Tidak Ada Upah, Yang Ada Hanya Uang Saku

Purwakarta, KPonline – Terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2020 yang mengatur tentang program pemagangan (Magang) seakan luput dari perhatian. Walau tak seheboh Omnibus Law, sebetulnya Permenaker tersebut kini bisa menjadi momok yang merugikan kelas pekerja atau kaum buruh.

Bagi yang belum pernah masuk ke dalam dunia kerja, mungkin pemagangan adalah langkah yang menarik untuk dicoba dan dilakukan. Selain menambah wawasan serta pengalaman, dengan magang kita bisa tahu sejauh mana sebagai pelaku (peserta magang) dalam mengukur kompetensi kerja dan produktivitas saat berada di posisi sebagai pekerja.

Bacaan Lainnya

Namun, bukan hal yang tidak mungkin atau mustahil bila pemberi kerja atau pengusaha memanfaatkan keadaan tersebut sebagai peluang atau jalan untuk kembali mendapatkan keuntungan. Dimana, peserta magang diberikan pekerjaan dengan target yang sama bersama pekerja biasa. Kemudian, hanya mendapatkan penghasilan bukan berupa upah, melainkan hanya uang saku.

Oleh sebab itu, bisa dikatakan bahwa program pemagangan (Magang) lebih asyik karena tidak ada upah disitu, dan yang ada hanya berupa uang saku. Seperti yang tertuang dalam Pasal 13 ayat (1) huruf d, dalam Permen tersebut menyatakan bahwa peserta pemagangan mempunyai hak untuk memperoleh uang saku.

Selanjutnya, bila ketentuan itu tidak dengan segera untuk dievaluasi dan kemudian direvisi. Bukan tidak mungkin untuk kedepannya, dalam menjalankan roda bisnis, pemberi kerja atau pengusaha akan lebih mengoptimalisasi atau mengadopsi program pemagangan.

Pos terkait