FSPMI Jepara Lakukan Aksi Unjuk Rasa, Tolak Omnibus Law

Jepara, KPOnline – Ratusan buruh Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) di Jepara hari ini menggelar aksi unjuk rasa. Secara serempak ratusan buruh menuntut kepada pemerintah untuk mencabut RUU Omnibus Law Cipta Kerja serta menghentikan pembahasannya, Rabu (29/7/2020).

Selain menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja, mereka juga menuntut tanggung jawab Negara terhadap gelombang PHK yang terjadi selama masa Pandemi ini serta meminta pemerintah menggunakan survey kebutuhan hidup layak (KHL) sebagai dasar penetapan upah minimum (UMK) 2021.

Bacaan Lainnya

Unjuk rasa akan mereka pusatkan di kantor DPRD kota Semarang dan DPRD Provinsi Jawa Tengah siang nanti.

Thomas Veno yang menjadi koordinator umum menyampaikan bahwa massa aksi hari ini tetap menerapkan protokol kesehatan yang dianjurkan oleh pemerintah. Tujuannya adalah menghindari risiko penularan Covid-19.

“Massa aksi unjuk rasa hari ini tetap mematuhi protokol kesehatan seperti memakai masker sebagai alat pelindung diri, membawa handsanitizer dan menjaga jarak,” kata Thomas Veno.

Ditemui oleh redaksi KoranPerdjoeangan.com, salah seorang peserta aksi yakni Abdul Khafid mengatakan bahwa RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini berbahaya bagi buruh, karena dapat merugikan bahkan memiskinkan kaum buruh itu sendiri.

Selain itu, menurut dia jika dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjan, RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini tidak lebih baik.

“RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini bisa merugikan bahkan memiskinkan, beberapa poin kesejahteraan buruh akan dihapuskan atau hilang. Lebih lagi, Omnibus Law Cipta Kerja ini lebih buruk dari pada Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.” ucap Abdul Khafid.

Berikut informasi yang dihimpun oleh koranperdjoeangan.com mengenai 5 kebijakan pengupahan dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang merugikan buruh yang mendapat protes keras dari buruh sampai dengan saat ini :
1. Hilangnya upah minimum kabupaten (UMK).
2. Hilangnya upah minimum sektoral
3. Munculnya upah padat karya yang nilainya bisa lebih kecil.
4. Muncul upah berdasar satuan waktu atau upah per jam
5. Kenaikan upah minimum tidak lagi melihat kebutuhan hidup layak (KHL).

Aksi unjuk rasa dengan massa aksi yang lebih besar disinyalir akan kembali terjadi apabila DPR RI masih bersikukuh untuk melanjutkan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja apalagi sampai disahkan adanya.

(Ded)

Pos terkait