Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Tengah Berencana Audiensi dengan Kemenaker dalam Penetapan UMP Tahun 2022

Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Tengah Berencana Audiensi dengan Kemenaker dalam Penetapan UMP Tahun 2022

Semarang, KPonline – Keluarnya Peraturan menteri Tenaga Kerja No. 18 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Tenaga kerja Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kebutuhan Hidup Layak ternyata masih menjadi perdebatan mengenai tata cara pelaksanaannya, hal ini terlihat pada saat Rapat Pleno Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Tengah yang berlangsung pada hari Kamis (11/2/2020) di Kantor Disnakertrans Provinsi Jawa Tengah Jl. Pahlawan No. 16 Semarang.

Dalam rapat pleno yang dihadiri oleh anggota Dewan Pengupahan dari ketiga unsur yaitu Apindo, Pemerintah dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh ini merangkum beberapa inventarisasi masalah yang muncul di Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Tengah akibat dari keluarnya Permenaker tersebut.

Kaitannya terhadap perubahan dalam komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL), di dalam Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Tengah muncul pertanyaan apakah perlu dilakukan survei dan bagaimana petunjuk teknisnya seperti siapa yang melakukan survey, kapan dan berapa kali dilakukan survey, methode survei dan yang pasti adalah pembiayaan survei tersebut darimana.

Kemudian mengenai lembaga survei yang berwenang di bidang statistik, di daerah hanya ada BPS. Sedangkan BPS di daerah sendiri tidak mempunyai kewenangan survei karena sebagai lembaga vertikal di pusat, yang jadi pertanyaan selanjutnya adalah apakah bisa dilakukan oleh lembaga survei selain BPS dan bagaimana kebijakan dari Kemenaker.

Perdebatan pun berlanjut tentang perlu tidaknya melakukan survey atau dengan menggunakan data dari BPS untuk menentukan besaran Komponen KHL, penetapan Upah Minimum Provinsi Tahun 2022 menjadi kendala lagi jika tidak dilakukan survei KHL karena sesuai dengan PP 78 tahun 2015 tentang Pengupahan penetapan Upah Minimum adalah dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

Sedangkan untuk penetapan Upah Minimum Kab/Kota permasalahan menjadi lebih sulit lagi, karena data yang ada hanya pertumbuhan ekonomi di tahun sebelumnya saja sedangakan data inflasi tidak ada di tiap Kabupaten / Kota kecuali kabupaten / kota yang merupakan pantauan inflasi.

Dengan masih adanya permasalahan-permasalahan tersebut, dari Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Tengah akhirnya membentuk satu tim dari anggota Dewan Pengupahan Provinsi yang akan melakukan audensi dengan Kemenaker RI di Jakarta untuk membahasnya yang waktunya akan ditentukan kemudian.

Sementara itu menanggapi hasil dari rapat pleno yang ada di Dewan Pengupahan Provinsi tersebut, Luqmanul Hakim selaku Sekretaris DPW FSPMI Provinsi Jawa Tengah angkat bicara.

“DPW FSPMI menyambut positif terhadap upaya dalam hal inventarisir masalah dalam penetapan upah tahun 2022 dan langkah audensi ke Kemenaker dalam hal meminta klarifikasi dan kejelasan terkait penetapan upah di tahun mendatang, Bagi kami upah adalah hal yang sangat fundamental bagi pekerja, upah menjadi indikator pemenuhan kebutuhan sehari hari dan kesejahteraan bagi pekerja /buruh di seluruh Indonesia”, jelasnya.

“Pekerja /buruh mejadi bagian dalam penentuan pertumbuhan ekonomi secara mikro maupun makro. Dan kaitannya dengan pengupahan, kami menanggapi dengan serius dan menekankan kepeda pemerintah dari tingkatan pusat, daerah, maupun kabupaten kota, jangan pernah abaikan dan bermain-main terkait dengan upah pekerja / buruh, harus ada regulasi yang jelas dalam penetapan upah tanpa mengabaikan tentang kebutuhan riil bagi pekerja / buruh dalam pemenuhan kebutuhan hidup layak dan memproyeksikan kesejahteraan pekerja/ buruh yang ada di Jawa Tengah”, lanjutnya kemudian. (sup)