THR Tenaga Medis dan Farmasi Jangan Dipotong

Bogor, KPonline – Beredar secara luas Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia No. M/6/HI/00.01/V/2020 perihal tentang pelaksanaan pemberian tunjangan hari raya keagamaan tahun 2020 di perusahaan dalam masa pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Dalam kalimat pembukaan yang tertera dalam surat edaran Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia tersebut, memuat kalimat yang membuat kaum buruh/pekerja yang ada di Indonesia terkejut.

Pasalnya, Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia, yang ditanda tangani oleh Ida Fauziah tersebut, memperbolehkan pengusaha untuk membayar THR Keagamaan dengan cara diangsur. Bahkan, pengusaha juga diperbolehkan untuk menunda pembayaran THR Keagamaan pada 2020 ini.

“Memperhatikan kondisi perekonomian saat ini sebagai akibat dampak pandemi Covid-19, yang membawa dampak pada kelangsungan usaha, dan mempertimbangkan kebutuhan pekerja/buruh akan pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan, maka diperlukan kesamaan pemahaman antara pengusaha dan pekerja/buruh.”

Menanggapi perihal Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan diatas, Ketua DPC FSP-Farkes Reformasi Dimas P Wardhana mengungkapkan kepada Media Perdjoeangan. “Bahwa untuk pekerja yang berada di bidang kesehatan, jangan sampai terdampak dua kali. Karena mereka pun sudah bertaruh nyawa pada saat bekerja. Jangan sampai THR-nya juga dipotong atau ada pekerja yang tidak mendapatkan THR. Hal ini pun seharusnya juga berlaku untuk pekerja dibidang lainnya. THR itu kan hak pekerja,” ungkap Dimas melalui sambungan telepon.

“Giliran rumah sakit sepi, mereka (pekerja medis) pun harus mengorbankan pekerjaannya. Karena data yang kami miliki, setiap tahun selama bulan puasa (Ramadhan) jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit turun 30-40%,” lanjutnya.

“Untuk industri farmasi, relatif masih aman. Karena ada peningkatan produksi, seperti peningkatan produksi vitamin C, karena ada permintaan produk semakin meningkat semenjak pandemi Covid-19. Dari sisi pekerja pun, mereka hingga saat ini, dapat dikatakan mereka “tidak boleh libur” karena kebutuhan obat dan atau vitamin yang terus menerus bertambah.

Dimas yang juga Ketua Bidang Pendidikan DPP FSP-Farkes Reformasi mengungkapkan, pada saat ini pekerja medis yang meliputi pekerja yang bekerja di perusahaan farmasi dan rumah sakit-rumah sakit, masih relatif aman. Aman dalam artian tidak ada pekerja yang di-PHK atau adanya pengurangan jumlah pekerja. 

“Hingga saat ini tidak ada pengurangan karyawan. Hanya saja, jam kerja mereka dikurangi dan karyawan yang masuk bekerja secara bergantian (shift). Dan belum ada laporan dari anggota FSP-Farkes Reformasi tentang PHK,” tegas Dimas. (RDW)