Audiensi BPJS Kesehatan Pusat dan Jamkeswatch KSPI, Apa Hasilnya?

Jakarta, KPonline – Bagaimanakah regulasi pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS Kesehatan saat ini? Bagi mereka yang berkecimpung dan terhubung di dalamnya tentu sepakat menjawab kacau!

Salah satu kekacauan JKN yang saat ini menjadi perdebatan sengit dan pembahasan publik adalah Peraturan Menteri Kesehatan No.51 tahun 2018 tentang urun biaya dan selisih biaya dalam program jaminan kesehatan. Juga Peraturan Badan (PerBan) BPJS Kesehatan Nomor 6 tahun 2018 tentang administrasi kepesertaan.

Bacaan Lainnya

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melalui sayap organisasinya Jamkeswatch dalam aksinya di kantor pusat BPJS Kesehatan minggu kemarin (21/03), dengan tegas menolak aturan Permenkes tersebut selain itu untuk tuntutan lainnya, Jamkeswatch meminta tanggapan dan penjelasan resmi dari Direksi BPJS Kesehatan.

Hasilnya aksi itu, pada hari ini (27/03), disepakatilah adanya pertemuan di kantor pusat BPJS Kesehatan antara Direksi BPJS Kesehatan dengan perwakilan DPN Jamkeswatch.

Direktur bidang advokasi dan relawan Jamkeswatch, Darius dalam keterangan media mengatakan, ” Regulasi adalah akar dari semua pelaksanaan program, dari situlah muncul permasalahan yang berdampak luas dan berkelanjutan. Jamkeswatch meminta audensi ini untuk diskusi dan saling memberi masukan. Kritik membangun sangat diperlukan untuk kebaikan bersama.” jelasnya.

Selain mengkritisi regulasi, jamkeswatch juga memberikan berbagai masukan dalam pelaksanaan JKN untuk lebih baik.

Menindaklanjuti dua kali aksi minggu lalu yang dilakukan buruh dan relawan Jamkeswatch yang merupakan pilar KSPI (dimana FSPMI ada di dalamnya) ke kantor BPJS Kesehatan pusat , hari ini (27/3) diselenggarakan audensi.

Jajaran Jamkeswatch KSPI dihadiri oleh pimpinan pusat dan perwakilan daerah. Mereka diantaranya Iswan Abdullah, Ghofur, Hendi Suhendi (Bekasi), Samsuri (DKI), Mandiah, Maria, Daryus (DKI), Lubis, Sunarto (DPD Tangerang), Heru (DPD Cianjur, dan Ranto (Karawang).

Sementara dari pihak BPJS Kesehatan pusat dihadiri oleh Bayu (Direktur hukum dan hubungan antar lembaga), Ani Handayani (Direktur perluasan kepesertaan) didampingi Ratna (depdirwil 4).

Sebagaimana telah disampaikan beberapa minggu yang lalu, kali ini tim relawan Jamkeswatch KSPI masih menyampaikan hal yang sama terkait penolakan Perpres No 82 tahun 2018 pasal 81 – 82 yang menelurkan Permenkes 51 tentang iur biaya. Serta penolakan regulasi yang menyulitkan masyarakat mendapatkan layanan kesehatan.

Iswan Abdullah selaku direktur eksekutif DPN Jamkeswatch menyampaikan bahwa Jamkeswatch ingin mengembalikan marwah BPJS Kesehatan di tengah cercaan masyarakat yang mengkritisi BPJS Kesehatan terkait pelayanan RS yang ujungnya BPJS kesehatan menjadi kambing hitam.

Bahwa terkait dengan Permenkes 51 dengan tegas Iswan mengatakan bahwa BPJS Kesehatan jangan menjadi underbow nya Kemenkes karena BPJS Kesehatan langsung bertanggungjawab kepada presiden sesuai dgn UU no 40 th 2004 dan UU no 24 th 2011. Selain itu Iswan juga menegaskan terkait aturan peserta pekerja penerima upah atau PPU yang sedang berproses PHK sudah seharusnya ketika pekerja tersebut belum mendapat keputusan tetap dari PHI atau inkrah maka pekerja tersebut masih harus mendapatkan pelayanan kesehatan dari BPJS Kesehatan jangan sampai yang sudah terjadi di PT FNG di kawasan industri Pulogadung sebanyak 6 orang pekerja meninggal akibat kartu BPJS nya sudah non aktif akibat PHK sepihak atau PHK nya sedang proses.

Setelah melalui diskusi yang panjang, didapat hasil pada pertemuan hari ini:

1. BPJS Kesehatan Pusat akan mengeluarkan surat edaran kepada pihak rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan tentang tidak adanya urun biaya.

2. Terkait perban 06 akan dibentuk tim kecil untuk dibahas lebih lanjut.

Meski audiensi hari ini memang dirasa belum maksimal, tapi bukan berarti tanpa hasil. Oleh karena itu seluruh lapisan masyarakat terutama butuh dan relawan kesehatan Jamkeswatch diharapkan untuk terus mengawasi kinerja direksi BPJS Kesehatan agar tidak ada penyimpangan yang merugikan masyarakat luas.

(Iip/brd/jim).

Pos terkait