Purwakarta, KPonline – Memasuki penghujung tahun 2025, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) kembali menyerukan langkah besar dengan aksi nasional. Bagi Serikat Pekerja, Aksi merupakan wajah gerakan buruh dalam menuntut hidup layak.
Dan setelah melalui berbagai pertimbangan, Aksi Nasional yang rencananya akan digelar pada 30 Oktober 2025 dan dilangsungkan di DPR RI atau Istana Negara, ternyata bergeser ke Jakarta Convention Center (JCC).
Fuad BM sebagai Ketua Konsulat Cabang (KC) FSPMI Purwakarta menegaskan, aksi ini bukan sekadar unjuk rasa, melainkan bentuk tanggung jawab moral kaum buruh dalam menjaga wajah gerakan pekerja FSPMI yang kerap diidentikkan dengan aksi unjuk rasa (Demonstrasi) agar tetap bermartabat, damai, dan berorientasi pada perubahan kebijakan yang berpihak pada rakyat pekerja.
“Kita turun bukan untuk gaduh, tetapi untuk menegakkan martabat buruh dan menuntut hidup layak yang dijamin konstitusi. Aksi ini harus berjalan tertib, damai, dan menjadi cerminan bahwa gerakan buruh masih memegang idealisme perjuangan rakyat pekerja,” ujar Fuad BM dalam arahannya kepada jajaran FSPMI Purwakarta.
Dalam Aksi Nasional ini, FSPMI yang berafiliasi dengan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan mengusung beberapa tuntutan utama yang dianggap menyentuh akar persoalan ketenagakerjaan di Indonesia.
Pertama, Hostum: Hapus Outsourcing, Tolak Upah Murah.
FSPMI menegaskan agar pemerintah menaikkan upah minimum tahun 2026 sebesar 8,5 hingga 10,5 persen. Kenaikan ini diyakini sebagai langkah rasional melihat kenaikan harga kebutuhan pokok, biaya pendidikan, serta ongkos hidup yang terus meningkat.
Kedua, Cabut PP Nomor 35 Tahun 2021 tentang Pekerja Alih Daya (Outsourcing).
Aturan ini dinilai telah memperluas praktik kerja kontrak dan outsourcing tanpa batas, yang berujung pada ketidakpastian kerja dan hilangnya kepastian hidup bagi jutaan buruh.
Ketiga, Sahkan RUU Ketenagakerjaan yang Melindungi Buruh.
FSPMI menuntut agar RUU baru dirancang dengan prinsip keadilan sosial, bukan sekadar kompromi politik. Undang-undang yang ada dinilai lebih berpihak pada kepentingan investasi ketimbang kesejahteraan tenaga kerja.
Keempat, Stop PHK dan Bentuk Satgas PHK Nasional.
Lonjakan pemutusan hubungan kerja di berbagai sektor industri pasca-pandemi menjadi alarm serius. FSPMI menilai perlu adanya satuan tugas (Satgas PHK) yang melibatkan pemerintah, serikat pekerja, dan pelaku usaha agar tidak ada lagi buruh yang kehilangan pekerjaan tanpa perlindungan.
Kelima, Reformasi Pajak Perburuhan.
FSPMI-KSPI menuntut kenaikan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi Rp7.500.000 per bulan, penghapusan pajak atas pesangon dan Tunjangan Hari Raya (THR), serta hapus diskriminasi pajak terhadap perempuan menikah.
Langkah ini dinilai adil dan logis agar buruh berpenghasilan rendah tidak terus terbebani kewajiban fiskal yang menggerus daya beli.
Keenam, Sahkan RUU Perampasan Aset untuk Memberantas Korupsi.
Bagi gerakan buruh, korupsi bukan sekadar isu moral, melainkan penghalang langsung bagi peningkatan kesejahteraan pekerja. Aset negara yang bocor akibat korupsi sejatinya dapat digunakan untuk membiayai jaminan sosial, subsidi pangan, hingga program pelatihan tenaga kerja.
Ketujuh, Revisi UU Pemilu: Redesign Sistem Pemilu 2029.
FSPMI menilai sistem politik yang ada masih menutup ruang bagi representasi pekerja di parlemen. Oleh karena itu, gerakan buruh menuntut reformasi menyeluruh sistem pemilu 2029 agar suara rakyat pekerja tak sekadar menjadi komoditas politik lima tahunan.
Kemudian, Fuad BM berpesan dengan mengingatkan kepada seluruh peserta aksi agar senantiasa mengedepankan etika perjuangan.
“Kita ingin tunjukkan bahwa buruh Indonesia bukan massa jalanan tanpa arah, tapi kekuatan sosial yang beradab, yang menuntut hak-hak konstitusionalnya dengan tanggung jawab,” ucap Fuad.
Ia menambahkan, perjuangan buruh bukanlah perjuangan satu hari, melainkan rangkaian panjang mempertahankan martabat rakyat pekerja. Dari pabrik hingga jalanan, dari meja perundingan hingga gedung parlemen, buruh terus bergerak agar hidup layak tidak hanya menjadi slogan, tetapi kenyataan.
Aksi 30 Oktober 2025 diharapkan menjadi momentum konsolidasi nasional seluruh serikat buruh. Ribuan anggota FSPMI dari berbagai daerah, termasuk Purwakarta, siap berangkat menuju Jakarta.
Fuad BM memastikan, seluruh peserta dari Purwakarta telah mendapat pembekalan dan diingatkan untuk menjaga ketertiban, tidak mudah terprovokasi, dan tetap berdisiplin selama aksi berlangsung.
“Kita ingin pemerintah mendengar, bukan takut. Aksi damai adalah bentuk tertinggi dari kedewasaan gerakan,” tutur Fuad.
Dan pada 30 Oktober nanti, Jakarta akan kembali menjadi saksi bagaimana buruh Indonesia masih satu suara: “Menuntut hidup layak, menjaga marwah perjuangan, dan mengukir sejarah di jalanan dengan damai”.