Cuma Karena Ngopi-ngopi, ter-PHK

Cuma Karena Ngopi-ngopi, ter-PHK

Purwakarta, KPonline-Dipinggiran ibukota, berdiri sebuah pabrik alat musik ternama, “Melodi Indah”. Pabrik ini telah beroperasi puluhan tahun dan menjadi tempat bergantung ribuan pekerja. Salah satunya adalah Joko, seorang pengrajin piano yang sudah bekerja di sana lebih dari satu dekade.

Setiap pagi sebelum memulai pekerjaan, para pekerja punya kebiasaan ngopi bersama di kantin belakang pabrik. Obrolan ringan, canda tawa, dan sesekali keluhan tentang gaji atau kebijakan baru menjadi menu wajib.

Bacaan Lainnya

Suatu pagi, Joko bersama rekannya sedang menikmati kopi sambil berbincang tentang kabar bahwa manajemen pabrik berencana meminimalisir cost perusahaan.

“Sudah gaji (upah) kecil, kerjaan makin banyak, eh sekarang kenaikan upah sesukanya tak sesuai aturan,” keluh Budi, rekannya.

“Iya, katanya biar biaya produksi (upah pekerja) lebih murah,” sahut Joko sambil menyeruput kopinya.

Obrolan ini berlangsung santai, tanpa ada niat buruk. Namun, tanpa mereka sadari, seorang supervisor baru bernama Herman mendengar pembicaraan itu dari kejauhan. Ia langsung melaporkannya ke pimpinan dengan sedikit bumbu tambahan.

“Direktur, beberapa pekerja di kantin tadi membicarakan kebijakan perusahaan dengan nada tidak sopan. Saya khawatir mereka bisa mempengaruhi yang lain dan memicu protes,” lapornya.

Tak butuh waktu lama, keesokan harinya, Joko dan rekannya tersebut dipanggil ke kantor manajemen. Tanpa banyak basa-basi, mereka diberikan surat pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Kami tidak bisa mentoleransi pekerja yang tidak mendukung kebijakan perusahaan,” ucap Direktur dingin.

Joko terkejut. “Tapi kami hanya ngobrol biasa, Pak. Hanya ngopi-ngopi!”

“Tidak ada tapi-tapian. Keputusan sudah final,” balas Direktur tegas.

Kabar PHK itu menyebar cepat di kalangan pekerja lain. Suasana pabrik yang sebelumnya penuh tawa kini berubah muram. Banyak yang takut untuk sekadar bercanda atau mengeluh. Dan semua itu, hanya karena ngopi-ngopi.

Pos terkait