Catatan Kritis KSPI Terkait Implementasi BPJS Kesehatan

Jakarta, KPonline – Hingga 27 Januari 2017, baru 172 juta jiwa rakyat Indonesia yang mampu mengakses BPJS Kesehatan. Ini berarti, masih ada sekitar 80 juta jiwa yang belum mengakses BPJS Kesehatan. Demikian paparan laporan pertanggungjawaban Kongres Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang disampaikan pada awal Februari 2017 lalu.

Selain masalah kepesertaan yang belum menyeluruh, seringkali kita mendengar banyak Rumah Sakit yang menolak pasien BPJS Kesehatan atau setengah hati melayani. Ada juga yang membebankan biaya kepada pasien dengan berbagai alasan.

Baca juga: Sinergi Bersama, Jamkeswatch Batam Kunjungi BPJS Kesehatan

KSPI selalu mengkritik keras kinerja BPJS yang belum optimal ini. Salah satunya adalah pada 28 Mei 2015 dimana KSPI mendesak Menteri Kesehatan untuk mundur dari jabatannya jika masih belum serius menyelesaikan perosalan jaminan kesehatan. Kekecewaan tersebut karena dalam setahun menjabat sebagai menteri, Nila F Moeloek tidak jua menunjukkan hasil yang memuaskan karena masih banyak orang miskin yang belum terdaftar. Banyak Rumah Sakit yang tidak becus melayani pasien dan ada pula Rumah Sakit yang membebankan biaya tambahan kepada peserta BPJS Kesehatan.

Belum selesai masalah pengelolaan, pemerintah justru menaikan iuran bagi peserta non Penerima Bantuan Iuran (PBI) Kelas I dan Kelas II yang memberatkan masyarakat. KSPI memandang bahwa salah satu penyelesaian masalah BPJS Kesehatan adalah pemerintah menjalankan amanah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dengan menyediakan dana kesehatan sebesar 5% APBN dan 10% APBD diluar gaji.

Masalah yang sering dijumpai di lapangan adalah ketika para pasien yang menderita penyakit keras seperti kelainan fungsi hati (Atresia Bilier, Caroli Diseas, dll.) yang belum memiliki kepastian dalam masalah pembiayaan dan pelayanan kesehatan yang baik. Parahnya, pasien yang menderita penyakit ini adalah kalangan tidak mampu yang berdampak pada keluarganya sehingga harus memutar otak untuk menghadapi biaya perawatan yang seharusnya ditanggung negara.

Baca juga: Kepesertaan BPJS Kesehatan Diputus Sebelum PHK Berkekuatan Hukum Tetap, Jamkeswatch Bogor Protes Keras

Sikap kritis KSPI juga sampai pada titik teknis pelayanan BPJS Kesehatan, diantaranya: 1) mengenai masa aktif kepesertaan selama 14 hari pasca pendaftaran, dan 2) permasalahan regulasi INA CBGs yang sangat membatasi pelayanan dan biaya sehingga membuat banyak RS tidak mau bekerja sama dengan BPJS karena sistem tarif yang rendah. Untuk yang terakhir, batasan pelayanan dimana BPJS hanya melayani Kelas I, II, dan III saja membuat buruh yang sebelumnya mendapat pelayanan lebih baik mengalami penurunan kualitas pelayanan kesehatan. Perusahaan perlu membayar lagi jika ingin menaikan kualitas pelayanan melalui program Coordination of Benefit (COB).

Persoalan lain juga pada tataran jumlah klinik dan RS, khususnya swasta, yang masih sangat terbatas dan bahkan lebih sedikit dari klinik dan RS yang sebelumnya bekerja sama dengan Jamsostek dan Asuransi Swasta yang digunakan perusahaan. Hal ini berdampak pada kesulitan para buruh untuk mengakses pelayanan kesehatan. Semisal, fasilitas kesehatan PPK 1 (Puskesmas) terbatas dengan jam operasionalnya, berbeda dengan klinik swasta yang dapat diakses 24 jam.