Serikat Buruh Dengan Motif Ekonomi

Bogor, KPonline – Kita semua sudah mengetahui dan memahami, bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran baik secara lisan maupun secara tulisan, memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, serta mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum merupakan hak setiap warga negara. Dan untuk mewujudkan kemerdekaan berserikat serta kesejahteraan kaum buruh, maka buruh-buruh memiliki hak untuk membentuk dan mengembangkan serikat pekerja/serikat buruh yang bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.

Di serikat pekerja/serikat buruh bisa juga digunakan sebagai sarana untuk memperjuangkan, melindungi, dan membela kepentingan dan kesejahteraan pekerja/buruh beserta keluarganya, serta mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan. Dengan kata lain, serikat pekerja/serikat buruh adalah sebuah wadah perjuangan bagi kaum buruh, untuk memperjuangkan hak-haknya. Didalam UU 21/2000 sudah cukup jelas mengenai latar belakang, fungsi dan tugas serikat pekerja.

Bacaan Lainnya

Dari pemaparan singkat diatas bisa diambil kesimpulan, bahwa tujuan dari berserikat, serikat pekerja/serikat buruh tentunya, adalah untuk mensejahterakan kaum buruh. Tapi bagaimana jika ada serikat pekerja/serikat buruh yang tujuan sebenarnya adalah hanya demi motif ekonomis ? Apakah masih bisa dibilang serikat pekerja/serikat buruh tersebut ingin memperjuangkan kesejahteraan anggotanya ?

Faktor ekomomi seringkali menjadi momok yang menakutkan, bahkan mengerikan, bagi sebagian aktivis buruh. Terlebih-lebih mengurusi sebuah serikat pekerja/serikat buruh yang besar, dan keberadaannya sangat diperhitungkan. Dan sudah menjadi rahasia umum, jika banyak aktivis buruh, yang seringkali merogoh kocek pribadi demi berjalannya roda organisasi.

Militansi dan keyakinan yang mendalam dalam sebuah organisasi serikat buruh tidaklah cukup. Dan juga tidak serta merta, disertai keikhlasan yang sebenarnya tidak ikhlas. Akan ada pergolakan batin dan pikiran dalam diri seorang aktivis buruh. Dan dibutuhkan kebijaksanaan dalam menyikapi hal-hal tersebut. Bersikap adil terhadap organisasi serikat buruh yang telah membantu, membesarkan dan juga sebagai payung hukum aktivis buruh tersebut, dan juga berlaku adil terhadap dapur keluarga dirumah. Mudah dalam teori, tetapi akan sulit dalam pelaksanaan kata-kata tersebut. Bijaklah dalam menyikapi, itu pun sudah lebih dari cukup.

Motif ekonomi boleh saja menjadi salah satu tujuan dalam mendirikan sebuah serikat pekerja/serikat buruh. Toh, pada dasarnya, berserikat itu untuk mensejahterakan anggota bukan ? Akan tetapi hal tersebut, akan menjadi tidak relevan dan merupakan tindakan yang tidak terpuji, jika motif ekonomi tersebut orientasi utamanya adalah untuk menguasai dan mengelola dana didalam sebuah serikat buruh.

Jangan hanya karena tergiur untuk menguasai dan mengelola dana didalam sebuah serikat buruh, yang tentunya dana tersebut ada dalam jumlah yang besar secara nominal tentunya. Mengakibatkan beberapa pondasi penting didalam organisasi serikat buruh tersebut, yang vital dan menjadi andalan, serta menjadi motor penggerak organisasi, menjadi keropos, rusak dan bahkan bisa berdampak negatif menjadi keruntuhan dan kejatuhan.

Jika mendirikan sebuah serikat buruh orientasi utamanya hanyalah uang semata, membicarakan uang tidak akan ada habisnya. Yang ada, malah akan muncul perdebatan-perdebatan panjang yang tak berkesudahan, pepesan-pepesan kosong belaka yang diperebutkan tanpa ada kejelasan. Dan hanya akan membuat huru-hara yang tak bermakna.

Tanpa uang, mungkin kita tidak sejahtera, roda organisasi tidak akan berjalan dengan semestinya. Akan tetapi, jika kita gila uang pun, hal itu bisa membuat kita menderita. Nggak percaya ? Coba aja. (RDW)

Pos terkait