Aksi IWD Surabaya 2025 Soroti Eksploitasi Buruh Perempuan: Arek-Arek Wani, Lawan Patriarki dan Diskriminasi

Aksi IWD Surabaya 2025 Soroti Eksploitasi Buruh Perempuan: Arek-Arek Wani, Lawan Patriarki dan Diskriminasi

Surabaya, KPonline – Hujan deras yang mengguyur Surabaya sejak siang tidak menyurutkan semangat peserta International Women’s Day (IWD) Surabaya 2025. Dengan jas hujan seadanya dan spanduk yang tetap berkibar, mereka berbaris dalam longmarch menuju Balai Kota Surabaya, meneriakkan tuntutan utama: penghapusan eksploitasi dan kriminalisasi buruh perempuan. Di tengah dominasi sistem patriarki dan kebijakan yang tidak berpihak, buruh perempuan masih menghadapi ketidakadilan struktural yang terus berulang.

Aksi damai yang diawali dengan longmarch ini diikuti oleh berbagai organisasi termasuk FSPMI, komunitas perempuan, serta kelompok masyarakat sipil yang menyerukan perlawanan terhadap sistem kerja yang menindas.

Bacaan Lainnya

Dalam orasi yang disampaikan di depan Hotel Tunjungan Surabaya, Eka Hernawati perwakilan buruh perempuan dari FSPMI menyoroti sejumlah pelanggaran hak yang masih mereka alami, mulai dari pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pekerja perempuan hamil, minimnya akses fasilitas penitipan anak di tempat kerja, hingga ketiadaan perlindungan hukum bagi pekerja rumah tangga (PRT).

“Di banyak tempat kerja, perempuan yang hamil justru dianggap beban dan diberhentikan. Ini adalah bentuk diskriminasi yang nyata! Kami menuntut negara untuk memastikan hak maternitas yang layak bagi pekerja perempuan,” tegas Eka dalam orasi.

Di sektor formal, pekerja perempuan juga menghadapi eksploitasi dalam berbagai bentuk. Mereka masih berjuang untuk mendapatkan upah layak, jaminan kesehatan dan keselamatan kerja, serta perlindungan dari kekerasan berbasis gender di lingkungan kerja.

Perwakilan serikat buruh yang hadir dalam aksi ini juga menyoroti diskriminasi terhadap pekerja malam, yang sering di stigmatisasi dan rentan terhadap kekerasan. “Banyak pekerja perempuan di sektor malam, seperti jurnalis dan pekerja industri hiburan, mengalami kekerasan tetapi tidak ada regulasi yang benar-benar melindungi mereka,” ungkap salah satu peserta aksi.

Selain eksploitasi, kriminalisasi terhadap buruh perempuan yang menuntut haknya juga menjadi perhatian dalam aksi IWD Surabaya 2025. Banyak pekerja yang berani bersuara justru dihadapkan pada intimidasi dari perusahaan atau bahkan dikriminalisasi dengan dalih hukum yang represif.

Dalam aksi ini, peserta membawa 55 tuntutan, yang salah satunya menyoroti hak-hak buruh perempuan. Beberapa tuntutan utama yang disuarakan meliputi:

1. Penghapusan PHK terhadap buruh perempuan hamil.
2. Fasilitas penitipan anak di tempat kerja sebagai hak dasar pekerja perempuan.
3. Pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) tanpa penundaan.
4. Upah layak dan jaminan sosial bagi buruh perempuan di sektor formal maupun informal.
5. Perlindungan hukum bagi pekerja perempuan yang mengalami kekerasan berbasis gender di tempat kerja
6. Penghapusan kriminalisasi terhadap buruh perempuan yang memperjuangkan hak-haknya.

Aksi IWD Surabaya 2025 menegaskan bahwa perjuangan buruh perempuan adalah bagian dari perlawanan terhadap sistem patriarki dan kapitalisme yang menindas. “Ini bukan sekadar peringatan, tapi perlawanan! Kami tidak akan berhenti sampai buruh perempuan mendapatkan hak yang setara dan kehidupan yang lebih adil!” seru salah satu peserta aksi.

Perjuangan ini masih panjang, tetapi suara perempuan yang menuntut keadilan tidak akan padam. Saatnya melawan ketidakadilan dan memperjuangkan hak buruh perempuan!

A. R. P

Pos terkait