Tak Puas dengan Putusan Banding, Baihaqi Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Semarang, KPonline – Perjuangan dari Muhammad Baihaqi, seorang difabel tuna netra yang kehilangan hak atas pekerjaannya setelah digugurkan dalam seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Provinsi Jawa tengah terus berlanjut. Pada hari Kamis (1/7/2021) dirinya yang diwakili oleh Tim Kuasa Hukum dari LBH Semarang menyampaikan Memori Kasasi kepada Mahkamah Agung melalui PTUN Semarang.

Hal tersebut dilakukannya sebagai usaha lanjutan dikarenakan di dua tingkatan siding sebelumnya belum membuahkan hasil baik di PTUN Semarang maupun di tingkatan banding di PTTUN Surabaya. Bahkan putusan dalam tingkatan banding di PTTUN Surabaya tertanggal 31 Mei 2021, tidak merepresentasikan keadilan bagi Baihaqi. Dimana putusan tersebut justru menguatkan putusan PTUN Semarang yang menyatakan bahwa pengajuan gugatan telah melebihi tenggat waktu.

“Padahal didalam Perma nomor 6 Tahun 2018, ditentukan bahwa batas pengajuan gugatan adalah 90 hari yang dihitung nerdasarkan hari kerja, bukan hari kalender. Dengan demikian, jika merujuk pada Perma Nomor 6 Tahun 2018, gugatan yang diajukan Baihaqi masih dalam tenggat waktu, yaitu 76 hari kerja”, ujar Syamsudin Arif selaku Tim Kuasa Hukum Baihaqi dari LBH Semarang.

“Dikarenakan kekeliruan dalam menghitung tenggat waktu untuk mengajukan gugatan tersebut, putusan tingkat pertama maupun banding sama sekali tidak mempertimbangkan pokok perkara, alat bukti, maupun fakta-fakta persidangan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah melakukan tindakan diskriminasi terhadap Baihaqi yang merupakan seorang difabel netra yang berhak atas pekerjaan yang layak”, lanjutnya kemudian.

Oleh karena alasan tersebut LBH Semarang membantah kadaluarsanya pengajuan gugatan dikarenakan kesalahan pertimbangan hukum majelis PTTUN Surabaya dalam menghitung 90 hari kerja serta meminta agar pokok perkara bisa diperiksa oleh Mahkamah Agung melalui Memori Kasasi ini.

Harapannya agar Majelis Hakim pada Mahakamah Agung benar-benar melihat kasus ini dengan jernih tidak menutup mata untuk melihat ketidakadilan yang menimpanya, karena permasalahan ini potensial untuk dialami oleh penyandang difabel lainnya, utamanya dalam seleksi CPNS.