Upah Murah Bukan Jaminan Buruh Tak Kehilangan Pekerjaan

Aksi buruh menolak upah murah dan menuntut PP No 78 Tahun 2015 dicabut.

Jakarta, KPonline – Data perbandingan upah minimum tertinggi tahun 2018 di 5 kabupaten/kota di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat yang pernah dirilis oleh koranperdjoeangan.com menarik untuk kita cermati.

Sekali lagi, data ini adalah upah minimum tertinggi di 5 kabupaten/kota. Jika kita membandingkan dengan upah terendah, jurang akan semakin menganga.

Kab/Kota dengan upah minimum tertinggi di Jawa Barat diisi oleh Kab Karawang, Kota Bekasi, Kab Bekasi, Kota Depok, dan Kab Bogor. Sedangkan untuk Jawa Timur adalah Kota Surabaya, Kab Gresik, Kab Sidorajo, Kab Pasuruan, dan Kab Mojokerto.

5 kabupaten/kota di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat dengan upah minimum tertinggi tahun 2018./Infografis: Media Perdjoeangan

Antara provinsi di Barat dan Timur dari Pulau Jawa itu nyaris tidak berbeda. Padahal, kalau kita tarik beberapa tahun ke belakang, khususnya di era tahun sebelum 2010, selisih upahnya cukup besar. Dalam kaitan dengan itu, perjuangan buruh Jawa Timur dalam mengejar ketertinggalan menarik untuk kita pelajari. Hanya, sayang, tidak banyak literasi yang bisa kita baca tentang bagaimana mereka mengorganisir perlawanan.

Sementara di tengah, dalam grafik bisa kita lihat; kondisi upahnya berada di bawah. Di kota-kota dengan upah minimum tertinggi seperti Semarang, Demak, Kendal, dan Kudus; posisinya masih tertinggal jauh.

Kalau PP 78/2015 yang mengatur kenaikan upah minimun berdasarkan formula yang sama rata (inflansi + pertumbuhan ekonomi di tingkat nasional) tidak direvisi, bisa dipastikan kab/kota yang upahnya rendah akan semakin nyungsep.

Sebagai contoh, kenaikan sebesar 8% dari 3,9 juta di Karawang dan 1,8 juta di Kudus jelas menghasilkan angka yang timpang. Inilah satu alasan mengapa PP 78/2015 tidak relevan.

Apakah dengan upah rendah buruh-buruh di Jawa Tengah aman dari potensi kehilangan pekerjaan? Sama sekali tidak. PHK dan penutupan pabrik juga banyak terjadi. Saya ingin bilang, upah murah bukan jaminan buruh akan bekerja selamanya.

Terhadap disparitas, lagi-lagi kita bisa belajar dari pengalaman Jawa Timur. Buruh-buruh di Ring 1 yang upahnya relatif lebih baik turun gunung ke daerah-daerah. Mereka bahkan melakukan survey hingga Kediri dan kab/kota yang lain. Hasilnya, di beberapa daerah, kenaikannya lebih besar dari PP 78/2015. Bahkan ada yang tembus 20%.

Solusinya adalah membantu yang di bawah agar naik ke atas. Bukan menekan yang atas agar turun. Dengan demikian, permasalahan Jawa Tengah adalah permasalahan kita bersama.

Sekarang sudah masuk bulan September. Dua bulan lagi upah minimum akan ditetapkan. Saatnya mengkonsolidasikan diri untuk menjemput upah layak 2010.