FSPMI Jawa Timur Duga Upah 2022 Atas Perintah Atasan “ Asal Bos Senang”

Surabaya,KPonline – Hari ini (22/11) buruh yang tergabung ke dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jawa Timur melakukan aksi demonstrasi yang di pusatkan di Gedung Negara Grahadi. Aksi ini diikuti sekitar 300 orang massa buruh dari Kota Surabaya, Kab. Gresik, Kab. Sidoarjo, Kab./Kota Mojokerto, Kab./Kota Pasuruan, Kab./Kota Probolinggo, Kab. Jember dan Kab. Tuban.

Bacaan Lainnya

Massa aksi mulai berangkat dari daerah masing-masing untuk bertemu di titik kumpul utama di Jl. Frontage A. Yani depan Rolyal Plaza sekitar pukul 12.00 WIB untuk kemudian bergerak bersama ke Gedung Negara Grahadi.

Aksi ini sebagai bentuk kekecewaan buruh terhadap kebijakan politik ‘upah murah’ Gubernur Jawa Timur dengan menetapkan upah minimum provinsi (UMP) sebesar Rp. 1.891.567,12 naik sebesar Rp. 22.790,- atau hanya sebesar 1,2% dari UMP Jawa Timur tahun 2021 sebesar Rp. 1.868.777,08. Penetapan upah minimum provinsi (UMP) Jawa Timur tahun 2020 tersebut dituangkan dalam Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/783/KPTS/013/2021 tertanggal 20 November 2021.

Dalam keterangan Pers nya ketua DPW FSPMI Jawa Timur, Jazuli  FSPMI menduga Upah 2022 atas perintah atasan “ Asal Bos Senang”

“Penetapan UMP Jawa Timur 2022 berdasarkan perintah atasan asal bos senang tanpa mempertimbangkan rasa kemanusiaan” Ungkapnya

Menyikapi kebijakan politik ‘upah murah’ tersebut, dalam aksi demonstrasi hari ini  Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jawa Timur juga menyampaikan sikap sebahai berikut:

1. Menolak dengan tegas Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/783/KPTS/013/2021 tentang Upah Minimum Provinsi Jawa Timur tahun 2022.

2. Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Timur tahun 2022 yang hanya sebesar Rp. 22.790,- atau hanya sebesar 1,2% menunjukkan Gubernur Jawa Timur tidak peka terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Jawa Timur khususnya buruh yang terdampak akibat pandemi Covid-19. Kenaikan UMP Jawa Timur tahun 2022 sebesar Rp. 22.790,- tersebut setara dengan uang Rp. 500,- perharinya yang nilainya lebih besar dari pemberian seorang dermawan kepada orang yang meminta-minta di pinggir jalan.

3. Kenaikan UMP tahun 2022 yang hanya 1,2% dibawah inflasi Provinsi Jawa Timur yang sebesar 1,92% ini artinya upah buruh tergerus inflasi yang mengakibatkan daya beli buruh menurun. Selain itu buruh juga tidak menikmati pertumbuhan ekonomi yang tumbuh hingga 7,07% sebagaimana yang disampaikan oleh Jokowi pada saat Pidato Kepresidenan penyampaian RUU APBN 2002 beserta Nota Keuangan tanggal 16 Agustus 2021 yang lalu.

4. Kewenangan Gubernur Jawa Timur untuk menetapkan upah minimum baik itu UMP maupun UMK yang diamanatkan dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang sudah diubah dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja merupakan kewenangan yang tidak perlu intervensi Menteri Ketenagakerjaan maupun Menteri Dalam Negeri. Sejatinya Gubernurlah yang mengetahui kondisi sosial dan ekonomi di wilayahnya masing-masing.

5. Gubernur Jawa Timur mengingkari komitmen politik yang dituangkan dalam Berita Acara Rapat Dengar Pendapat pada tanggal 14 Oktober 2021 di DPRD Provinsi Jawa Timur yang dihadiri oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur sebagai perwakilan Pemerintah, Komisi E DPRD Provinsi Jawa Timur, BPS Provinsi Jawa Timur dan perwakilan Serikat Pekerja/Serikat Buruh Jawa Timur. Yang mana dalam Berita Acara tersebut menyebutkan bahwa dalam penetapan upah minimum tahun 2022 yang berkeadilan selain menggunakan mekanisme yang tertuang dalam PP No. 36 Tahun 2021 juga mempertimbangkan mekanisme Penetapan Upah Minimum tahun-tahun sebelumnya. Ini artinya Gubernur tidak harus mengikuti SE Menaker yang menyesatkan dan memiskinkan buruh tersebut. Namun faktanya Gubernur mengabaikan aspirasi publik dengan menetapkan UMP Jawa Timur tahun 2022 hanya berpatokan terhadap PP No. 36 Tahun 2021.

6. Gubernur Jawa Timur lebih takut terhadap Surat Edaran Menteri ketimbang Intruksi Presiden. Dengan dalih adanya regulasi baru terhadap penetapan upah minimum yang tidak boleh dilanggar oleh Gubernur. Namun dalam pemenuhan hak atas Jaminan Sosial buruh, Gubernur Jawa Timur mengabaikan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2017 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. Dalam inspres tersebut mengamatkan kepada Gubernur untuk memberikan sanksi terhadap Perusahaan yang belum mendaftarkan buruhnya kepada BPJS Kesehatan. Faktanya sudah 4 (empat) tahun Inpres tersebut diterbitkan, tetapi di Jawa Timur tidak ada satu pun Perusahaan yang belum mendaftarkan pekerjanya kepada BPJS yang diberikan sanksi oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan data dari BPJS Kesehatan, terdapat 3.975 perusahaan dengan total 19.063 buruh yang belum terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan. Hal ini akan semakin membuat buruh termiskinkan dengan upah murah dan ketika sakit harus berobat dengan biaya sendiri.

7. Gubernur Jawa Timur menerapkan politik upah murah untuk menarik investasi dengan mengorbankan buruh Jawa Timur untuk dieksploitasi, karena dibayar murah.

8. Kami Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jawa Timur bersama aliansi serikat pekerja/serikat buruh se Jawa Timur tengah mempersiapkan aksi demonstrasi besar-besaran bahkan hingga mogok kerja masal untuk melawan politik upah murah Gubernur Jawa Timur.

Pos terkait