Tokoh Di Balik Kata “Maka Hanya Ada Satu Kata: lawan!”

Batam,KPonline – Saya selalu tak bisa untuk tidak meluapkan emosi setiap membaca penggalan Puisi di bawah ini. Ada kekuatan dalam puisi ini hingga siapapun yang membaca dan mendengar pasti akan bergetar jiwanya, seperti yang kini tengah saya rasakan. Dan dalam setiap aksi dan kesempatan kita pasti sangat familiar dengan penggalan kata berikut ini:

“Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: lawan!”

Bacaan Lainnya

Bait-bait tersebut masih akan terus menghiasi perlawanan. Sebuah bait dari penggalan puisi “Peringatan” karya Wiji Thukul. Dan faktanya anak-anak muda sekarang banyak yang tidak tahu puisi tersebut dan siapa gerangan yang menciptakan bait-bait yang tajam itu,atau dapat dikatakan hanya sedikit yang tahu. Menariknya, mereka sangat mengenal kata-kata, ‘Hanya ada satu kata: Lawan!’.

Wiji Thukul lah yang menciptakan bait-bait tajam di atas. Ia merupakan salah satu dari aktivis yang dikenal juga sebagai penyair yang kerap menyuarakan ketertindasan lewat puisi dan kata-katanya. Pria kelahiran 26 Agustus 1963 itu juga aktif menggedor-gedor Orde Baru untuk membuka keran demokrasi. Namun, selepas peristiwa pada 27 Juli 1996, di mana terjadi kerusuhan di sekitar perebutan kantor PDIP di jalan Diponegoro, ia disebut sebagai salah satu pemicunya dan ditetapkan sebagai tersangka, karenanya ia pun melarikan diri ke Pontianak selama delapan bulan dan berpindah-pindah.

Hingga kini, dirinya tak pernah ditemukan keberadaannya. Banyak rumor yang berkembang bahwa ia diculik dan kemudian mati dibunuh, tapi hingga kini jasadnya pun tak jua diketahui kalau benar telah mati.

Kisah yang dialami Wiji itulah yang menjadi dasar pijakan Yosep Anggi Noen dalam menggarap film yang kemudian ia beri judul “Istirahatlah Kata-kata” yang segera tayang di bioskop di Indonesia. Wiji Thukul sosok orang biasa, tapi dia sangat setia dan percaya bahwa puisi dan kata-kata mampu melawan ketertindasan

Setelah Chairil Anwar, sepertinya kita tak mendengar lagi penyair rakyat yang puisinya begitu dikenal di segala lapisan.Kita tidak mendengar lagi puisi yang berbicara dengan sangat lugas tentang kesengsaraan rakyat, disertai dengan ajakan untuk melawan ketidakadilan. Ada puisi-puisi WS Rendra, namun rasanya tidak sampai dibaca oleh kaum buruh dan menjadi mantra dalam setiap aksi turun ke jalan sebagaimana pekik puisi Wiji Thukul: Hanya ada satu kata, lawan!

Berjarak belasan tahun semenjak ia dihilangkan, suara Thukul masih terus bergaung. Puisi-puisinya semakin berkibar. Bertebaran di media sosial. Dibacakan di banyak panggung. Thukul adalah pintu untuk mengenali babak sejarah Indonesia, dimana kebebasan berbicara yang diperoleh hari ini bukan diperoleh dengan jalan yang mudah, melainkan buah dari proses panjang dan berdarah, yang memakan banyak korban. Panjang umur perlawanan (*)

Berikut puisi lengkapnya :

PERINGATAN

Jika rakyat pergi
Ketika penguasa pidato
Kita harus hati-hati
Barangkali mereka putus asa

Kalau rakyat bersembunyi
Dan berbisik-bisik
Ketika membicarakan masalahnya sendiri
Penguasa harus waspada dan belajar mendengar

Bila rakyat berani mengeluh
Itu artinya sudah gawat
Dan bila omongan penguasa
Tidak boleh dibantah
 Kebenaran pasti terancam

Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
 Maka hanya ada satu kata: lawan!.

(Wiji Thukul, 1986)

Pos terkait