Satu Tahun Omnibus Law Cipta Kerja, Buruh Menderita?

Bekasi, KPonline – Tepat satu tahun Omnibuslaw Cipta Kerja, BEM KM UNAND melakukan zoom meeting dengan tema “Satu Tahun UU Cipta Kerja, Buruh Menderita?”

Ada tiga Nara sumber yang hadir dalam zoom meeting antara lain dari unsur Akedemisi, Hairani Lubis, S.Psi., M.Psi, Psikolog, Anggota DPR RI Komisi X, Ledia Hanafi, Presiden DPP FSPMI Riden Hatam Azis, S.H.,

Zoom meeting diikuti kurang lebih 97 peserta dari berbagai kalangan seperti mahasiswa dan buruh.

Menurut yang disampaikan para narasumber sejak di undangkan 02 November 2020, Rancangan Undang-undang Cipta Kerja secara resmi diundangkan menjadi Undang-undang Nomor : 11 Tahun 2020.

“Undang-undang dengan konsep omnibus law ini mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru diantaranya beberapa pasal dalam undangan-undang ketenagakerjaan dan jaminan sosial tenaga kerja,” ungkap Hairani Lubis.

Lebih lanjut Undang-undang No. 11 tahun 2020 kluster ketenagakerjaan akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah, diatur lebih lanjut dalam 4 peraturan pemerintah turunannya.

Sementara narasumber dari DPR RI Komisi X, Ledia Hanafi mengatakan sangat khawatir atas Implementasi Undang-undang No.11 tahun 2020 karena banyak kelonggaran terlebih terhadap pekerja asing untuk mengisi posisi di perusahaan.

Presiden DPP FSPMI, Riden Hatam Azis, S.H mengatakan melalui zoom meeting bahwa dalam membuat sebuah undang-undang ketenaga kerjaan harus memenuhi tiga hal, ini merupakan standar ILO. “Tiga hal yang dimaksud adalah kepastian kerja, kepastian upah, kepastian jaminan sosial,” jelas Riden.

Riden Hatam Azis, S.H. mengatakan bahwa yang di hapus atau dirubah dari Undang-undang 13/2003 adalah inti sari undangan-undang tersebut. Secara jelas Riden menyebut bahwa dalam persidangan dari saksi pemerintahan saja mengakui bahwa khusus cluster ketenagakerjaan tidak ada naskah akademik.

Padahal menurut undang-undang No.11/2012 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, Naskah akademik itu wajib dan hal ini dibenarkan oleh Hairani Lubis.

Di akhir sesi Riden Hatam Azis, S.H. menegaskan bahwa buruh menuntut bukan hanya cluster ketenagakerjaan saja, namun seluruh omnibuslaw Cipta Kerja buruh tolak. (Yanto)