Siapa Sesungguhnya Pekerja/Buruh

Jakarta, KPonline – Di kalangan masyarakat, banyak yang mengartikan buruh hanya sebatas orang yang mengerjakan pekerjaan kasar. Seperti melakukan pekerjaan bangunan, pabrik, bongkar muat di pasar, pelabuhan, ataupun terminal. Identik dengan mereka yang susah dan berpeluh keringat.

Sementara, mereka yang berkerja di kantoran, ruang ber-AC menggunakan jas dan dasi, tidak mau disebut sebagai buruh. Bahkan tidak menganggap dirinya sebagai buruh. Mereka lebih nyaman disebut sebagai pegawai, atau setidaknya karyawan.

Bacaan Lainnya

Benarkan demikian? Jika mengacu pada Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pengertian pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Dengan demikian, anggapan bahwa buruh hanya untuk menyebut mereka yang memiliki pekerjaan kasar tidaklah benar.

Undang-Undang Ketenagakerjaan tidak menyebut karyawan atau pegawai. Tetapi menyebut pekerja/buruh. Maka jelaslah sudah, buruh atau pekerja adalah kata yang diakui dalam Undang-Undang. Itu yang benar untuk menyebut karyawan maupun pegawai.

Pendek kata, siapapun yang bekerja dan karena pekerjaannya mendapatkan upah, maka dia adalah buruh. Terlepas apakah jabatan yang dimilikinya, entah operator biasa, leader, supervisor, manager, sejatinya mereka adalah buruh.

Mengapa kategori pekerja/buruh adalah mereka yang mendapatkan upah? Karena ada orang yang bekerja tetapi tidak mendapatkan upah. Misalnya, mereka melakukan kerja bhakti. Gotong royong.

Karena itu, hal yang sangat wajar jika pekerja/buruh menuntut upah. Justru kalau buruh tidak diupah, dia tidak lagi bisa disebut sebagai pekerja/buruh. (*)

Penulis: Divisi Pendidikan Media Perdjoeangan

Pos terkait