GBS Desak Risma Rekomendasikan UMK Surabaya Rp3,6 Juta

Surabaya, KPonline – Gerakan Buruh Surabaya (GBS) mendesak Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini merekomendasikan kepada Gubernur Jatim agar upah minimum kota (UMK) Kota Pahlawan paling tinggi di Jatim yakni sebesar Rp3,6 Juta atau naik 20 persen.

Koordinator GBS Moch Sochib dalam siaran persnya di Surabaya, Senin, mengatakan Gubernur Jatim telah menerbitkan Surat Edaran mengenai jadwal penetapan UMK 2017 yaitu pembahasan dan penetapan UMK di tingkat kabupaten/kota adalah hingga 31 Oktober 2016 dan rekomendasi UMK  bupati/wali kota kepada gubernur  selambat-lambatnya 4 November 2016.

Bacaan Lainnya

“Dalam perkembangannya dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur menyisakan 3 kabupaten/kota di ring 1 Kawasan Indutri yang belum mengusulkan rekomendasi UMK 2017 termasuk Kota Surabaya,” katanya.

Menurut dia, Surabaya sebagai ibu kota Provinsi Jawa Timur dan kota metropolitan terbesar kedua di Indonesia biaya hidupnya jauh lebih tinggi dibanding dengan kabupaten/kota lain di JawaTimur.

Hasil Survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada  2012, biaya hidup Kota Surabaya sudah  mencapai Rp6 juta per keluarga dengan asumsi 3 orang anggota keluarga dan di tahun 2016 besaran UMK Kota Surabaya hanya Rp3.045.000 menjadi standar gaji untuk  pekerja/buruh yang berkeluarga.

Pembahasan di Dewan Pengupahan Kota Surabaya menghasilkan usulan untuk upah minimum kota (UMK) Surabaya pada 2017 ada dua angka Rp3,409.400  (11,8 persen)  versi dari unsur serikat pekerja/serikat buruh dan Rp3,2 juta (8,25 persen) dari unsur Apindo.

Keputusan Dewan Pengupahan Kota Surabaya sudah diberikan kepada Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, tetapi malah diboyong ke Jakarta. Risma minta fatwa dan persetujuan Kemenaker mengenai rekomendasi UMK padahal dalam UU 13/2003 tentang ketenagakerjaan sudah diatur bahwa bupati/wali kota berwenang mengajukan rekomendasi UMK.

Jika dibandingkan dengan  Pasuruan Bupati Pasuruan telah merekomendasikan UMK dengan besaran 3.584.022  atau naik 17,25 persen maka UMK Kota Surabaya nilainya menjadi  lebih rendah dari Kabupaten Pasuruan dan hal ini  melegitimasi upah murah di Kota Surabaya yang  akan menjerumuskan buruh dalam kemiskinan.

Dengan adanya ketimpangan tersebut  dan terlambatnya rekomendasi  UMK Kota Surabaya pada 2017 tersebut, lanjut dia, GBS bagian dari Gerakan Aksi Tolak Upah Murah (GASTUM) Jawa Timur menyesalkan tindakan wali kota Surabaya yang terkesan lepas tangan dan lempar tanggung jawab.

Hal ini dikarenakan rekomendasi UMK hingga mengambang melebihi batas waktu sehingga buruh Surabaya terancam mendapatkan UMK lama karena berlarut-larutnya rekomendasi.

Menyikapi perkembangan ini, kata dia, GBS mendesak wali kota Surabaya agar segera  merekomendasikan UMK Surabaya kepada Gubernur Jawa Timur sebesar 3,6 Juta atau naik 20 persen dan Gubernur Jatim menetapkan UMK Kota Surabaya dengan besaran tertinggi se-Jatim.(*)

Sumber: antara jatim

Pos terkait