Tolak Menggunakan PP 78/2015, FSPMI Jepara Lakukan Survei KHL

Jepara, KPonline – Untuk yang ketiga kalinya, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kabupaten Jepara, pada Sabtu (21/10/2017).

Survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di 4 pasar tradisional, yaitu Pasar Welahan, Pasar Kalinyamatan, Pasar Mlonggo, dan Pasar Bangri

Survei KHL ini, dilakukan guna sebagai acuan untuk data penentuan perumusan kenaikan upah tahun 2018.

Meskipun penetapan upah menggunakan formula PP 78/2015, tetapi FSPMI Jepara tetap melakukan survey KHL guna menolak penetapan upah di kabupaten Jepara menggunakan PP 78/2015 yang berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi

Upah memiliki peran yang sangat penting bagi pekerja/buruh dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi bagi pekerja dan keluarganya. Namun, pada kenyataanya upah di Indonesia sangatlah rendah di bandingkan dengan Negara-negara tetangga seperti Singapura, Thailand, Malaysia, dan lain sebagainya.

Di Indonesia sendiri, upah buruh di Jawa Tengah yang tertingal jauh di banding Jawa barat dan Jawa Timur.

Ibaratnya, Jawa Tengah ini seperti dasar mangkok cekung’ yang di apit oleh Jawa Barat dan Jawa Timur. Buruhnya bernasib ”Nasakom”. Nasip satu koma atau hanya 16 lembar.

Para pekerja di wilayah Jepara ingin penetapan UMK 2018 menggunakan survey KHL, sebagaimana yang tercantum Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003.

Apabila formula penetapan upah minimum mengunakan PP No 78/2015 diterapkan maka selamanya upah minimum di Jepara akan tetap rendah.
Dan tertingal jauh terus menerus

Dengan melakukan survey kebutuhan hidup layak di beberapa pasar tradisional, FSPMI Jepara mengetahui berapa sesungguhnya kebutuhan layak untuk pekerja lajang di jepara.Hasil dari survey ini akan dijadikan sebagai data untuk memperjuangkan upah layak tahun 2018.

Dalam hal ini, Ketua PUK SPAMK FSPMI PT SAMI-JF Yohanes Sri Gianto menggatakan, “Tetap fokus. Jangan lelah mencitai Jepara.”