Dibalik Corona DPR Ngebut Bahas Omnibus Law, Ada Apa?

Purwakarta, KPonline – Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja adalah salah satu program pemerintah yang menempuh metode Omnibus. Kehadiran Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja dalam Omnibus Law dinilai kontroversial. Terutama, dikalangan kelas pekerja atau kaum buruh.

Kelas pekerja atau kaum buruh tidak setuju atas kehadiran RUU tersebut. Menurut kelas pekerja atau kaum buruh, Omnibus Law RUU Cipta Kerja adalah bentuk deregulasi berbagai peraturan dengan melucuti semua hak dasar pekerja atau buruh.

Bacaan Lainnya

Satu diantaranya, dan sempat menjadi bahan analisa adalah statement Menaker Ida Fauziah kepada detik.com pada (24/2/2020).

Ia mengungkapkan, pesangon memang jumlahnya tidak sebesar Undang-undang No. 13 Tahun 2003. Katanya

Setidaknya, atas ungkapannya tersebut menunjukan bahwa dalam Undang-undang Cipta Kerja, telah terjadi deregulasi atas pasal 151 Undang-undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Kemudian, bagaimana dalam hal upah? Apakah sama dengan pesangon, nilainya juga akan berkurang.

Kepada beberapa Media Online, selain koran perdjoeangan.com dan salah satunya HUKUM ONLINE.COM terkait upah, Ida menyebut RUU Cipta Kerja akan mengatur 3 jenis upah minimum.

1. Upah Minimum Provinsi (UMP)

2. Upah Minimum Industri Padat Karya

3. Upah Minimum Usaha Mikro Kecil

Deregulasi pun kembali terjadi. Karena pasal 89 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur tentang pengupahan akan dihapus dan tidak berlaku lagi di Undang-undang Cipta Kerja. Selanjutnya, untuk upah minimum kabupaten/ kota (UMK) atau upah sektor kabupaten/ kota (UMSK) ditiadakan atau dihilangkan.

UU No.13 Tahun 2003

Pasal 88

(1) Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

(2) Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh.

(3) Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi:

a. upah minimum;

b. upah kerja lembur;

c. upah tidak masuk kerja karena berhalangan;

d. upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;

e. upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;

RUU Cipta Kerja

Pasal 88C

(1) Gubernur menetapkan upah minimum sebagai jaring pengaman.

(2) Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan upah minimum provinsi.

Pasal 88E

(1) Untuk menjaga keberlangsungan usaha dan memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh industri padat karya, pada industri padat karya ditetapkan upah minimum tersendiri.

(2) Upah minimum pada industri padat karya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditetapkan oleh Gubernur.

(3) Upah minimum pada industri padat karya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan menggunakan formula tertentu.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai upah minimum industri padat karya dan formula tertentu diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Undang No. 13 Tahun 2003

Pasal 89

(1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf a dapat terdiri atas:

a. upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota;

b. upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota.

(2) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak.

(3) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota.

(4) Komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

RUU Cipta Kerja

Pasal 89 dihapus

Kesimpulannya, upah pun sama seperti pesangon. Bila UU Cipta Kerja disahkan, pekerja yang saat ini mendapatkan upah lewat UMK. Selanjutnya, mereka hanya akan mendapatkan upah minimum provinsi (UMP).

Sebagai contoh; upah di Purwakarta untuk 2020 sebesar Rp4.039.067,66. Namun, 2021 upah di Purwakarta bisa di bawah empat juta. Kenapa? Karena UU Cipta Kerja menekankan ketentuan upah harus menggunakan upah minimum provinsi dan seperti kita ketahui, UMP Jawa Barat saat ini adalah sebesar Rp1.810.350.

Di tengah pandemi Covid-19. Seharusnya DPR tidak memaksakan diri untuk membahas RUU ini.

Sekalipun RUU tersebut masuk ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas), tidak serta merta membuat RUU tersebut harus diselesaikan dalam kondisi seperti sekarang.

Selain kepentingan pemerintah. Apakah mungkin, ngebutnya DPR dalam membahas RUU Cipta kerja di masa pandemi hanya untuk memuluskan kepentingan kaum oligarki?

Dan sekiranya memang benar demikian, sebagai pekerja atau buruh jangan acuh tak acuh atau berdiam diri. Mereka harus menanggapi serta menindaklanjuti dengan serius akan kehadiran RUU tersebut. Karena bila memang kehadiran RUU tersebut memang benar untuk kaum oligarki, masa depan mereka untuk hidup layak dan sejahtera tidak akan mungkin terealisasi bila RUU Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-undang (UU) oleh DPR RI.

Pos terkait