektor tol maupun sektor non tol.

Dibantah ASPEK Indonesia

KSPI dan ASPEK Indonesia menyatakan sikap menolak otomatisasi gerbang tol, karena berpotensi menyebabkan puluhan pekerja ter-PHK.

Namun demikian, pernyataan Raddy dibantah Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia Mirah Sumirat. Mirah mengatakan, ada sekitar 20 ribu pekerja jalan tol yang terancam pemutusan hubungan kerja (PHK) menyusul pemberlakuan otomatisasi di jalan tol dengan transaksi non tunai.

“Memang akan ada karyawan yang dialihkerjakan di bidang lain, tetapi pasti akan tetap lebih banyak yang di-PHK. Bohong kalau dikatakan tidak akan ada PHK,” ujar Mirah.

Mirah sendiri mengaku sudah mendengar program alih profesi itu. Namun dia mempertanyakan, kuota yang diperlukan pada pekerjaan tersebut hanya 900-an orang, sementara pekerja yang terancam kehilangan pekerjaan diperkirakan mencapai 20.000 orang. Ini permasalahan serius yang belum ada kejelasan.

Apalagi, pengelola jalan tol di Indonesia bukan hanya badan usaha milik negara (BUMN) Jasa Marga. Ada beberapa jalan tol yang dikelola oleh swasta yang kemungkinan nasib karyawannya tidak diekspos di media massa terkait dengan penerapan otomatisasi di gardu tol.

Seperti dikuti dari viva.co.id, Jasa Marga sendiri memiliki sekitar 1.351 petugas gerbang tol yang bakal terkena dampak perubahan kebijakan itu. Lagi-lagi, pertanyaan adalah, bagaimana dengan puluhan ribu pekerja di perusahaan-perusahaan pengelola tol yang lain?

Jika pun dipindahkan ke perusahaan lain, karena badan hukumnya berbeda, maka tentunya akan ada PHK terlebih dahulu dari posisi dimana para pekerja saat ini berada.

Banyak Permasalahan

KSPI dan ASPEK Indonesia mendatangi Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) untuk mendiskusikan permasalahan otomatisasi jalan tol serta dampaknya bagi buruh dan konsumen.

Pemberlakuan e-toll sendiri bukannya tanpa permasalahan. Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi memaparkan sejumlah masalah terkait dengan otomatisasi jalan tol dengan penerapan transaksi nontunaimenggunakan uang elektronik.

“Seringkali mesin pembaca kartu uang elektronik lambat dalam merespons. Pada akhirnya justru lebih cepat tenaga manusia yang melayani pembayaran secara tunai,” kata Tulus Abadi seperti diberitakan Antara, Selasa (24/10/2017).

Selain itu, kata dia, tidak jarang pula sejumlah mesin pembaca kartu uang elektronik mengalami kerusakan sehingga pengguna jalan tol terpaksa harus mundur dan pindah ke gardu tol lainnya.

Menurutnya, permasalahan juga terjadi pada sisi pengguna jalan tol karena masih ada pengguna jalan tol yang gamang dalam menempelkan kartu pada mesin pembaca, bahkan sampai menjatuhkan kartu.

“Tidak jarang pula konsumen kesulitan mengisi ulang di peritel modern seperti ‘minimarket’ karena berbagai alasan. Misalnya, saldo untuk mengisi ulang di minimarket sedang habis,” ujar Tulus.

Untuk itu, Tulus meminta pengelola jalan tol tetap harus memberikan pilihan bagi pengguna jalan tol untuk melakukan pembayaran secara tunai. Pasalnya, menurut Tulus, pilihan transaksi secara tunai juga terjadi di berbagai negara yang menerapkan otomatisasi di jalan tol, misalnya, Amerika Serikat, Singapura dan Cina.

Tulus juga menekankan bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengatur hak-hak konsumen, termasuk hak untuk memilih.

“Salah satunya adalah pilihan melakukan transaksi secara tunai maupun nontunai,” ujarnya.

Pos terkait