Dewan Pengupahan Unsur SP Kecam Tindakan Ketua Dewan Pengupahan Provinsi Aceh, Terkait Rekomendasi UMK 2021

Dewan Pengupahan Unsur SP Kecam Tindakan Ketua Dewan Pengupahan Provinsi Aceh, Terkait Rekomendasi UMK 2021

Banda Aceh, KPonline – Hari ini Selasa tanggal 04 Desember 2020 pukul 14.30 WIB dilaksanakan rapat Dewan Pengupahan Provinsi Aceh dengan agenda sidang perumusan rekomendasi dewan pengupahan provinsi Aceh terhadap UMK Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Tamiang tahun 2021.

Dalam sidang yang dipimpin langsung oleh ketua dewan pengupaha provinsi Aceh tersebut membahas bentuk dan isi rekomendasi yang akan disampaikan kepada Gubernur Aceh sebagai pertimbangan dalam menentukan besaran UMK untuk 2 daerah, yaitu Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Tamiang tahun 2021.

Bacaan Lainnya

Sidang dilaksanakan secara offline dan online (bagi anggota dewan pengupahan yang tidak bisa langsung berhadir sidang secara offline).

Dalam sambutan pembuka sidang, ketua dewan pengupahan provinsi Aceh yang sekaligus juga merupakan kepala Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Aceh menyatakan bahwa rekomendasi dari 2 daerah (Banda Aceh dan Aceh Tamiang) sudah masuk ke kantor gubernur, dan Sekda Prov meminta dewan pengupahan provinsi Aceh agar segera memberikan rekomendasi terkait usulan upah dari 2 daerah tersebut. Ketua dewan pengupahan menyatakan bahwa perlu pertimbangan dalam penyusunan rekomendasi, diantaranya surat edaran menteri dan pertimbangan lainnya.

Senada dengan pemerintah, asosiasi pengusaha juga menyatakan hal yang sama, dimana mengusulkan agar usulan kenaikan UMK di 2 daerah tersebut perlu pertimbangan yang adil bagi semua pihak, dan sebaiknya UMK tahun 2021 tidak ada kenaikan.

Pandangan dari pemerintah dan asosiasi pengusaha tersebut di tentang secara tegas oleh anggota dewan dari Unsur Serikat pekerja. Adalah Edy Jaswar, anggota Dewan Pengupahan Provinsi Aceh mewakili FSPMI Aceh menyatakan dalam sidang bahwa dewan pengupahan provinsi Aceh jangan menjadi penjegal kenaikan UMK di 2 kabupaten/kota di Aceh dengan mengeluarkan rekomendasi yang membuat Gubernur menjadi ragu-ragu terhadap penetapan UMK.

” Kita harus mendukung rekomendasi dari bupati dan walikota tersebut dimana merupakan hasil pertemuan dan perundingan alot dewan pengupahan di tingkat kabupaten/kota. Jika rekomendasi sidang hari ini merubah angka (nominal) kenaikan sehingga usulan kenaikan menjadi lebih rendah, itu sama artinya kita menjegal kedaulatan dan kewenangan dewan pengupahan kabupaten/kota. Sama artinya kita menafikan keberadaan dewan pengupahan kabupaten/kota yang sudah lelah berunding sebelumnya” ujarnya.

Lebih lanjut disampaikan, dewan pengupahan provinsi jangan sampai dijadikan kambing hitam apabila usulan kenaikan dari walikota dan bupati diubah nominalnya.

” Kita perlu mengawal terus kebijakan UMK ini sehingga tidak akan menzalimi kesejahteraan pekerja/buruh” pungkas pria yg juga merupakan Sekretaris DPW FSPMI Provinsi Aceh ini.

Hal senada juga disampaikan oleh Muhammad Arnif, anggota dewan pengupahan provinsi Aceh mewakili Aspek Indonesia, Dimana UMK merupakan hasil kesepakatan 3 unsur di kabupaten (unsur pemerintah, asosiasi pengusaha dan Serikat pekerja) di dewan pengupahan kabupaten, jadi semestinya kita menghargai apa yang sudah di putuskan oleh dewan pengupahan kabupaten tersebut.

Sebelumnya diinformasikan bahwa walikota Banda Aceh mengusulkan kenaikan UMK sebesar 50.000 (atau menjadi Rp 3.250.000,-) dari tahun sebelumnya dan Bupati Aceh Tamiang mengusulkan kenaikan sebesar 10.000 (atau menjadi 3.212.000,-) dari tahun sebelumnya berdasarkan perundingan masing-masing dewan pengupahan kabupaten/kota.

Namun dalam rapat dewan pengupahan Provinsi, ketua dewan pengupahan mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan masukan dan usulan dari anggota dewan pengupahan dari unsur Serikat pekerja, dimana sepakat dengan nominal kenaikan UMK Aceh Tamiang dan mengurangi nominal kenaikan UMK Banda Aceh sebesar 25.000.

Rapat dewan pengupahan provinsi yang berjalan selama hampir 3 jam tersebut tidak menghasilkan kesepakatan antara perwakilan asosiasi pengusaha dan perwakilan Serikat pekerja sehingga tidak ada penandatanganan berita acara hasil rapat oleh dewan pengupahan dari unsur Serikat pekerja.