Ambyar, seAmbyar-Ambyarnya..

Solo, KPonline – Penyanyi campursari Didi Kempot meninggal dunia di Solo, Selasa (5/5/2020). Didi Kempot diketahui meninggal dunia pada pukul 7.30 pagi. Hal ini disampaikan Lili, saudara dekat Didi Kempot dalam wawancara di Kompas TV. “Tadi malam rumah sakit kasih ibu di Solo,” kata Lili dalam wawancara di KompasTV

Kepergian Didi Kempot sangat mengejutkan. Menurut Lili. DIdi Kempot masih beraktivitas seperti biasa sebelumnya.

Sebagai penggemar berat Didi Kempot, The Godfather of Broken Heart, rasa sedih pasti ada. Ambyar, Seambyar-ambyarnya Didi kempot adalah the broken heart itu sendiri . Di pita suara Didi Kempot lagu campursari begitu populer. Menembus jaman dan genre penikmat musik

Meski berbeda genre, lagu Didi Kempot paling menyentuh jika bicara soal kesedihan dan patah hati. Bahkan lirik D’Masiv yang dianggap paling frustasi pun tak mampu menandingi kepedihan Didi Kempot yang dilantunkan dalam bahasa Jawa.

Entah karena kedekatan primordial atau kosakata bahasa Jawa yang jauh lebih kaya di banding bahasa Indonesia, lagu Didi Kempotterasa lebih nendang. Bahkan lagu lama seperti Stasiun Balapan yang diciptakan Didi Kempot bertahun-tahun silam masih menggetarkan hati saat diputar kembali. Setiap mendengar lagu Didi Kempot, sebagian jiwa saya seperti terlempar ke masa lalu .

Didi Prasetyo atau Didi Kempot lahir di Dusun Sidowayah, Desa Jenggrik, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi. Banyak media massa yang menulis Didi Kempot sebagai penyanyi asal Solo. Klaim ini diduga berdasar lagu-lagu Didi Kempot yang banyak bercerita tentang tempat-tempat di Solo. Padahal dia asli Ngawi, sama seperti Mamik (Srimulat) yang lahir di Ngawi

Perihal nama Kempot banyak yang menafsirkan jika kata Kempot yang melekat pada penyanyi kelahiran 31 Desember 1966 ini berhubungan dengan bentuk pipi yang melesak ke dalam. Kempot juga melekat pada penggambaran wajah perempuan tua yang telah ompong. Padahal bukan.

Kempot adalah sebuah singkatan dari Kelompok Pengamen Trotoar, grup pengamen asal Solo yang membawa Didi hijrah ke Jakarta.

Tak langsung terkenal dan masuk dapur rekaman, perjuangan Didi menjadi musisi di ibu kota sangat keras. Bahkan dia menginjakkan kaki di Jakarta pada medio 1984 – 1985 sebagai pengamen, profesi yang telah dia lakoni sejak di Solo.

“Saya berangkat dari pengamen jalanan pada 1986, dari 1984 hingga 1985 saya ngamen di Solo. 1987 sampai 1989 mencoba mengadu nasib di Jakarta. Saya berkumpul dengan teman-teman di Slipi, Palmerah, terkadang di Cakung atau di Senen,” kata Didi seperti ditulis Okezone

Kala itu, musisi jalanan seperti dirinya masih menggunakan cara tradisional untuk menawarkan lagu ke produser. Yakni merekam sendiri lagu mereka ke dalam kaset pita melalui tape recorder. Jika lagu mereka diterima, nasib baik sudah membentang di depan mata. Jika tertolak, kehidupan jalanan telah menanti sebagai pengamen.

Kini Didi Kempot telah pergi di saat karirnya sedang berada di puncak, melewati kerasnya hidup sebagai pengamen jalanan, seniman asal Ngawi ini sukses membalik nasib. Lagu-lagunya tak lekang oleh zaman

sworo angin angin sing ngeridu ati
ngelingake sliramu sing tak tresnani
pingin nangis ngetoke eluh neng pipi
suwe ra weruh senadyan mung ono mimpi

ngalemo ngalem neng dadaku
tambanono roso kangen neng atiku
ngalemo ngalem neng aku
ben ra adem kesiram udan ing dalu

Sugeng tindak Mas Didi kempot – Goodfather of Broken Heart