Purwakarta, KPonline – “Perempuan harus kuat. Jika perempuan kuat, organisasi akan kuat. Jika perempuan lemah, maka organisasi pun akan ikut lemah,” pungkas Fuad BM selaku Ketua Konsulat Cabang FSPMI Kabupaten Purwakarta dalam sambutannya di Seminar perempuan FSPMI.
Bertema “Melawan Diskriminasi,” acara seminar perempuan diadakan Dewan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (DPP FSPMI) dan dilakukan pada Rabu (20/11/2019) di Training room Kantor KC FSPMI Purwakarta yang diikuti oleh perwakilan pekerja perempuan FSPMI dari berbagai wilayah atau daerah Kabupaten atau Kota, seperti; Purwakarta, Karawang, Subang, Cirebon dan Bandung. Hadir dalam kesempatan tersebut, Mundiah S. H, selaku Vice Presiden bidang perempuan FSPMI.
Hasil survey perlindungan hak reproduksi buruh dalam perjanjian kerja bersama (PKB) dari Komite Perempuan IndustriALL Indonesia Council menunjukan kalau diskriminasi terhadap pekerja perempuan masih tinggi. Survey dilakukan terhadap 186 serikat pekerja di tingkat perusahaan dan 186 perjanjian kerja bersama (PKB) dari Federasi affiliasi IndustriALL di Indonesia. Diantaranya, diskriminasi tersebut adalah tidak adanya fasilitas tunjangan keluarga di 37 perusahaan. Padahal, dengan meningkatnya kebutuhan keluarga, semakin banyak ibu dan wanita yang bekerja untuk membiayai keluarganya. Belum lagi kasus intimidasi lainnya, selain tunjangan keluarga, sekitar 49 persen perusahaan tidak ada izin untuk menyusui bagi pekerja perempuan dan itu membuktikan kalau pekerja wanita masih rentan mendapatkan diskriminasi dalam lingkungan kerja mereka. (TEMPO.CO)
Ternyata, begitu banyak hal diskrimanasi terhadap pekerja perempuan. Bahkan selain hal tersebut diatas, pekerja perempuan pun mendapat diskriminasi dalam hal pajak. Di dalam pajak penghasilan ada istilah penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dan menurut Pajak Penghasilan pasal 21 atau PPh 21, potongan pajak untuk pekerja perempuan ternyata lebih besar dari pekerja pria atau laki-laki.
Menurut Mimin selaku bidang perempuan FSPMI Purwakarta; “Perempuan dalam PPh 21, perempuan itu dianggap lajang. Walau sudah menikah dan memiliki anak satu (1), sampai tiga (3), sedangkan laki-laki tidak. Sehingga perempuan potongan pajaknya dalam PPh 21 lebih besar,” ujarnya kepada awak media perdjoeangan.
Politik elektoral di Indonesia belum bisa menyelesaikan berbagai masalah terhadap pekerja perempuan. Diskriminasi kepada pekerja perempuan terjadi hampir di seluruh sektor industri di Indonesia.